Sulindomedia – Reklamasi Teluk Jakarta terus menguarkan bau busuk, karena berbagai cara dilakukan pengembang untuk mewujudkan keinginan mereka. Selain melakukan penyuapan terhadap anggota DPRD, pengembang juga ternyata memalsukan tanda tangan warga. Ini diungkapkan Ketua RW 11, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara, Hafidin.
Menurut Hafidin, tanda tangannya telah dipalsu oleh pengembang sebagai bentuk persetujuan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) proyek tersebut. “Tanda tangan saya dipalsu pengembang. Saya waktu itu cuma tanda tangan hadir. Tapi, pihak Pluit City bilang itu persetujuan Amdal,” ujar Hafidin di Kantor RW 11, Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara, Ahad (17/4/2016).
Lebih lanjut dia mengungkapkan, PT Muara Wisesa selaku anak perusahaan PT Agung Podomoro Land pada 2012 lalu melakukan sosialisasi di wilayahnya tentang reklamasi. Puluhan ketua RW di Pluit, dan tokoh masyarakat hadir dalam acara itu dan menandatangi daftar hadir. Tapi, PT Agung Podomoro Land justru mengklaim tanda hadir itu sebagai persetujuan Amdal.
Hafidin mengaku telah mengatakan masalah ini saat persidangan di PTUN Jakarta beberapa waktu lalu. Ia mempersoalkan surat Amdal yang berisi pemalsuan tanda tangan RW. Namun, pengembang menolak menunjukkan bukti surat tersebut. “Di depan hakim, saya meminta surat Amdal. Saya tidak pernah tanda tangan, tapi pengacaranya hanya tunjukkan dokumen hadir saja dan mengaku itu tanda tangan Amdal. Kami tidak butuh reklamasi, kami butuh laut,” tuturnya.
Di tempat terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta agar proyek itu disetop dulu, sampai ada dasar hukum yang kuat. “Kalau dalam proses, ya, bisa [dihentikan] sementara. Sambil menata atau mempelajari, mengambil dasar hukum yang benar,” kata JK di sela mengantar Presiden Joko Widodo bertolak ke Eropa di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Ahad ini juga.
Namun, Gubernur DKI Jakarta Basuku Tjahaja Purnama alias Ahok mengatakan tetap akan melanjutkan proyek reklamasi. Ahok beralasan, tidak ada dasar hukum yang bisa digunakan untuk menghentikan proyek. “Kalau Pak JK minta dihentikan, saya bilang banyak juga yang minta dihentikan. Dasar hukumnya mana?” kata Ahok di sela penyerahan kartu BPJS Ketenagakerjaan ke para pengemudi Go-Jek di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Ahok (17/4).
Diakui Ahok, dirinya takut digugat para pengembang jika menghentikan proyek reklamasi itu. “Kalau saya digugat dan saya kalah di PTUN dan suruh ganti, berapa triliun? Yang kalah pemda, lo, jadi pemda yang harus bayar. Kamu kira bayar denda triliunan, DPRD mecat saya enggak?” tuturnya.
Lah, kalau memang begitu, mengapa pula para pengembangang itu diberi izin pelaksanaaan reklamasi dan mendirikan bangunan sebelum ada peraturan daerah? Dengan telah mengantungi izin-izin itu, kemungkinan besar pengembang itu memang akan menang di pengadilan. Tapi, itu artinya pemberian izin itu telah melanggar aturan dan itu artinya pula yang menandatangani izin itu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum, apalagi jika kemudian negara dirugikan triliunan rupiah karena harus membayar denda ke para pengembang. Sederhana toh? [DIS/JAN/CHA/PUR]