Koran Sulindo – Banyak anggota masyarakat protes atas naiknya harga tiket pesawat. Bahkan, ada yang kemudian membuat petisi ke Presiden Joko Widodo di situs change.org, yang diinisiasi oleh Iskandar Zulkarnaen.
Menurut Iskandar, harga rata-rata tiket pesawat domestik pada Januari 2019 di atas Rp 1 juta. Padahal, masa padat penumpang karena musim liburan sudah berlalu.
Karena banyak anggota masyarakat yang protes, Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Air Carriers Association/INACA) akhirnya sepakat menurunkan harga tiket pesawat. Langkah INACA ini diapresiasi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi
“Kalau waktunya, saya serahkan kepada mereka. Yang pasti, saya mengapresiasi INACA, yang sudah memberikan suatu solusi bagi apa yang menjadi permasalahan masyarakat. Insya Allah tarif tersebut merupakan tarif yang cukup baik,” kata Budi Karya setelah mengadakan pertemuan dengan para pilot, Ahad (13/1).
Dijelaskan Budi Karya, persoalan itu sudah didiskusikan dengan INACA. “Dari diskusi itu, kami meminta INACA untuk melakukan peninjauan kembali tarif yang telah ditetapkan,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua INACA Ari Ashkara dalam konferensi pers pada hari ini juga di Jakarta telah menjelaskan, pihaknya sudah melakukan diskusi internal sejak pekan lalu. Ari memastikan INACA mendengar keresahan masyarakat dan juga mendengar pendapat para direktur utama maskapai.
Keputusan tersebut juga diambil berdasarkan komitmen positif dari anggota INACA dan para pemangku kepentingan, yakni PT Angkasa Pura I, Angkasa Pura II, Airnav, dan PT Pertamina. “Sejak Jumat lalu, kami sudah menurunkan harga domestik, khususnya Jakarta-Denpasar dan Jakarta-Yogyakarta. Walau di tengah kesulitan maskapai nasional yang ada, kami lebih mendengar keluhan masyarakat. Intinya seperti itu,” tutur Ari, yang juga Direktur Utama PT Garuda Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Ari juga meminta pemerintah turun tangan untuk mengatasi persoalan mahalnya harga tiket pesawat. Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Pertamina. Kendati belum mendapatkan komitmen pasti sejauh apa kontribusi pemerintah, Ari mengaku mendapat sinyal positif.
“Dari INACA, kami berharap bisa menurunkan cost atau tarif atau harga variabel cukup signifikan. Kami berharap Pertamina bisa menurunkan [avtur] 10 persen,” ujarnya. Memang, bahan bakar sejauh ini menjadi variabel terbesar dalam pembiayaan bisnis penerbangan, 40% hingga 50%.
Terkait akan adanya bagasi berbayar pada tiga maskapai penerbangan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga meminta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi membatalkan rencana tersebut. Citilink Indonesia, Lion Air, dan Wings Air memang sempat mewacanakan bagasi berbayar bagi penumpang kelas ekonomi di penerbangan domestik. Menurut YLKI, keputusan ketiga maskapai penerbangan itu berpotensi melanggar hak konsumen.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, penerapan bagasi berbayar merupakan kenaikan tarif terselubung. “Bisa menyentuh batas atas tarif,” ujar Tulus. Kalau tarif batas atas terlewati, harga tiket maskapai-maskapai berbiaya rendah (low cost carrier) tersebut bisa setara dengan tiket maskapai dengan pelayanan penuh, seperti Garuda Indonesia dan Batik Air. “Ini jelas tidak adil bagi konsumen,” katanya. [RAF]