Koran Sulindo — Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol. Awi Setiyono mengatakan, pihaknya masih menunggu kehadiran penasihat hukum dari Kedutaaan Besar Belanda sebelum meminta keterangan lebih dalam terhadap tersangka Maria Pauline Lumowa.
“Yang bersangkutan meminta pendampingan dari penasihat hukum yang rencananya akan disediakan oleh Kedubes Belanda yang sampai dengan saat ini belum ada. Tentunya hal tersebut menjadi hak tersangka,” kata Awi di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (13/7).
Terkait dengan permintaan kehadiran penasehat hukum, Polri sudah mengirimkan surat resmi kepada Kedutaan Belanda. Hingga sekarang, pihaknya masih menunggu jawaban.
Dalam kasus ini, penyidik telah memeriksa sebanyak 12 saksi. Awi menambahkan bahwa penyidik berusaha menangani dan menuntaskan kasus ini sesegera mungkin mengingat kasus akan dinyatakan kedaluwarsa pada bulan Oktober 2021.
“Jangka waktu kedaluwarsa akan berakhir pada bulan Oktober 2021. Tentunya jika lebih dapat cepat diselesaikan, lebih baik,” kata Awi.
Terlebih, jajarannya tengah melacak aset Maria Pauline dan menelusuri pihak-pihak lainnya yang diduga terlibat dalam perkara yang menimbulkan kerugian senilai Rp1,2 triliun itu.
“Sudah disampaikan oleh Kabareskrim bahwa akan dilakukan penyelidikan terhadap uang Rp1,2 triliun kredit dari Bank BNI itu,” kata Awi.
Tersangka Maria Pauline Lumowa tiba di Indonesia pada hari Kamis (9/7) setelah diekstradisi dari Serbia. Setibanya di Indonesia, Maria Pauline langsung dibawa ke Bareskrim Polri, kemudian ditahan.
Dalam kasus pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat letter of credit fiktif, polisi menetapkan 16 orang sebagai tersangka, termasuk Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
“Adrian dan 14 orang lainnya telah menjalani hukuman. Adrian melaksanakan hukuman seumur hidup, ada juga yang sudah dibebaskan dan ada yang sudah meninggal dunia,” ujar Kabareskrim Polri Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo.
Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai Rp1,2 triliun kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Pada bulan Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tidak pernah melakukan ekspor.
Dugaan LC fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri. Namun, Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada bulan September 2003 atau sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri. [WIS]