Terkatung-katung di Seberang Istana Merdeka

Guru honorer yang bermalam di seberang Istana Merdeka, Jakarta, 30 Oktober 2018.

Koran Sulindo – Banyak manusia yang mendapat pelajaran atau ilmu dengan cepat di bawah bimbinga guru yang berpengalaman. Pada gilirannya, tak bisa dinafikan, banyak yang meraih sukses di berbagai bidang karena adanya guru yang secara fisik memberikan pelajaran yang berharga dfi depan kelas. Kemajuan suatu bangsa juga tak bisa dilepaskan dari peran guru.

Namun, di Indonesia yang telah menghirup kemerdekaan lebih dari 70 tahun, jumlah guru yang mengajar di sekolah ternyata masih sangat kurang. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun  2018 ini, sebagaimana dikutip Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim, memperlihatkan ada kekurangan 707.324 guru untuk berbagai sekolah di negeri ini.

Sementara itu, menurut Ramli, jumlah guru pensiun 2018 dan 2019 jauh lebih banyak daripada formasi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Ini menandakan perekrutan guru pada tahun 2018 hanya untuk menutupi kekosongan guru 2018 dan Indonesia sudah dipastikan pada tahun 2019 akan sangat kekurangan guru.

Dengan kondisi ini, Ramli menilai, pendidikan saat ini tidak menjadi prioritas utama pemerintah. “Perekrutan guru yang akan dilakukan ini bukan untuk menutupi kekurangan guru tetapi mengganti posisi guru yang pensiun tahun ini dan tahun depan,” ujar Ramli, 17 September 2018.

Pada tahun ini saja, lanjutnya, ada 51.000 guru yang pensiun. Akan halnya tahun 2019 ada 60.000-an pensiun. Adapun kuota guru yang diangkat tahun 2018 ini hanya pada kisaran 82.000.

Ambil contoh di Kabupaten Pandeglang, Banten. Setiap tahun, jumlah guru di kabupaten ini  berkurang 200 hingga 300 orang, karena mereka memasuki batas usia pensiun (BUP). Di sisi lain, berkurangnya jumlah guru tersebut tidak diimbangi dengan jumlah penerimaan CPNS guru.

“Setiap tahun kurang-lebih 200 sampai 300 guru pensiun, tetapi untuk penerimaan CPNS nyaris belum. Pada akhir tahun 2018 ini pun, dari kuota penerimaan CPNS yang sekitar 400 orang dibagi untuk pendidikan, kesehatan, dan umum. Jadi, jumlah CPNS untuk guru masih sangat kecil jika dibandingkan dengan yang pensiun,” ungkap Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pandeglang, M. Olis Solihin, 31 Oktober 2018, sebagaimana dikutip banyak media lokal di Banten.

Olis juga mengatakan, akibat kekurangan guru, proses kegiatan belajar dan mengajar di SD dan SMP banyak yang diisi oleh tenaga kerja sukarela (TKS) dan tenaga kerja kontrak (TKK). “Jadi, sekarang ini, tenaga-tenaga pendidik itu dilaksanakan oleh TKS dan TKK,” ujarnya.

Karena kekurangan guru, lanjutnya, kualitas pendidikan di Pandeglang juga menjadi menurun. Karena, menurut Olis lagi, kualitas antara TKS dan TKK tak sama dengan guru yang sesungguhnya. “Bukan kami mengecilkan kualitas TKS atau TKK. Tapi, guru yang sudah PNS kan belajar pedagogi. TKS dan TKK sekarang ini kan hanya mengisi kekosongan daripada murid tidak ada yang mengajar. Mau-tidak mau, suka atau tidak suka, tenaga TKS-lah yang mengajar siswa tingkat SD dan SMP,” katanya.SEBENARNYA, jumlah guru honorer atau yang belum diangkat sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS) tak sedikit jumlahnya. Pada 30 dan 31 Oktober 2018 lalu, misalnya, puluhan ribuan dari mereka melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta. Mereka umumnya adalah guru honorer kategori dua (K2) yang berasal dari berbagai daerah dan menuntut untuk segera diangkat sebagai CPNS. Juga ada yang non-K2.

“Kami menolak konsep pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, P3K, dan mendesak agar diangkat menjadi CPNS,” kata Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsihdi seberang Istana Merdeka, 31 Oktober 2018, sebagaimana diberitakan Antara.

FHK2I  meminta pemerintah menghargai apa yang sudah dilakukan para guru honorer dalam mencerdaskan anak bangsa. Pemerintah diminta berpihak kepada para guru honorer.

Menurut koordinator lapangan aksi unjuk rasa itu, Nurbaiti, para demonstran tidak akan beranjak pergi jika tidak ada kepastian dari pemerintah. “Bahkan, semalam, kami tidur di sini,” ujarnya pada kesempatan yang sama. “Kami tidak bisa lagi bekerja jika tidak diberikan gaji yang cukup.”

Diungkapkan Nurbaiti, para guru honorer tersebut selama ini mendapatkan gaji Rp 400.000 hingga Rp 500.000 per bulan. Gaji itu, kata Nurbaiti lagi, tidak sesuai dengan beban kerja yang ditanggung.

