Ilustrasi: Penggeledahan di kantor SKK Migas dalam kasus korupsi Kondensat di TPPI/istimewa

Koran Sulindo – Bekas Kepala SKK Migas Raden Priyono mengaku dirinya hanya korban dalam kasus korupsi penjualan kondensat. Kepada kuasa hukumnya, Supriyadi Adi, Priyono juga meminta Bareskrim Mabes Polri untuk mengusut pihak-pihak yang bertanggungjawab.

Priyono menyebut dirinya hanya menjalankan program Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menjual kondensat kepada PT Trans Pacific Petrochemical Indotama untuk menyelamatkan perusahaan itu.

“Kalau itu memang iya. Jadi sebenarnya kan itu program dari Pemerintah, bapak Jusuf Kalla nah itu dijalankan,”  kata Adi ketika dihubungi Sulindo kemarin.

Lebih lanjut Adi menyebut, meskipun sempat mengalami masalah saat melakukan pembayaran kepada negara, TPPI sudah membayar 95 persen dari kerugian tersebut. Sisanya sesuai putusan pengadilan niaga pembayarannya ditunda sampai 20 tahun kedepan. “Lalu di sini kerugiannya apa?,” kata Adi bertanya.

Ia juga menambahkan jika dari bukti penyidikan terdapat keterlibatan pihak lain, semestinya itu diusut hingga tuntas.  “Itu tugasnya penyidik lah, jadi jangan keliatan tebang pilih gitu,” kata Adi.

Terkait berkas perkara kliennya dan dua tersangka lainnya yakni Deputi Finansial Djoko Harsono dan eks Dirut PT TPPI Honggo Wendratno yang sudah lengkap, Adi justru mengaku mengetahuinya dari pemberitaan di media massa. “Kita ikutin prosedur hukumnya dulu. Kami baru dapat info itu dari media ya, jadi belum tahu yang persisnya,” kata Adi.

Sementara itu ditemui terpisah, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Brigjen Agung Setya menjelaskan saat ini penyidik sedang fokus menyiapkan proses tahap dua yakni penyerahan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Agung untuk disidangkan.

“Kita sedang menyiapkan berkas yang sudah dinyatakan P21 oleh Jampidsus. Nanti kita koordinasikan untuk tahap duanya juga,” kata Agung kemarin.

Ditanya mengenai keberadaan tersangka Honggo diduga kabur ke luar negeri, Agung enggan merinci tindak lanjut apa yang bakal dilakukan penyidik. “Itu teknis,” kata Agung.

Kasus dugaan tindak pidana korupsi penjualan kondensat bermula dari penunjukan langsung BP Migas kepada PT TPPI pada bulan Oktober 2008 untuk penjualan pada kurun waktu 2009-2010. Penunjukkan langsung PT TPPI itu dilakukan dalam rapat terbatas Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Meski perjanjian kontrak kerja sama antar kedua lembaga itu baru diteken Maret 2009, lifting minyak ternyata sudah dilakukan pengiriman sebanyak 15 kali. Penunjukan langsung ini dianggap menyalahi peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50.

Bareskrim Mabes Polri mulai melakukan penyidikan kasus ini sejak tahun 2015 dan menggeledah Kantor SKK Migas di Jalan Gatot Subroto serta Kantor TPPI di Gedung Mid Plaza, Jalan Jenderal Sudirman pada bulan Mei 2015.

Dalam perkara itu, Bareskrim menetapkan tiga tersangka yakni Honggo Wendratno sebagai Dirut TPPI,  Kepala SKK Migas Raden Priyono dan Deputi Finansial SKK Migas Djoko Harsono. BPK menyebutkan akibat penjualan tersebut negara mengalami kerugian sebesar US$ 2,7 miliar atau sekitar Rp27 triliun dengan asumsi nilai tukar Rp10.000 per-USD1.(YMA/TGU)