Ilustrasi/YMA

Koran Sulindo – Seorang dokter umum berinisial AP terlibat dalam sindikat peredaran uang palsu. Dokter itu bertindak sebagai pemodal.

Wakil Direktur Tipideksus, Kombes Daniel Tahi Monang Silitonga mengatakan tersangka AP berperan sebagai pemodal. Tersangka yang membuka praktik dokter umum di Bekasi, Jawa Barat ini bisa terlibat dengan sindikat upal karena kebutuhan ekonomi.

“Terlilit utang, dia dikejar debt collector (juru tagih),” kata Daniel di Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat.

Tersangka ditangkap bersama tiga orang rekannya yakni AK, AD dan AM, oleh tim dari Subdit Uang Palsu (Upal), Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim, Selasa (17/4/2018) lalu.

Bersama seorang rekannya berinisial T yang belum tertangkap, AP menyerahkan uang sebesar Rp250 juta sebagai modal kepada tersangka AK. Kemudian uang itu diserahkan kepada AD.

“Dua tersangka (AD dan AK) residivis pernah kita tangkap 5 tahun yang lalu dibantu dengan AM yang ahli desain,” kata Daniel.

Sindikat upal ini telah beroperasi sejak 2015. Pengungkapan sindikat ini berdasarkan informasi masyarakat pada Maret lalu soal adanya peredaran upal pecahan Rp100 ribu. Akhirnya anggota melakukan penyamaran sebagai pembeli dan membuat janji transaksi dengan perbandingan di halaman parkir Stasiun Gambir.

“Setelah bertemu dengan tersangka AK danĀ  kemudian beberapa saat kemudian datang AP membawa uang palsu, setelah itu kita tangkap,” ucapnya.

Setelah dibawa ke Bareskrim untuk dilakukan pengembangan, anggota keesokan harinya menangkap tersangka AD dan AM. Dari tersangka AD yang ditangkap di Toko Buku Dianam Jaya Jalan Raya Labuan Km 05, Cikoneng, Pandeglang, Banten, disita barang bukti berupa mesin cetak. Sementara di rumah tersangka AM di Kampung Paujan, Desa Mekar Jaya, Keca Panimbang, Pandeglang, Banten, ditemukan uang palsi pecahan Rp100 ribu dan mata uang Brasil dan Singapura yang belum jadi.

“Uang palsu dijual dengan perbandingan rasio 1:3 atau Rp10 juta uang asli ditukar dengan Rp30 juta uang palsu,” katanya.

Pasal yang ditersangkakan kepada keempatnya yakni Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), pasal 37 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang 30 55 KUHP.” Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara,” kata Daniel. [YMA]