Suriah Hancurkan Benteng Terakhir ISIS di Golan

Koran Sulindo – Untuk pertama kalinya sejak 2011, seluruh perbatasan Suriah dengan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel telah dinyatakan bebas dari militan.

Selain berhasil mengalahkan ‘pemberontak’ moderat, Tentara Arab Suriah juga sukses mengeleminasi ISIS dari kedudukan-kedudukannya.

Tiger Forces dan Divisi Lapis Baja ke-4 yang didukung jet-jet tempur Rusia dilaporkan merebut kubu-kubu ISIS di Shajara.

Mengalahkan kelompok itu, membuat SAA memiliki kontrol penuh di Lembah Yarmouk dan seluruh Provinsi Daraa.

Saat ini SAA tengah mengepung desa-desa terakhir yang masih dikendalikan milisi Jaish Khalid bin al-Waleed yang berafiliasi dengan ISIS.

Kantor berita SANA melaporkan kematian Abu Walid al-Masri, salah satu komandan ISIS di Shajara.

Dilindungi oleh serangan udara dan pemboman artileri besar-besaran, SAA memasuki kota Shajara yang digambarkan sebagai ‘benteng utama’ kelompok itu.

Serangan balik ISIS dengan bom bunuh diri untuk memperlambat serangan tak mempenaruhi gerak maju SAA.

Dilaporkan sedikitnya 260 personel ISIS tewas sejak SAA menggelar kampanye di wilayah itu sejak pertengahan Juli lalu.

Aymenn al-Tamimi, seorang peneliti konsen pada milisi, menyebut semua kantong-kantong itupun bakal jatuh ke tangan SAA.

“Suksesnya kampanye ini karena dukungan kekuatan persenjataan dan tenaga manusia yang luar biasa dari pemerintah Suriah, termasuk serangan udara Rusia yang intens,” kata Tamimi seperti dikutip The New Arab.

“Banyak bekas-bekas pemberontak yang bergabung dalam pertempuran di pihak pemerintah.”

Pada tahun 2014 sejumlah faksi bersenjata bersatu dengan membentuk ‘Front Selatan’ yang berkekuatan 30.000 orang dalam 55 brigade dan membuat benteng utama di Daraa dan Quneitra.

Kelompok-kelompok inilah yang belakangan menikmati hubungan erat dengan Israel, AS dan Yordania dengan mengirimkan orang-orangnya untuk menjalani pelatihan. Hampir separuh dari jumlah itu menerima pelatihan AS atau Yordania.

Namun, tujuh tahun setelah konflik pemberontak moderat berubah menjadi kelompok-kelompok kecil dan lokal yang tersebar di perbatasan yang sensitif dengan Israel di Dataran Tinggi Golan atau dengan Yordania di Lembah Yarmouk.

Begitu berhadapan dengan bombardemen intens AU Rusia, banyak dari kelompok-kelompok itu akhirnya setuju bergabung dengan tentara Damaskus.

Bagi Damaskus, rontoknya pertahanan pemberontak dan ISIS di wilayah selatan Suriah bakal menjadi kemenangan lebih lanjut rezim untuk merebut kembali semua wilayah mereka yang pernah jatuh ke tangan pemberontak.

Serangan intens Damaskus ke selatan menunjukkan kekhawatiran bahwa Israel sedang menciptakan ‘zona penyangga’ mereka sendiri untuk Golan, serupa dalam gaya, persenjataan dan kekejaman dengan wilayah pendudukan Israel di Lebanon selatan.

Di sisi lain, minus Hizbullah atau Garda Republik Iran dalam pertempuran di wilayah selatan, Suriah berhasil meyakinkan Israel bahwa status quo di kawasan penyangga di Dataran Tinggi Golan tak bakalan berubah.

Ini jelas merupakan ‘permintaan’ khusus PM Israel Benjamin Netanyahu yang bakal mata gelap jika melihat Iran atau Hizbullah di Datarang Tinggi Golan.

Israel mungkin tak akan pernah mengirim tentaranya ke Suriah. Namun, pendekatan Netanyahu kepada Presiden Rusia Vladimir Putin jelas berhasil menjauhkan keterlibatan Iran dari Dataran Tinggi Golan.

Israel-Rusia secara tak resmi sepakat, jika Putin gagal menjauhkan Iran dari perbatasan di Dataran Tinggi Golan, Rusia akan ‘tutup’ mata atas serangan Israel pada infrastruktur militer Iran di Suriah. Dan itu yang memang terjadi di lapangan.

Tentu saja, baik Vladimir Putin atau siapapun yang berbicara kepada Donald Trump memaksanya untuk meyakinkan Israel bahwa pertempuran internal tak akan membahayakan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.

Meski Israel tetap melakukan serangan udara pada target-target Suriah dan Iran – tak pernah sekalipun menyerang ISIS atau Al-Qaeda- tampaknya Tel Aviv telah menyerah pada mereka yang mengangkat senjata melawan Damaskus.

Mereka harus mulai menerima bahwa status quo di Dataran Tinggi Golan sebelum perang adalah hasil terbaik yang bisa mereka harapkan.  Wilayah di mana pasukan Israel dan Suriah dipisahkan zona penyangga PBB.[TGU]