Ilustrasi: Penggeledahan di kantor SKK Migas dalam kasus korupsi Kondensat di TPPI/istimewa

Koran Sulindo – Hingga penghujung 2018, Bareskrim belum juga mampu menangkap buronan megakorupsi kondensat, eks Direktur Utama PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), Honggo Wendratno. Padahal Kejaksaan Agung telah mendesak agar Honggo bisa diadili bersama dengan dua tersangka lainnya yakni mantan Kepala BP Migas (SKK Migas) Raden Priyono, dan Deputi Finansial BP Migas, Djoko Harsono.

Karena belum tertangkapnya Honggo, Kejagung mempertimbangkan melakukan persidangan secara in absentia atau mengadili dan menghukumnya tanpa dihadiri terdakwa (Honggo).

“Ya kalau dari penyidik Bareskrim Polri itu sudah menyerah, tidak bisa menghadirkan ketiga orang tersangka itu, ya kita terima apa yang sudah bisa diserahkan oleh penyidik,” sindir Jaksa Agung M Prasetyo di Kejagung, Jakarta, Jumat (21/12/2018).

Prasetyo menuturkan alasan agar Honggo bisa diadili bersama dua tersangka lainnya agar tidak ada disparitas perlakuan terhadap para tersangka.

“Jadi di dalam berkas, yang kita pelajari, yang banyak menikmati hasil korupsi kondesat itu adalah Honggo yang sekarang katanya lari itu,” katanya.

Menurut Prasetyo akan lebih ideal, bila ketiganya bisa dihadirkan oleh Bareskrim. Sehingga anak buahnya selaku penuntut umum dapat membawa ke persidangan.

“Tapi kalau penyidik sudah menyerah, apapun kendalanya, tentu rasanya akan kita pertimbangkan untuk disidangkan yang ada dulu tersangkanya, kemudian yang satu masih lari itu, kita nyatakan sidang secara in absentia,” kata Prasetyo.

Berada di Hong Kong

Seperti diketahui kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp27 triliun itu belum kunjung tuntas sejak tahun 2015. Sudah tiga kali ganti kepemimpinan hingga saat ini dipimpin oleh Komjen Arief Sulistyanto di badan yang berlambang busur panah itu, Honggo belum bisa ditangkap.

Honggo diketahui meninggalkan Singapura sejak akhir 2016. Sebagaimana diketahui negeri Singa Putih itu selama ini kerap menjadi tempat pelarian para koruptor Indonesia, lantaran tidak ada perjanjian ekstradisi diantara kedua negara.

Pada akhir Januari 2018 lalu pihak Singapura memberikan penjelasan kepada masyarakat Indonesia terkait keberadaan buronan kasus kondesat atau penjualan minyak mentah bagian negara itu. Melalui laman Facebook Kedutaan Besar Singapura di Jakarta, Kementerian Luar Negeri Singapura menegaskan Honggo tidak berada di Singapura.

Lalu bagaimana upaya Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim mengejar Honggo?. Wakil Direktur Tipideksus, Kombes Daniel Tahi Monang Silitonga mengatakan sudah semua upaya dilakukan yakni secara diplomatik dan melalui Interpol.

“Dari beberapa data yang kita peroleh perlintasan memang ada, terakhir ada di Singapura, terus ke Hong Kong dari sana kita cek lagi semua data perlintasan itu,” kata Daniel di Bareskrim, Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (23/3/2018).

Daniel juga menjelaskan alasan harus menangkap Honggo terlebih dahulu, setelah itu diserahkan ke Kejaksaan Agung bersama dua tersangka lainnya yaitu mantan Kepala BP Migas (SKK Migas), dan Deputi Finansial BP Migas, Djoko Harsono, karena kesepakatan bersama (dengan Kejagung). Ditegaskannya, bahwa tidak ada batas waktu pelimpahan ketiga tersangka, meski berkas sudah dinyatakan lengkap atau P21.

“Nggak bicara soal batas waktu kita berbicara untuk kebaikan semuanya, sehingga ini langsung, maksudnya satu disidangkan tanpa komponen lain kan tidak utuh, ini yang kita pikirkan bersama. Kita maksimalkan sehingga bisa selesaikan,” kata Daniel. [YMA]