Koran Sulindo – Sekretaris eksekutif I komite penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional Raden Pardede menyebutkan, saat ini daya beli masyarakat melemah karena pendapatan mereka menurun.
Salah satu penyebab daya beli masyarakat turun akibat pemutusan hubungan kerja sebagai dampak pandemi virus corona atau Covid-19.
“Jumlah orang yang tidak bekerja makin banyak, perusahaan enggan merekrut pekerja, bahkan yang kerja dirumahkan,” kata Pardede dalam diskusi daring di Jakarta, Senin (5/10).
Selain PHK, penurunan pendapatan juga disebabkan pengurangan gaji hingga omzet usaha. Indikator pendapatan masyarakat menurun itu antara lain penurunan perdagangan industri ritel, penurunan produksi usaha, penurunan nilai tukar petan, dan penurunan pendapatan pekerja.
Penurunan daya beli masyarakat itu, kata Pardede, sejalan dengan laju inflasi saat ini yang rendah atau terkontraksi 0,1 persen pada Juli 2020 dan dua kali berturut-turut pada Agustus dan September 2020 kontraksi 0,05 persen.
Dengan kondisi itu, ujar Pardede, saat ini memasuki deflasi atau harga tidak mengalami kenaikan karena sepi permintaan.
Begitu juga pertumbuhan ekonomi menurun, kata Pardede, mengalami kontraksi 5,32 persen pada kuartal II 2020 dan diproyeksikan kembali kontraksi meski membaik mencapai 2 persen pada kuartal III 2020.
Meski diproyeksi terjadi perbaikan pada kuartal ketiga 2020, kata Pardede, pertumbuhan ekonomi yang negatif dalam dua kuartal berturut-turut merupakan resesi ekonomi.
“Permintaan jauh lebih kecil dari suplai, akibatnya harga turun karena permintaan turun. Akibat dari penurunan daya beli itu direfleksikan di mana konsumsi dan investasi mengalami kontraksi,” ucap Pardede.
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan hingga 31 Juli 2020, jumlah pekerja formal maupun informal yang terdampak Covid-19 mencapai lebih dari 3,5 juta.
Dari jumlah itu, data yang sudah disaring melalui BPJS Ketenagakerjaan mencapai 2,14 juta pekerja terdampak dengan rincian pekerja formal dirumahkan mencapai 1,13 juta, pekerja formal di-PHK 383 ribu dan pekerja informal terdampak mencapai 630 ribu orang. [WIS]