Koran Sulindo – Oase kesenian terbesar di Jakarta, Taman Ismail Marzuki atau TIM, pada 10 November 2018 kemarin tepat berusia 50 tahun. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ada berbagai acara digelar untuk merayakan hari jadi itu, mulai dari pertunjukan teater sampai pertunjukan musik.
Tahun ini, menurut pegawai Hubungan Masyarakat TIM Eko Wahyu, ada 57 pengisi acara dan ada 100 lebih seniman yang terlibat. Pembukaan perayaannya sendiri dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Dalam kesempatan itu, Anies mengungkapkan, TIM akan direvitalisasi mulai tahun depan, 2019. “Pemenang sudah ditentukan lama, sudah 10 tahun lalu. Termasuk juga pemenang sayembara desain. Mudah-mudahan tahun depan revitalisasi Taman Ismail Marzuki akan kami lakukan,” tutur Anies di TIM, Jalan Cikini Raya 73, Jakarta Pusat, Sabtu (10/11).
Harapannya setelah direvitalisasi, lanjutnya, TIM akan menjadi pusat kebudayaan terbesar di Asia Tenggara. Lebih jauh, ia berharap Jakarta bisa menjadi salah satu barometer kesenian dunia.
“Ekosistem harus dibangun. Bila bicara kesenian dunia, Jakarta harus ada dalam radar pusat kebudayaan dunia. Jakarta harus menjadi alternatif,” katanya.
Pemprov DKI juga telah secara resmi mendapatkan sertifikat tanah TIM dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dengan sertifikat tersebut, Pemprov DKI dapat mengelola TIM dengan lebih baik. “BPN telah meyerahkan sertifikat tanah. Dengan adanya sertifikat ini, resmi TIM bagian dari aset Pemprov DKI. Dengan begitu, kami punya keleluasaan,” ujar Anies.
Dalam kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Asiantoro mengatakan, dalam revitalisasi itu nantinya akan ada banyak perubahan. Salah satunya adalah diubahnya bioskop ke fungsi awalnya, sebagai gedung pertunjukan.
“Dulu kan tidak ada bioskop, jadi kami ingin kembalikan fungsinya. Ekosistemnya tetap berjalan untuk kesenian,” ungkap Asiantoro.
Soal ini, lanjutnya, sudah dikoordinasikan dengan penyewa gedung bioskop, sehingga diharapkan penghilangan bioskop nanti tidak ada masalah. “Ya kan dia sebagai penyewa, itu kan punya kami, kenapa jadi masalah? Enggak ada masalah kan? Yang jelas, itu dipakai gedung panjang nanti untuk mengakomodasi semua aktivitas di sini,” kata Asiantoro lagi.
Rencananya, revitalisasi TIM dilaksanakan dalam dua tahap melalui BUMD Jakarta Propertindo. Tahap pertama tahun 2019 akan menghabiskan biaya sekitar Rp 500 miliar, sementara tahun berikutnya menelan biaya Rp 1,3 triliun. “Ya, nanti dua tahun,” ujarnya.
Nantinya, ungkap Asiantoro, TIM akan terbuka bagi seniman. Juga akan ada tim dari Pemprov DKI Jakarta yang melakukan kurasi untuk acara-acara yang akan tampil di TIM. “Nanti kan ada tim kurator. Jadi, yang tampil enggak seadanya. Enggak boleh,” katanya.
TIM dibangun semasa Gubernur Ali Sadikin dan diresmikan pada 10 November 1968. Nama Ismail Marzuki disematkan pada pusat kesenian terbesar di Jakarta ini sebagai penghargaan kepada komponis besar dari Batavia atau Betawi, Ismail Marzuki (1914-1957). Sepanjang hidupnya, Ismail Marzuki telah menciptakan lebih dari 200 komposisi lagu, termasuk lagu-lagu perjuangan, antara lain “Halo-Halo Bandung”, “Berkibarlah Benderaku”, “Indonesia Pusaka”, dan “Sepasang Mata Bola”.
Area TIM tadinya adalah kebun binatang dan menjadi bagian dari Taman Raden Saleh, yang tadinya merupakan milik maestro lukis Raden Saleh Sjarif Boestaman. Luas area keseluruhannya adalah 9 hektare.
Pada masa ini bahkan ada arena balap anjing di dalamnya. Kemudian juga ada dua gedung bioskop, Garden Hall dan Podium. Ketika Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki didirikan, tempat ini benar-benar menjadi pusat aktivitas kesenian dan menjadi saksi atas lahirnya banyak karya seni inovatif dari para pekerja seni di Indonesia.
TIM memang dengan cepat menjadi barometer kesenian di Tanah Air. Apalagi, banyak seniman besar Indonesia juga mengambil bagian dalam upaya menghidupkannya, misalnya Rendra, Teguh Karya, Arifin C. Noer, Sardono W. Kusumo, Farida Oetojo, Slamet Abdul Sjukur, Wahyu Sihombing, Suyatna Anirun, Huriah Adam, Affandi, Trisno Soemardjo, Hendra Gunawan, Agus Djaya, Oesman Effendi, S. Sudjojono, Rusli, Rustamadji, dan Mustika.
Logo “Cipta” yang dipakai sebagai logo TIM dibuat oleh pelukis Oesman Effendi. Logi ini berupa pohon kelapa atau pohon nyiur, yang setiap bagiannya bisa dimanfaatkan. [PUR]