koransulindo.com – Baru-baru ini Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) blak-blakan terkait kondisi PT Perkebunan Nusantara Persero atau PTPN, yang memiliki utang segunung, yakni Rp43 triliun. Utang tersebut merupakan utang PTPN lama.
Saat ini, Erick mengaku tengah berupaya mengatasi utang tersebut, dengan memperpanjangan masa pelunasan utang atau restrukturisasi.
Adapun restrukturisasi yakni beberapa bulan lalu, PTPN melakukan penandatanganan Master Amendment Agreement (MAA) tentang restrukturisasi kredit PTPN III dengan nilai restrukturisasi mencapai Rp28,7 triliun.
Restrukturisasi ini dilakukan dengan sejumlah kreditor, antara lain PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank BRI Agroniaga Tbk (AGRO), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). dan Indonesia Eximbank.
Keenam kreditor tersebut merepresentasikan 68 persen dari total exposure kredit ke PTPN Group yang sebesar Rp45,3 triliun. Adapun rinciannya yakni, PT Bank Mandiri Tbk: ± sebesar Rp12,3 triliun (30%), PT Bank Negara Indonesia Tbk ± Rp6,2 triliun (15%), BRI ± Rp6,1 triliun (14%).
Kemudian, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI): ± Rp2,6 triliun (6%), Bank BCA ± Rp1,1 triliun (3%), serta PT BRI Agroniaga Tbk : ± Rp433 miliar (1%) dengan nilai total Rp28,73 triliun.
Lalu seperti apa rincian utang PTPN yang disebut Erick? Berdasarkan laporan tahunan Holding Perkebunan Nusantara 2019, total utang PTPN mencapai Rp77,656 triliun yang terdiri dari liabilitas jangka pendek Rp36,37 triliun dan liabilitas jangka panjang Rp41,28 triliun.
Berdasarkan laporan tersebut, utang PTPN tercatat naik turun dalam 5 tahun. Pada 2015, total liabilitas sebesar Rp66,09 triliun, kemudian turun menjadi Rp63,9 triliun di 2016, kembali meningkat menjadi Rp66,09 triliun pada 2017, naik lagi ke Rp66,92 triliun di 2018, dan mencapai Rp77,65 triliun pada 2019. Kenaikan utang dari 2018 ke 2019 mencapai Rp13,82 triliun.
Liabilitas jangka pendek terus meningkat sejak 2015, yaitu dari sebesar Rp21,11 triliun menjadi Rp21,6 triliun pada 2016, naik ke Rp23,46 triliun pada 2017, lalu ke Rp24,473 triliun pada 2018, dan lompat ke Rp36,37 triliun di 2019. Pertumbuhan liabilitas jangka pendek dari 2018 ke 2019 mencapai Rp32,71 triliun.
Untuk liabilitas jangka panjang, kenaikannya tidak secepat liabilitas jangka pendek. Pada 2015 tercatat sebesar Rp34,29 triliun. Lalu pada 2016 sebesar Rp42,29 triliun. Meningkat ke Rp42,62 triliun di 2017. Kemudian menjadi Rp42,451 triliun pada 2018. Di 2019, liabilitas jangka panjang menurun tipis 2,83 persen dibanding tahun sebelumnya menjadi Rp41,28 triliun.
Adapun dalam rinciannya, yang tertuang dalam laporan tahunan PTPN 2019 yakni, total liabilitas mencapai Rp77,65 triliun atau naik 16,03 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Utang tersebut terdiri atas utang jangka panjang sebesar Rp41,28 triliun dan utang jangka pendek sebesar Rp36,37 triliun. Jika dilihat lebih jauh, anak-anak perusahaan PTPN memiliki utang yang beragam.
Dalam laporan tahunan 2019, PTPN II memiliki utang dengan total Rp5,4 triliun. Sementara PTPN IV menanggung beban utang dua kali lebih besar hingga Rp10,83 triliun.
Pada tahun yang sama, PTPN V memiliki liabilitas hingga Rp7,4 triliun dan angka ini naik pada tahun berikutnya hingga Rp7,6 triliun. Utang PTPN V didominasi oleh utang jangka panjang dengan nilai Rp5,3 triliun.
PTPN VII yang bergerak di bidang karet dan kelapa sawit juga memiliki utang hingga Rp11,56 triliun. Jumlah ini naik pada 2020 dengan total Rp12,25 triliun.
PTPN IX yang bergerak di bidang kebun dan nonkebun turut, membukukan utang hingga Rp3,5 triliun. Sementara utang PTPN X yang mencapai Rp3,5 triliun justru mengalami penurunan dibandingkan 2018.
PTPN XI mencatatkan utang senilai Rp4,14 triliun. Kemudian, PTPN XII memiliki utang hingga Rp5 triliun dengan kenaikan hingga Rp400 miliar dibandingkan 2018.
Pada 2018, PTPN XIII memiliki utang Rp6,8 triliun. Sedangkan PTPN XIV memiliki utang terendah di antara seluruh anak perusahaan sebesar Rp1,18 triliun.
Walau dipenuhi dengan segudang utang, Erick mengatakan PTPN telah berhasil melakukan restrukturisasi utang. Tapi demikian, masalah keuangan perusahaan belum tentu selesai.
Dengan demikian, PTPN harus melakukan efisiensi secara besar-besaran pada bidang operasional dan menaikkan produksi untuk melunasi utang-utang yang ada. [WIS]
Baca juga: