Presiden AS Donald Trump.

Koran Sulindo – Setelah 2 tahun menjadi Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump dinilai sebagai sosok yang sangat kontroversial. Menjalin “persahabatan” dengan musuh dan acap berselisih dengan para “sekutunya” yang meliputi masalah imigrasi, perdagangan, pertahanan, lingkungan, nuklir dan pipa gas Rusia.

Melalui akun resmi twitter kepresidenan AS, Trump telah mempertahankan pendekatan “America First”. Itu disebut sebagai tugasnya untuk membuat Eropa meningkatkan anggarannya untuk masalah pertahanan. Dan itu juga yang dinilai pengkritiknya yang merusak popularitasnya.

“Ketika saya disebut tidak populer di Eropa, memang seharusnya saya tidak populer di sana. Jika saya populer di Eropa, maka saya tidak akan bisa melakukan pekerjaan saya,” kata Trump seperti dikutip sputniknews.com pada Kamis (3/1).

Dikatakan Trump, Uni Eropa memanfaatkan negaranya dalam hal perdagangan dan pertahanan selama ini. Itu sebabnya, ia meminta Uni Eropa meningkatkan anggaran militer mereka termasuk dalam kerja sama NATO. Jerman, misalnya, Trump mendesak mereka untuk meningkatkan anggaran militer mereka hingga 4 persen dari produk domestik bruto mereka.

Anggaran militer Jerman diperkirakan 1,2 persen dari PDB pada tahun lalu. Karena itu, Eropa harus meningkatkan anggarannya lebih dari angka itu, kata Trump.

Dalam sebuah artikel yang ditulis politikus dari Partai Republik, Mitt Romney mengkritik tindakan Trump tersebut sehingga membuatnya tidak populer di Eropa. Penurunan popularitas itu terutama terjadi di negara-negara yang menjadi sekutu utama AS seperti Jerman, Inggris, Prancis, Kanada da Swedia.

Kendati menyadari popularitasnya menurun di Eropa, Trump rupanya tidak peduli. Terlebih lagi ia tetap mempertahankan hubungan baiknya dengan para pemimpin negara-negara Eropa. “Saya tidak dipilih orang Eropa, tapi orang AS dan pembayar pajak AS,” kata Trump menambahkan.

Trump optimistis kebijakan proteksionisnya akan diterima Eropa. Terutama kebijakan itu bertujuan agar AS menerima perlakuan adil. Beberapa pengamat menilai menurunnya popularitas Trump di Eropa seharusnya tidak menjadi pembahasan. Pengamat yang lain menilai Eropa akan menolak Trump karena berbagai kebijakannya itu.

Sejak 1 Juni 2018, Trump menetapkan tarif masuk untuk alumunium dan baja Eropa yang memicu kritik dari Prancis, Jerman dan Inggris. Trump beralasan, kebijakan itu lantaran AS mengeluarkan uang berkali-kali lipat untuk NATO ketimbang negara-negara lainnya di Eropa. Ini ia sebut tidak adil dan tidak bisa diterima.

Trump juga mengkritik pembangunan jalur pipa gas dari Rusia ke Jerman dan mengancam memberikan sanksi kepada perusahaan-perusahaan Eropa yang ketahuan berinvestasi dalam proyek tersebut. AS di bawah Trump juga mundur dari perjanjian penyelesaian masalah nuklir Iran.

Negara-negara yang terlibat dalam perjanjian itu seperti Prancis, Jerman dan Inggris mengkritik kebijakan Trump itu. Ketiga negara tersebut berjanji akan berkomitmen menjunjung kesepakatan tersebut. [KRG]