Pembangunan 13 bendungan untuk mendukung ketahanan air dan pangan [Foto: detik.com]

Koran Sulindo – Dunia dan juga Indonesia menghadapi dua tantangan sekaligus dewasa ini. Tantangan kritis itu berkaitan dengan pangan dan energi. Keterbatasan lahan dan energi fosil membutuhkan sejumlah terobosan terutama di bidang teknologi untuk memecahkan kedua persoalan itu.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan, penyediaan ketahanan pangan tidak sekadar meneliti soal produksi pangan dan kebijakan konsumsi. Di luar masalah itu, penting untuk meneliti soal distribusi dan harga pangan.

“Ini juga elemen penting untuk dibahas. Kedua hal ini menjadi penting untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan,” kata Bambang seperti dikutip tempo.co pada Senin (14/8).

Berkaitan dengan ketahanan pangan ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendukungnya lewat pembangunan waduk, embung dan jaringan irigasi yang tersebar mulai dari Aceh hingga Papua. Sepanjang 2015 hingga 2019, Kementerian PUPR menargetkan pembangunan 65 bendungan.

“Itu untuk mendukung ketahanan air dan ketahanan pangan meliputi pembangunan lanjutan 16 bendungan yang belum selesai pada 2014 dan 49 bendungan baru,” tulis Kementerian PUPR di laman resminya.

Bambang juga menyoal kecukupan protein bagi masyarakat Indonesia. Itu penting untuk menjaga dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Oleh karenanya perlu memaksimalkan pemanfaatan protein yang bersumber dari laut, semisal memelihara perikanan secara berkelanjutan.

Dari sisi energi, stok energi fosil dan batu bara Indonesia semakin terbatas. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah mencanangkan pada 2025 dan 2050 energi baru terbarukan memegang 23 persen dan 31 persen dari bauran energi nasional.

Ia mengakui untuk mencapai target tersebut tidak mudah, apalagi dibutuhkan kepastian soal jenis energi terbarukan apa yang perlu ditingkatkan. Juga berkaitan dengan biaya tinggi dalam mengembangkan energi baru terbarukan. Sedangkan, pengembangan energi nuklir masih berisiko dan masyarakat masih resisten. [KRG]