TEH adalah minuman yang mengandung kafeina, sebuah infusi yang dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman Camellia sinensis dengan air panas. Teh yang berasal dari tanaman Camellia sinensis dibagi menjadi empat kelompok: teh hitam, teh oolong, teh hijau, dan teh putih. 

Pada kenyataannya Istilah “teh” juga digunakan untuk minuman yang dibuat dari buah, rempah-rempah atau tanaman obat lain yang diseduh, misalnya teh rosehip, camomile, krisan dan jiaogulan. Teh yang tidak mengandung daun teh disebut teh herbal.

Teh merupakan sumber alami kafeina, teofilin, dan antioksidan dengan kadar lemak, karbohidrat atau protein mendekati nol persen. Cita rasa yang agak pahit dari teh merupakan kenikmatan tersendiri bagi penikmat teh.

Sejarah Teh

Negeri Tiongkok adalah tempat lahirnya teh. Di sanalah pohon teh Tiongkok (Camellia sinensis) ditemukan dan berasal, tepatnya di provinsi Yunnan, di bagian barat daya Tiongkok. Iklim Yunnan yang tropis dan subtropis, yaitu hangat dan lembap menjadi tempat yang sangat cocok bagi tanaman teh. Bahkan tanaman teh yang mencapai berusia 800 tahun juga ditemukan di tempat ini.

Teh China pada awalnya memang digunakan untuk bahan obat-obatan (abad ke-8 SM). Orang-orang Tiongkok pada waktu itu mengunyah teh (770 SM–476 SM) mereka menikmati rasa yang menyenangkan dari sari daun teh. Teh juga sering kali dipadukan dengan ragam jenis makanan dan racikan sup.

Teh di Jepang 

Di Jepang, konsumsi teh menyebar melalui kebudayaan Tiongkok yang akhirnya menjangkau setiap aspek masyarakat. Bibit teh dibawa ke Jepang oleh seorang pendeta Buddha bernama Yeisei yang melihat bahwa teh China mampu meningkatkan konsentrasi saat bermeditasi. Teh diminati pula dalam kekaisaran Jepang, yang kemudian menyebar dengan cepat di kalangan istana dan masyarakat Jepang. Teh bahkan menjadi budaya dan bagian dari seni yang dituangkan dalam upacara teh Jepang (Cha-no-yu atau air panas untuk teh). Ritual cha-no-yu sangat menjunjung tinggi kesempurnaan, kesopanan, pesona, dan keanggunan.

Teh Sampai ke Dunia Belahan Barat

Budaya mengonsumsi teh yang sudah dilakukan di Tiongkok dan Jepang ternyata menjadi buah bibir di Eropa. Orang Eropa yang secara personal menemukan teh dan kemudian menulis tentangnya adalah biarawan Jesuit Jasper de Cruz pada tahun 1560.

Portugis pun menjalin hubungan dagang dengan Tiongkok, dan mengembangkan jalur dagang dengan mengapalkan teh ke Lisbon dan kemudian kapal-kapal Belanda juga  berangkat ke Prancis, Belanda, dan negara-negara Baltik. Dan teh pun kemudian semakin populer di dunia Barat.

Teh sampai di Eropa yaitu pada zaman Elizabeth I dan kemudian populer dan menjadi tren dalam masyarakat Belanda. Teh menjadi minuman yang mahal pada waktu itu (lebih dari $100 per pon), sehingga para pedagang teh mendapatkan kemakmuran darinya. 

Teh kemudian menjadi bagian dari masyarakat  Eropa dan ragam kombinasi konsumsi teh pun dicoba, seperti mencampurkannya dengan susu. Pada masa itu pun, teh disajikan pertama kali di restoran. Kedai minuman pun memberikan perkakas teh portabel lengkap disertai alat pemanasnya.

Pada tahun 1650, orang-orang Belanda sangat aktif dalam perdagangan hingga Peter Stuyvesant yang adalah Direktur Jenderal terakhir di koloni Belanda Baru, membawa teh China ke Amerika pertama kali untuk koloninya (kini New York).

Teh Sampai ke Indonesia 

Teh dikenalkan dari Jepang oleh orang Jerman, Andreas Cleyer pada 1664 dan ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta. Pada 1827, teh dibudidayakan dalam skala besar di Kebun Percobaan Cisurupan, Jawa Barat. Selanjutnya, teh mulai berkembang di Jawa. Setelah itu Camellia sinensis var. assamica (Masters) tipe Chang dibawa oleh Rudolf Edward Kerkhoven pada 1877 ke Jawa dari Sri Lanka (Ceylon) dan ditanam di kabupaten Gambung, Jawa Barat (saat ini kantor Pusat Penelitian Teh dan Kina Indonesia).

