4. Bori Parinding
Bori Parinding yang juga dikenal sebagai Rante Kalimbuang, mulai digunakan pertama kali pada tahun 1717 oleh Ne’ Ramba’. Bori Parinding merupakan tempat pelaksanaan upacara kematian rapasan bagi delapan tongkonan yang tersebar di sekitarnya. Tongkonan tertua adalah Tongkonan Lumika yang berada di sisi barat laut rante dan memiliki luas sekitar 736 m2. Situs Bori Parinding merupakan kombinasi antara lapangan upacara dan lokasi pekuburan.
5. Papa Batu
Papa Batu dibangun oleh Nek Buntu Batu dan telah berdiri sekitar kurang lebih 10 abad. Tongkonan memiliki 1 buah lumbung. Atap tongkonan terbuat dari batu, berbeda dengan tongkonan lainnya di Toraja. Di bagian depan tongkonan yakni di keempat tiang rumah dan tiang utama tongkonan dipenuhi oleh tanduk kerbau.
6. Sillanan
Terdapat 8 tongkonan induk, 5 tongkonan berada pada satu area dan 3 tongkonan masing-masing terpisah letaknya. Areal ini memiliki luas wilayah sekitar 3,17 Ha. Lokasi ini berada di atas bukit.
7. Londa
Londa memiliki lorong gua alami yang sangat panjang, dan menurut penuturan masyarakat panjangnya bisa mencapai 1,2 km. Peti-peti kubur dalam jumlah yang banyak bisa dijumpai di dalam lorong-lorong gua yang diletakkan di lantai dan dinding gua. Bekal kubur juga banyak dijumpai di sekitar peti kubur dan biasanya merupakan benda-benda kesenangan dari orang yang dikuburkan.
Area ini merupakan lokasi penguburan bagi masyarakat umum. Orang dengan status sosial tinggi dikuburkan di lubang gua bagian atas perbukitan atau di tebing bukit karst yang tinggi dan dibuatkan patung (tau-tau) sebagai personifikasi orang yang dimakamkan dan ditempatkan tidak jauh dari peti kuburnya (erong). Peti kubur mereka ada yang digantung di tebing dan ada pula yang dibuatkan lubang (liang pa’a) sebagai tempat menyimpan peti kuburnya.
Baca juga: Jong Bayan: Penutup Kepala Perempuan Khas Lombok Utara NTB
***
Tana Toraja telah masuk sebagai daftar usulan calon nominasi (tentative list) Situs Warisan Dunia UNESCO dalam kategori budaya pada 6 Oktober 2009. Ini adalah daftar yang memuat berbagai tempat yang diajukan setiap negara untuk dinominasikan sebagai calon Situs Warisan Dunia. Setelah menjadi nominasi, dan melalui proses evaluasi, Komite Warisan Dunia (UNESCO World Heritage Committee) menetapkan layak tidaknya sebuah tempat menjadi Situs Warisan Dunia.
Tana Toraja adalah satu dari 20 tempat di Indonesia yang masuk sebagai daftar tentatif, di samping delapan Situs Warisan Dunia asal Indonesia yang telah diresmikan UNESCO. Setiap tahunnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan berperan aktif mengusulkan situs-situs warisan budaya Indonesia ini ke UNESCO.
Permukiman Tradisional dan budaya Tana Toraja masih mempertahankan karakteristik budaya Austronesia awal. Ini dapat ditunjukkan oleh kosmologi Toraja, upacara, pengaturan pemukiman, rumah, dekorasi, dan peran kerbau. Dalam hal ini, warisan memiliki nilai ilmiah yang sangat diperlukan sebagai sumber analogi untuk mempelajari masa lalu.
Unsur-unsur Permukiman Tradisional Tana Toraja, seperti rumah tongkonan, penataan pemukiman, dan seni dekoratif, menunjukkan desain yang luar biasa, teknik, konsep fungsional, dan pengerjaan. Karenanya, warisan itu pasti memiliki nilai seni dan teknis yang relatif. Warisan ini pun terus hidup dan menjadi nilai yang selaras dengan budaya masyarakat Toraja saat ini. [Ahmad Gabriel]