Sementara itu, Koordinator Aksi K2 dan Non-K2 dari Cianjur-Jawa Barat yang ikut aksi unjuk rasa di Jakarta, Faisal, mengatakan mereka ingin tuntutannya dipenuhi Presiden Republik Indonesia. “Kami akan terus aksi sampai tuntutan kami dipenuhi Presiden Republik Indonesia, pengangkatan tanpa ada batas usia,” ujar Faisal. Pemerintah, tambahnya, harus mengeluarkan aturan yang sesuai dengan kondisi setiap daerah, tidak hanya di kota besar.

Dijelaskan Faisal, ia dan koleganya di Cianjur sebelumnya juga telah menggelar aksi mogok mengajar di daerahnya. Mereka meminta Bupati Cianjur mengeluarkan surat keputusan sebagai legalitas kepastian untuk mereka.PRESIDEN JOKO WIDODO sendiri saat ditanya wartawan terkait aksi unjuk rasa para guru honorer tersebut hanya tersenyum. Awalnya, setelah menghadiri Sains Expo di Tangerang Selatan, Banten, 1 November 2018, Jokowi mau berbicara banyak mengenai acara yang baru ia hadiri. Jokowi memang sudah mengingatkan wartawan agar hanya bertanya yang berkaitan dengan acara Sains Expo.  “Tanya soal acara ini saja, lo,” katanya.

Saat ada wartawan yang menanyakan nasib guru honorer yang sedang demonstrasi di depan Istana Merdeka itu, Jokowi tak mengeluarkan sepatah kata pun. Padahal, menurut Titi Purwaningsih sebagaimana diberitakan kompas.com, para guru honorer yang berunjuk rasa sangat mengharapkan bertemu Presiden Jokowi.

“Kami rela tidur di depan Istana, bayar sewa bus jadi lebih mahal, hanya karena ingin mendapat jawaban dari Jokowi,” kata Titi, 1 November 2018.

Sehari sebelumnya, 31 Oktober 2018, mereka memang telah diterima perwakilan Deputi IV Kantor Staf Kepresidenan (KSP). Tapi, kata Titi, pihak KSP tak menjanjikan apa pun mengenai nasib para guru honorer. Permintaan untuk bisa bertemu langsung dengan Presiden Jokowi atau menteri terkait juga ditolak pihak KSP.

“Kami menolak untuk melanjutkan mediasi dengan mereka karena percuma, tidak ada solusi. Mereka pun tidak tahu bagaimana mempertemukan kami dengan presiden,” ujar Titi.

Titi menjelaskan, para guru honorer pada dasarnya hanya menagih janji yang pernah disampaikan Jokowi. Karena, pada Juli 2018 lalu, Titi dan kawan-kawannya pernah bertemu Jokowi dalam acara Asosiasi Pemerintah Daerah.

Ketika itu, ungkap Titi, dirinya mengeluhkan soal nasib guru honorer yang sudah berpuluh tahun mengabdi tapi tak kunjung diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Titi bahkan menyampaikan surat resmi, dengan harapan para guru honorer bisa beraudiensi langsung dengan presiden.

Jokowi saat itu berjanji akan menyelesaikan masalah yang dihadapi guru honorer. “Katanya, ‘Iya, akan diselesaikan’. Kalau tidak ada janji, kami enggak akan nagih. Kalau dari awal bilang tidak bisa kan lebih enak,” tutur Titi lagi.

Titi menilai, apa yang dilakukan pemerintah sekarang ini tak sesuai dengan janji Jokowi. Karena, guru honorer yang bisa mengikuti tes CPNS adalah mereka yang berusia di bawah 35 tahun. Padahal, banyak guru honorer yang sudah berusia di atas itu.

Pihak FHK2I  juga kecewa karena Jokowi justru terkesan menghindari para guru honorer yang sudah datang ke Istana Merdeka untuk menagih janji. Bahkan, saat para guru honorer itu menginap di seberang istana, Jokowi justru memilih blusukan ke pasar di wilayah Bogor, Jawa Barat.

“Kami diabaikan. Senangnya blusukan saja itu presiden, entah ke mana. Kami tidak diperhatikan,” ujar Titi.MENURUT MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pada 2 Oktober 2018, di Indonesia sekarang ini setidaknya ada 736 ribu guru honorer. Adapun dalam seleksi CPNS tahun 2018 ini, pemerintah hanya akan menerima 112 ribuan guru melalui CPNS. Sementara itu, hanya 80 ribuan guru honorer K2 yang dinilai memenuhi syarat untuk mengikuti CPNS. Sisanya terhambat oleh usia dan prasyarat pendidikan sebagaimana  tertera dalan Undang-Undang Aparat Sipil Negara, yakni 35 tahun.

Pemerintah pun, menurut Muhadjir, akan memperjuangkan nasib para guru honorer tersebut dengan mekanisme Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (CP3K). Diakui Muhadjir, P3K tak mendapat uang pensiun.

Namun, nantinya, kata Muhadjir lagi, gaji mereka akan dikelola sehingga mereka akan mendapat jaminan hari tua. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Badan Kepegawaian Negara akan bekerja sama dengan yayasan dana pensiun untuk menangani program ini.

Ia juga mengatakan, penggodokan Calon P3K sudah selesai di kementeriannya dan tinggal menunggu keputusan dari Kementerian Keuangan. “Di Kemendikbud sudah tuntas, tinggal di Kemenkeu,” katanya. [Rafles]