Koran Sulindo – Survei yang dilakukan oleh Center for Political Communication Studies (CPCS) menemukan mayoritas publik memilih kebijakan normal baru (new normal) jika gelombang kedua COVID-19 terjadi.
“Mayoritas publik lebih menginginkan tetap diterapkannya normal baru, seandainya gelombang kedua COVID-19 terjadi, yaitu mencapai 82,4 persen,” kata Direktur Eksekutif Center for Political Communication Studies (CPCS), Tri Okta SK, di Jakarta, Minggu (12/7/2020), melalui rilis media.
Menurut Okta, normal baru telah menjadi pilihan sebagian besar masyarakat, dengan memperhatikan protokol kesehatan, seperti menggunakan masker.
Hanya sebagian kecil publik yang memilih diberlakukan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yaitu sebesar 12,8 persen, sedangkan sisanya menyatakan tidak tahu/tidak menjawab sebanyak 4,8 persen.
Beberapa negara lain kembali memberlakukan karantina wilayah (lockdown) setelah muncul gelombang kedua penyebaran virus corona, di antaranya kota Melbourne di negara bagian Victoria Australia, kota Beijing dan sekitarnya di China, dan beberapa wilayah di benua Eropa.
Pilihan ke normal baru daripada lockdown tidak lepas dari dampak ekonomi yang memukul hampir seluruh sektor usaha, besar dan kecil.
Krisis kesehatan akibat pandemi covid-19 ini berkembang menjadi krisis ekonomi, ditandai dengan ancaman pertumbuhan negatif pada kurun 2020. Berbeda dengan krisis 1998, di mana waktu itu sektor UKM mampu bertahan, saat ini justru sektor ini yang terpukul parah.
Di sisi lain, para pakar epidemiologi masih mewanti-wanti bahwa pandemi belum selesai dan vaksin masih dalam tahap pengembangan.
“Untuk itu pemerintah dalam komunikasi publik harus menggencarkan kepatuhan terhadap protokol kesehatan, dari memakai masker, sering cuci tangan atau pakai hand sanitizer, dan memperhatikan physical distancing,” kata Okta.
Survei CPCS dilakukan pada 21-30 Juni 2020, dengan jumlah responden 1200 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Survei dilakukan melalui sambungan telepon terhadap responden yang dipilih secara acak dari survei sebelumnya sejak 2019. Margin of error survei sebesar ±2,9 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen. [RED]