BRI menjadi salah satu BUMN dengan utang terbesar.

Koran Sulindo –Utang yang harus dipikul Badan Usaha Milik Negara jangan sampai membuat badan usaha terus menerus berutang  terutama utang dalam bentuk mata uang asing berpotensi membahayakan perekonomian nasional.

Peringatan tersebut disampaikan Anggota Komisi VI DPR Lili Asdjudiredja dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian BUMN.

Lili menyebut utang dalam mata uang asing sangat sangat berbahaya di tengah fluktuasi mata uang yang tak bisa diprediksi.

“Kalau ini terjadi terus menerus saya khawatirkan apakah utang luar negeri ini tidak membahayakan,” kata Lili di Ruang Rapat Komisi VI, Gedung DPR Senayan, Senin (3/12).

Lebih lanjut Lili menambahkan utang luar negeri tidak boleh dianggap remeh karena memberikan pengaruh besar yang jika terjadi gagal bayar bakal memiliki risiko di masa depan.

“Jangan sampai kita dikendalikan. Jangan sampai kebablasan, masa negara kita yang kaya raya minjem terus minjem terus,” kata Lili.

Ia menyebut meski saat ini rupiah mulai menguat dibanding mata uang lainnya terutama dolar AS, situasi bisa saja tiba-tiba berubah menjadi sebaliknya.

Diketahui berdasarkan informasi yang dipaparkan dalam RDP tersebut diketahui 10 BUMN dengan utang terbesar. Termasuk di antaranya adalah Bank Rakyat Indonesia hingga Pupuk Indonesia.

Total utang dari 10 BUMN itu jumlahnya adalah Rp 4.478 triliun atau 84,9 persen dari total utang BUMN yang jumlahnya mencapai Rp 5.271 triliun.

Meski begitu, menurut Deputi Bidang Restrukturisasi Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro, BUMN-BUMN itu masih memiliki kesanggupan membayar utang dengan aman jika dibandingkan dengan asetnya.

“Dari 10 BUMN dengan utang terbesar dapat disimpulkan relatif menunjukkan kesanggupan membayar utang jangka panjang dan pendek serta dapat dikatakan aman,” kata dia.

Dari 10 BUMN yang memiliki utang terbesar itu di antaranya adalah BRI sebesar Rp 1.008 triliun, Bank Mandiri Rp 997 triliun, BNI Rp 660 triliun, PLN Rp 543 triliun, Pertamina Rp 522 triliun, BTN Rp 249 triliun, Taspen Rp 222 triliun, Waskita Karya Rp 102 triliun, Telkom Rp 99 triliun dan Pupuk Indonesia sebesar Rp 76 triliun. [TGU]