Suluh Indonesia – Banyak suku di Tiongkok yang terlibat dalam perdagangan Jalur Sutra. Sebut saja nama-nama suku seperti Uighur, Han, Kazakh, Hui, Uzbek, Kirgiz, Mongol, Tajik, Xibe, Manchu, Rusia, Daur, Tartar, dan suku Yuezhi. Kita papar sebagiannya.
Salah satu suku di Tiongkok yang paling awal memulai perdagangan Jalur Sutra adalah suku Yuezhi. Mereka bertindak sebagai perantara dalam perdagangan antara para tajir Tiongkok dan Asia Tengah.
Menurut Xinru Liu dalam artikelnya di Journal of World History, suku Yuezhi terutama terlibat dalam perdagangan batu giok dan kuda, untuk kain sutra yang mereka jual ke masyarakat.
Suku Yuezhi (Rouzhi) merupakan sekelompok masyarakat yang pertama kali disebutkan di dalam sejarah Tiongkok sebagai peternak nomaden. Mereka menghuni padang rumput gersang di wilayah barat Tiongkok modern di sekitar Provinsi Gansu kini, sejak sebelum abad ke-2 SM.
Setelah kalah diserang suku Xiongnu pada abad ke-2 SM, suku Yuezhi terpisah ke dalam kelompok-kelompok besar dan kecil, yang bermigrasi keluar menuju berbagai wilayah lain.
Yuezhi Kecil disebutkan bergerak ke selatan menuju Dataran Tinggi Tibet. Yuezhi Besar bermigrasi ke arah barat laut menuju Sungai Ili (kini di daerah perbatasan antara Tiongkok dan Kazakhstan), dan dilaporkan mengganti dominasi budaya Saka di sana.
Yuezhi Besar kemudian berpindah dari wilayah Ili menuju ke selatan ke arah Sogdiana dan kemudian Baktria untuk menggeser kekuasaan Kerajaan Yunani-Baktria. Yuezhi Besar sering pula disamakan dengan Tókharioi dan Asii atau Asioi, yang banyak disebutkan dalam sumber-sumber Eropa era Klasik.
Pada abad pertama SM, Kushanas sebagai salah satu dari lima suku Yuezhi utama di Baktria, mulai menguasai suku dan bangsa lain. Mereka kemudian mendirikan Kekaisaran Kushan yang mengendalikan wilayah barat laut anak benua India selama beberapa abad.
Kekuasaan mereka membentang dari Turfan di wilayah Cekungan Tarim hingga ke wilayah Pataliputra di Dataran Sungai Gangga. Kekaisaran Kushan itulah yang memiliki peran penting dalam perkembangan perdagangan Jalur Sutra serta penyebaran agama Buddha di China.
Suku lain yang terlibat dan terpengaruh oleh perdagangan Jalur Sutra adalah suku Uighur, terutama yang hidup di Kota Kashgar, Tiongkok.
Berabad silam, saat Jalur Sutra kuna, Kashgar adalah gerbang utama yang menghubungkan peradaban Barat dan Timur. Ia menjadi tempat pertemuan budaya antara China, Eropa, dan Asia Selatan.
Sekarang, kita masih bisa menemukan jejaknya di daerah kota tua yang menjadi rumah etnis asli Uighur. Di kawasan ini kebanyakan warga hidup dari berdagang. Mereka membuat aneka kerajinan khas Uighur bagi wisatawan.
Salah satu kerajinan khas Uighur adalah dopa, topi khas etnis Uighur. Tidak hanya untuk pria, dopa juga lazim dikenakan oleh perempuan. Topi ini juga tidak kenal umur, tua-muda bisa memakainya.
Banyak perempuan suku Uighur masih aktif membuat dopa. Selain dopa, mereka menjual atlas, kain khas Uighur yang biasa dikenakan pada acara khusus.
Dahulu kala, menjadi sebuah pemandangan biasa melihat dopa jadi bagian dari busana. Kini, cuma pria saja yang sehari-hari memakai dopa. Sementara, perempuan mengenakan dopa hanya di acara istimewa.
Dopa kini lebih banyak dijual di jalan-jalan untuk buah tangan para wisatawan. Bersamaan dengan itu, dijual pula makanan khas Uighur, paxmac.
Dulu, paxmac dibawa bepergian karena dipercaya membawa keselamatan. Tapi, sekarang sudah menjadi camilan sehari-hari.
Sejak pendudukan Tiongkok pada 1949, Kashgar dan seluruh wilayah dalam Provinsi Xinjiang yang dihuni suku Uighur resmi ada di bawah naungan otonomi Tiongkok.
Kashgar memang terlihat lebih modern dengan pembangunan di sana-sini. Kendaraan bermotor juga berseliweran di mana-mana, menggantikan pedati-pedati tua. [ahmadie thaha]
Baca juga:
- Xian, Pusat Perdagangan yang Meleburkan Berbagai Etnis dan Agama
- Samarkand, Harta Karun Dunia Islam di Jalur Sutra
- Komoditas Perdagangan Jalur Sutra
- TALIBAN versus (Kekayaan Budaya) AFGANISTAN