Tanaman Teh

Temperatur dan kelembaban yang konstan adalah keadaan ideal untuk pertumbuhan tanaman teh. Kondisi tersebut dapat ditemukan di wilayah iklim tropis dan subtropis di Asia tempat dimana lebih dari 60% teh dunia diproduksi. Dataran tinggi yang dingin merupakan tempat paling baik untuk memproduksi daun teh berkualitas tinggi. 

Dua negara yang mendominasi produksi teh global adalah Cina dan India. Bersama-sama kedua negara ini berkontribusi untuk hampir setengah dari produksi teh dunia.

Indonesia saat ini adalah produsen teh terbesar ketujuh di dunia. Kendati begitu, karena prospek bisnis yang menguntungkan dari kelapa sawit, hasil produksi teh telah menurun di beberapa tahun terakhir karena beberapa perkebunan teh telah diubah menjadi perkebunan kelapa sawit, sementara perkebunan-perkebunan teh yang lain telah menghentikan produksi untuk memproduksi sayuran atau produk pertanian lain yang lebih menguntungkan. Meskipun ada penurunan luas lahan, jumlah produksi teh tetap relatif stabil. Hal ini mengindikasikan bahwa perkebunan-perkebunan teh yang tersisa menjadi lebih produktif.

Provinsi-provinsi yang memproduksi teh paling banyak di Indonesia adalah: Jawa Barat (menyumbang sekitar 70% dari produksi teh nasional), Jawa Tengah dan Sumatera Utara.

Hampir setengah dari produksi teh Indonesia diekspor keluar negeri. Pasar ekspor utamanya adalah Rusia, Inggris, dan Pakistan. Teh Indonesia yang diekspor terutama berasal dari perkebunan-perkebunan besar di negara ini, baik yang dimiliki negara maupun swasta (biasanya menghasilkan teh bermutu tinggi atau premium), sementara mayoritas petani kecil lebih berorientasi kepada pasar domestik (karena teh yang dihasilkan berkualitas lebih rendah dan karenanya memiliki harga penjualan yang lebih murah). Petani-petani kecil ini, yang kebanyakan menggunakan teknologi lama dan metode-metode pertanian yang sederhana, biasanya tidak memiliki fasilitas pengolahan. 

Pasar domestik teh tidaklah besar, direfleksikan oleh tingkat konsumsi teh per kapita Indonesia yang rendah. Pada tahun 2014, penduduk Indonesia mengkonsumsi rata-rata 0,32 kilogram teh per orang per hari (rata-rata dunia adalah 0,57 kilogram in 2014, sementara Turki jelas merupakan pengkonsumsi terbesar dengan 7,54 kilogram).

Dibandingkan dengan negara-negara utama penghasil teh lainnya, hasil produksi (per hektar) Indonesia rendah karena kebanyakan petani kecil kekurangan kemampuan finansial dan keahlian untuk mengoptimalkan produksi, sementara sebagian besar dari teh Indonesia ditumbuhkan dari biji dan bukannya dari hasil stek daun teh.

Teh Indonesia dikenal karena memiliki kandungan katekin (antioksidan alami) tertinggi di dunia. Kebanyakan produksi teh Indonesia adalah teh hitam, diikuti oleh teh hijau.

Prospek Industri Teh

Konsumsi teh global diproyeksikan akan meningkat hampir 3% setiap tahunnya selama satu dekade mendatang. Kendati begitu konsumsi minuman teh dingin telah bertumbuh dengan kuat di beberapa tahun terakhir. Impor teh, meskipun berasal dari jumlah yang kecil, telah meningkat di periode Reformasi (terutama dari Vietnam). Impor-impor semacam ini dipandang sebagai ancaman untuk penjualan dan margin keuntungan para produsen lokal dan karenanya penting untuk mendongkrak produksi teh di Indonesia.

Kementerian Pertanian Indonesia mengumumkan di tahun 2014 bahwa kementerian ini akan menduakali lipatkan anggaran untuk revitalisasi perkebunan-perkebunan teh negara ini (terutama di Jawa Barat karena sekitar 60% perkebunan teh di Indonesia berlokasi di sana) dalam rangka mendongkrak hasil produksi teh Indonesia. Anggaran ini akan digunakan untuk program intensifikasi (yang termasuk distribusi pupuk) untuk 1.700 hektar dan program rehabilitasi (yang mencakup distribusi biji dan pupuk) untuk 1.500 hektar perkebunan teh.

Kekhawatiran yang lain adalah Indonesia memiliki karakteristik infrastruktur yang lemah (baik kuantitas maupun kualitas). Situasi ini menyebabkan biaya-biaya logistik meningkat tajam, membuat biaya transportasi teh dari perkebunan menuju fasilitas pengolahan dan kemudian ke outlet retail lebih mahal dari seharusnya. [S21]