Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Yahya Cholil Staquf.

Koran Sulindo – Rencana kunjungan Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf ke Israel untuk memenuhi undangan negara tersebut menuai pro dan kontra.

Banyak pihak yang mengaku kecewa atas sikap PBNU yang malah mendatangi Israel di tengah umat Islam yang sedang terluka akibat beragam serangan yang dilakukan Israel.

Terkait itu, pakar hukum tata negara Refly Harun menilai jika kedatangan Gus Yahya tidak ada masalah bila dilihat dari sisi hukum.

“Dari sisi hukum tidak ada larangan,” kata Refly saat dihubungi Koransulindo.com, Sabtu malam (9/6).

Menurut Refly, persoalan Indonesia dengan Israel tak lebih dari masalah politik dan karenanya tak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.

“Ini soal politik, dari sisi politik ini persoalan yang peka di mata publik kita. Ini masalah politik saja,” kata Refly.

Hal senada disampaikan Pengamat politik dan dosen Ilmu Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, Arbi Sanit.

Ia menilai tidak ada yang dilangar oleh Gus Yahya.

Lebih lanjut ia justru mengatakan, jika ada umat Islam yang marah dengan keberangkatan Gus Yahya ke Israel maka bisa dibilang itu Islam yang kacau.

“Kalau ada yang marah, saya kira itu Islam kacau balau. Tidak ada salahnya kita bujuk (ISrael) untuk memberikan kelonggaran atau empati pada Palestina,” kata dia kepada Koransulindo.com, Sabtu sore.

Dihubungi terpisah, anggota Komisi I DPR yang membidangi masalah Pertahanan, Intelijen, Luar Negeri, Komunikasi dan Informatika, Effendi Simbolon menjelaskan, meski Indonesia dengan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik, WNI tetap bisa masuk ke Israel karena memang ada protokoler yang mengatur soal itu.

Bukan hanya Israel, menurut Effendi ada sembilan negara di mana Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik, namun kunjungan wisatawannya tetap bisa dilakukan.

“Ada sembilan negara yang Indonesia tidak miliki hubungan diplomatik, tapi kunjungan wisatawannya bisa masuk. Contoh dengan Taiwan, wisatawannya bisa masuk. Kenapa, karena ada calling visa,” kata Effendi saat dihubungi Koransulindo.com, Sabtu sore.

Calling visa, lanjutnya, dapat diberikan oleh suatu negara kepada warga negara tertentu, atau negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik, namun dengan tujuan dan kriteria tertentu.

“Itu hukum Internasional, di seluruh dunia berlaku. Sepanjang negara tujuan menyetujui, boleh saja. Namun memang terbatas, hanya untuk kepentingan apa,” kata Effendi.

Diketahui, bulan lalu Indonesia menangguhkan visa bagi turis Israel sebagai protes atas aksi tentara Israel yang menewaskan lebih dari 120 warga Palestina di Jalur Gaza.

Tak hanya menangguhkan pemberian visa, Indonesia juga membatalkan visa yang telah dikeluarkan.

Membalas langkah Indonesia tersebut, Israel menangguhkan pemberian visa bagi WNI untuk berkunjung ke negaranya. Setiap tahunnya rata-rata 30 ribu warga Indonesia berziarah ke Israel, dengan rata-rata tinggal selama lima hari.

Sebelumnya kabar soal Gus Yahya viral di media sosial. Gus Yahya diundang untuk mengisi acara yang diselenggaran The Israel Council of Foreign Relation.

Pada acara itu dia akan menjadi pembicara untuk tema Shifting the Geopolitical Calculus: From Conflict to Cooperation pada hari Rabu, 13 Juni 2018.

Salah seorang wartawan Israel bernama Simon Arann mengunggah status di akun twitternya jika ulama senior di Indonesia yang juga Sekretaris Jenderal Forum Keagamaan NU, Yahya Cholil Staquf akan memberikan kuliah di Institut Mendelin pekan depan.(SAE/TGU)