Koran Sulindo – Tak ada nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di antara lima nama yang bakal calon Gubernur DKI Jakarta yang diserahkan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. “Pak Ahok kan tidak mendaftarkan diri ke PDI Perjuangan,” ujar Hasto di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta Pusat, Kamis (21/7).
Lima nama itu merupakan hasil pengerucutan dari 27 nama bakal calon, yang penyaringannya dilakukan berdasarkan hasil fit and proper test, termasuk hasil assessment yang dilakukan para psikolog. “Nama-nama hasil pemetaan juga tidak kami umumkan ke publik,” tuturnya. .
Sementara itu, di tempat terpisah, Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengungkapkan, kemungkinan besar PDI Perjuangan tidak akan mengusung Ahok pada Pilkada DKI 2017. Ada tiga alasan yang mendasari pandangannya itu.
Alasan pertama: Ahok bukan kader PDI Perjuangan. Sebagai pemenang pemilu nasional dan di DKI, Siti Zuhro yakin Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang akan mengusung kadernya sendiri yang relatif banyak dan berbobot. “Selain itu, Ahok tercatat sebagai figur yang tak pernah loyal kepada partai yang pernah mengusungnya mulai dari pilkada Belitung Timur, anggota DPR, sampai pikada DKI. Setelah menang, Ahok selalu meninggalkan partai yang mengusung,” ujar Siti, Kamis (21/7).
Kedua: Ahok dari awal menggadang-gadang dirinya akan maju di pilkada DKI lewat jalur perseorangan dan menjelek-jelekan partai politik. Ahok juga terlalu memuji-muji Teman Ahok yang diklaim mampu mengumpulkan satu juta KTP dukungan. “Tentu PDIP tidak mau dijadikan seperti sekoci ketika ternyata muncul keraguan dalam proses pengumpulan satu juta KTP dan dikabarkan bermasalah karena banyak manipulasi. Ketika bermasalah, baru Ahok merapat. Tentu PDIP tidak mau diperlakukan seperti itu,” tuturnya.
Ketiga: PDI Perjuangan sebagai partai besar tentu juga mempertimbangkan penolakan warga Jakarta terhadap Ahok. “Ketika Fauzi Bowo jadi petahana, resistensi itu hanya pada soal powerfull-nya dan tidak ada sentimen atau isu-isu lain. Dalam kasus Ahok, banyak resistensi, antara lain masalah hukum, silang pendapat dengan banyak pihak, termasuk institusi di pusat dan daerah,” kata Siti Zuhro. Ia juga menambahkan, di era Fauzi Bowo tidak ada gerakan anti-Fauzi Bowo. “Sekarang banyak gerakan anti-Ahok. Ini tentu akan menjadi pertimbangan PDIP,” ungkapnya.
Anggota DPR dari PDI Perjuangan Adian Napitupulu lewat siaran pers-nya yang diterima redaksi pada Kamis kemarin (21/7) menyatakan, unggulnya Ahok di beberapa survei tidak menjamin akan memenangi Pilkada DKI Jakarta 2017. Adian pun mengutip hasil survei menjelang Pilkada DKI Jakarta 2012. Ketika itu, pasangan Joko-Ahok hanya mendapatkan dukungan 6,5% responden,Ssdangkan pasangan Fauzi Bowo-Nara mendapatkan 70% dukungan responden. Apalagi, ketika itu, Fauzi Bowo merupakan calon petahana.
Tanggal 19 Maret 2012, Joko dan Ahok yang surveinya masih di bawah 10% mendaftarkan diri ke KPU, dengan diusung oleh PDI Perjuangan dan Partai Gerindra. Lalu, 8 April 2012, Lingkaran Survei Indonesia merilis hasil survei yang mengunggulkan Fauzi Bowo-Nara 49,1% dan Jokowi-Ahok 14,4%. Di samping Fauzi Bowo yang didukung tujuh partai, Joko-Ahok juga harus melawan dua calon perseorangan, Alex Nurdin yang di dukung oleh 11 partai serta Hidayat Nurwahid yg didukung PKS.
“Tanggal 11 Juli 2012, pilkada DKI dilaksanakan.Hasil penghitungan Jokowi-Ahok mendapat 1.187.157 suara dan Fauzi Bowo 1.476.648. Sementara itu, calon perseorangan Faisal Basri 215.935 suara atau 4,98% dan Hendarji 85.990 suara atau 1,98%; sedangkan Alex Nurdin yang didukung 11 partai hanya mendapatkan 202.643 suara atau 4,67% dan Hidayat Nurwahid 508.113 suara atau 11,72%,” ungkap Adian.
Perolehan itu, lanjutnya, mengejutkan hampir semua lembaga survei, yang umumnya menghitung Joko-Ahok kalah dari Fauzi Bowo-Nara. Bahkan, kata dia, sekitar 90% pengamat dan lembaga survei menyebut hasil Pilkada DKI Juli 2012 adalah anomali. Setelah dilakukan pemilihan putaran kedua, pasangan Jokowi-Ahok berhasil menumbangkan Fauzi Bowo-Nara, yang sebelumnya diunggulkan oleh hasil survei. [HAZ/PUR]