Eka Budianta menggambarkan sosok Budi Darma yang kedua. Ia seorang guru yang berpikiran bebas tapi santun.
Ujar Eka, yang diperkuat banyak testimoni, betapa dalam pikirannya yang bebas, bahkan liar dalam imajinasi, tapi Budi Darma tumbuh menjadi pribadi yang santun.
Bahasanya dalam bertutur menggambarkan bahasa seorang guru, yang rendah hati, ingin membantu, membimbing.
Seburuk dan senaif apa pun pertanyaan mahasiswa, ia hargai. Budi Darma tetap merespon pertanyaan itu dengan jawaban yang mengajak merenung.
Penjelasan Eka, yang sangat akrab secara personal dengan Budi Darma, menambah kompleks persona sang maestro ini.
Siapa yang menduga? Di balik pribadi Budi Darma yang santun, rendah hati, tersimpan imajinasi seorang pengarang yang liar. Yang dalam cerpennya, novelnya, acapkali menggambarkan manusia yang aneh, berniat jahat, dan gagal.
Dalam webinar itu tergambar pula sosok Budi Darma yang ketiga. Walau karyanya gemilang, hidup Budi Darma begitu sederhana.
“Lihatlah rumahnya. Begitu sederhana. Bahkan rumah saya,” ujar murid Budi Darma, “lebih bagus.” Sementara sang murid pun merasa ia juga hidup sederhana.
Seorang pengarang hebat, di Indonesia, acapkali kekurangan secara ekonomi. Ini tak hanya menimpa Budi Darma. Kita juga mendengar kisah hidup penulis hebat lain seperti Hamsad Rangkuti. Juga banyak penulis hebat lainnya.
Karena itu, ujar Eka, salah satu cara menghormati Budi Darma, belilah bukunya. Namun ditimpali oleh Anick HT, yang menjadi co-moderator, bagaimana publik tergerak membeli? Di Internet tersedia begitu banyak cerpen Budi Darma yang bisa dibaca gratis?
Revolusi informasi menghasilkan kontradiksi bagi banyak penulis. Siapa saja bisa memposting karya siapa saja untuk dibaca secara gratis.
Akibatnya nilai ekonomi sebuah karya turun bebas. Mengapa harus membeli jika publik bisa membaca karya itu secara gratis, dengan cara yang sangat mudah pula?
Tak hanya sebuah puisi, atau sebuah cerpen, atau sebuah buku, bahkan film Hollywood 90 menit yang paling baru juga tersedia di Internet. Semua bisa ditonton gratis.
Ketika panitia Piala Oscar 2021 mengumumkan tujuh film nominasi terbaik, saya bahkan sudah menonton lima dari tujuh film itu dari Internet. Gratis!
Menyaksikan Webinar Satupena selama 3 jam, tiga sosok Budi Darma hadir di sana.
-000-
“Behind the scene,” di balik acara Webinar Satupena/Hatipena ini, juga ada kisah yang tak kalah menarik.
Kisah yang juga membuat saya terkejut.