Koran Sulindo – Banyak yang menilai, pelaksanaan debat perdana calon presiden-wakil presiden untuk Pemilihan Umum 2019 pada 17 Januari lalu kurang berbobot dan kurang menarik. Penyebabnya terutama karena pasangan kontestan sudah diberikan terlebih dulu kisi-kisi atau bocoran apa yang akan ditanyakan moderator dalam perhelatan tersebut.

Yang berpandangan seperti antara lain Sri Nuryanti, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 2007. “Banyak yang analisis debatnya landai. Kami dari beberapa amatan mengira itu ada hubungannya dengan kebijakan KPU yang memberikan kisi-kisi, jadi sudah bisa diskenariokan,” tutur Sri pada acara diskusi di Jakarta Pusat, Sabtu (19/1).

Mestinya, kisi-kisi itu justru membuat dua pasangan calon menjadi lebih leluasa mengelaborasi visi dan misinya. Namun, itu malah tak terjadi. Yang muncul malah lebih banyak “drama”. Sri juga menilai, debat dianggap kurang menarik karena banyak masyarakat yang membandingkan dengan debat di negara lain.

Sebelumnya, setelah acara debat tersebut selesai, Wakil Presiden Jusuf Kalla pun telah menyarankan kepada KPU agar tidak terlalu banyak memberikan bocoran kepada kontestan. “Jangan terlalu banyak bocoran soal. Bolehlah arahnya apa, tapi jangan terlalu supaya lebih memberikan impact leadership,” kata Jusuf Kalla di rumah dinasnya di Menteng, Jakarta, Kamis malam (17/1), seperti dikutip dari Antara.

Lebih lanjut Jusuf Kalla mengungkapkan, dalam debat seharusnya tidak perlu diberikan bocoran. Dengan demikian, kemampuan calon presiden-wakil presiden dalam menjawab atau menanggapi pertanyaan secara spontan dapat terlihat.

Untuk menunjukkan kemampuan memimpin dari masing-masing pasangan calon, ia juga menyarankan para peserta debat harus lebih banyak berdiskusi. “Ya, sebaiknya jangan terlalu banyak [bocoran], pemimpin itu harus mengambil sikap pada waktu debat. Kadang-kadang tidak perlu persiapan. Diskusi ini harus mencerminkan itu. Kalau terjadi begini, harus bagaimana,” katanya.

Memang, sejak masih diwacanakan, Jusuf Kalla sudah menolak ide pemberian kisi-kisi itu. Menurut dia, pemberian bocoran itu membuat debat pemilihan presiden seperti bimbingan belajar bagi siswa yang akan mengikuti ujian. Padahal, acara itu seharusnya menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk menilai kompetensi para calon presiden-wakil presiden yang layak dipilih.

“Ya, soal yang dikasih 20, yang akan dipilih lima, jadi kayak bimbingan belajarlah gitu,” tuturnya.

Mendapat banyak tanggapan miring seperti itu, KPU pun akhirnya memutusakan, tidak akan ada lagi pemberian kisi-kisi untuk debat kedua. Semua pertanyaan yang dibuat panelis tidak akan dibocorkan kepada pasangan calon.

“KPU melakukan evaluasi menyeluruh terkait format dan mekanisme debat  berikutnya. Salah satu yang dievaluasi adalah terkait isu pemberitahuan abstraksi kisi-kisi soal kepada kandidat,” ungkap Komisioner KPU Wahyu Setiawan kepada wartawan, Sabtu siang.

Dijelaskan Wahyu, keputusan KPU tersebut merupakan sikap KPU dalam mengakomodasi masukan publik. “Sebagai pelayan publik dalam bidang kepemiluan, KPU RI terbuka terhadap kritik dan saran dari masyarakat,” tuturnya.

Rencananya, debat kedua akan digelar pada 17 Februari mendatang. Pokok pembahasannya menyangkut ihwal energi, pangan, sumber daya alam, lingkungan hidup, dan infrastruktur. Lokasinya di sebuah hotel di kawasan Senayan, Jakarta. [RAF]