Naik Tensi, Rusia dan AS Siap Perang di Suriah

Koran Sulindo – Angkatan Laut Rusia dijadwalkan menggelar latihan perang di lepas pantai Suriah di tengah ancaman serangan rudal AS atas tuduhan penggunaan senjata kimia oleh rezim Bashar al-Assad.

Laporan media Rusia, Pravda.ru melaporkan latihan angkatan laut tersebut termasuk melokalisir ruang udara di wilayah pesisir Suriah meski sejauh ini belum ada konfirmasi resmi dari Kremlin.

Wilayah yang digunakan sebagai tempat latihan tersebut terletak di perairan internasional Laut Mediterania yang berbatasan dengan perbatasan Suriah. Area ini menurut rencana bakal ditutup jam 10.00 hingga 18.00 waktu Moskow pada 11-12 April, 17-19 April dan pada 25-26 April 2018.

Di perairan ini Rusia setidaknya memiliki 15 kapal perang dan kapal logistik serta sejumlah kapal selam dari Armada Laut Hitam, termasuk frigat Laksamana Grigorovich dan Laksamana Essen yang dipersenjatai dengan rudal jelajah Kalibr.

Latihan perang tersebut dianggap sebagai tanggapan langsung atas ancaman serangan militer AS ke Suriah.

Sementara itu menurut Washington Times bertepatan latihan perang AL Rusia di lepas pantai Suriah, AL AS juga mengirimkan tambahan kekuatan berupa kapal perang dari perairan Mediterania Timur.

Di antara kapal-kapal yang dikirim itu termasuk USS Ramage, USS Mahan, USS Gravely dan USS Barry yang rata-rata dipersenjati dengan rudal balistik.

AS juga mengiriman gugus tempur dari kapal induk USS Truman yang dikawal penjelajah kelas Ticonderoga USS Normandy serta perusak USS Arleigh Burke, USS Bulkeley, USS Forrest Sherman dan USS Farragut.

Menurut Pravda Ketua Komite Pertahanan di Duma Vladimir Shamanov menegaskan AS sejauh tak menginformasikan mendekatnya gugus tempur itu ke pangalan AL Rusia di Tartus.

“Sekelompok kapal AL AS muncul pada jarak 150 mil dari wilayah Tartus. Meski ini hal yang umum dalam praktik internasional, mereka yang ada di sana mestinya harus diberitahu sebelumnya. Kami belum diberitahu,” kata Shamanov.

Sementara itu Duta Besar Rusia di PBB Vasily Nebenzia juga menyatakan penegasan bahwa Amerika akan menghadapi “konsekuensi serius” jika mereka menyerang Suriah.

“Kami berulang kali memperingatkan AS tentang konsekuensi yang sangat negatif yang mungkin mengikuti jika mereka melakukan serangan terhadap pemerintah Suriah yang sah.”

Sebelumnya, Presiden Donald Trump mengancam bakal menjatuhkan hukuman atas penggunaan senjata kimia oleh Damaskus terhadap teroris di Ghouta Timur. Ia bahkan memperingatkan Rusia sekaligus berhenti mendukung Bashar al-Assad.

Baca juga: Lagu Lama, Serangan Kimia Jadi Dalih Intervensi di Suriah

Para hawkish di Pentagon menyarankan jika Trump memutuskan untuk mengambil tindakan militer pada pemerintah Suriah, AS harus melakukan serangan yang lebih luas dibanding serangan rudal yang pernah dilakukan pada Pangkalan Udara Shayrat tanggal 6 April 2017 silam.

“Agar pesan itu benar-benar menimbulkan rasa sakit yang cukup bagi pemerintah Assad, dan pesan yang dikirim Trump bisa dipahami, AS harus memukul paket target yang lebih luas,” kata seorang analis di Pentagon. “Pada dasarnya itu harus melumpuhkan kemampuan militer Assad.”

Menanggapi ancaman itu, Duta Besar Rusia di Libanon mengaskan bahwa militer Rusia akan menembak jatuh setiap upaya serangan rudal AS sekaligus menargetkan lokasi peluncurannya, dan itu bisa berarti kapal perang AS.

Di Suriah, Rusia telah menempatkan sistem pertahanan rudal S-400 Triumf yang diperkirakan bakal efektif melawan serangan rudal AS. Memiliki jangkauan hingga 250 mil dan kecepatan hingga 6 kali kecepatan suara dan dengan penempatan di Latakia sistem ini praktis melindungi hampir semua wilayah udara Suriah di barat dan tengah. Rudal ini secara langsung menjangkau pangkalan udara di Incirlik, Turki, di mana sebagian besar kekuatan tempur AU AS ditempatkan.

Kremlin memang secara strategis bakal rugi jika sengaja memulai perang. Namun, penggunaan sistem pertahanan rudal jelas diizinkan jika personel-personel militer Rusia menjadi sasaran langsung serangan AS.

Baik AS maupun Rusia bakal sangat berhati-hati untuk menghindari serangan langsung satu sama lain. Di masa lalu kondisi itu bisa diatasi ketika Washington memberi tahu Moskow sebelum serangan ke Pangkalan Udara Shayrat.

Pemberitahuan itu mencegah Rusia untuk menembak jatuh rudal Tomahawk ketika mendekati sasaran.

Di sisi lain ‘kecelakaan’ atau ‘kesalahan’ identifikasi target bukan hal yang mustahil terjadi seperti pada kasus serangan jet AS  yang secara ‘tidak sengaja’ menghancurkan posisi pasukan Suriah pada September 2016 di Deir Ezzor yang menewaskan enam puluh dua personel. Pada kali yang lain, giliran pasukan khusus AS juga nyaris dihantam serangan udara Rusia pada 1 Maret silam.

Dengan penumpukan armada tempur baik oleh Rusia maupun AS di Mediterinia timur, yang dibutuhkan untuk memicu sebuah perang dunia hanyalah tembakan peluru tunggal sengaja atau tidak.

Tembakan langsung itu dipastikan bakal menuai respon tak terkira bahkan termasuk penggunaan kekuatan nuklir. (TGU)