Bupati Bogor Ade Yasin dijadikan tersangka dalam kasus suap untuk pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bogor. Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) menyebut Ade Yasin diduga memberi suap kepada auditor Badan Periksa Keuangan atau BPK.
Pemberian suap kepada auditor BPK ini dimaksudkan agar laporan keuangan Pemkab Bogor tahun anggaran 2021 bisa mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
“Tersangka sebagai pemberi suap AY (Ade Yasin), Bupati Kabupaten Bogor periode 2018-2023,” ucap Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers Kamis (28/4) yang dimuat dalam kanal Youtube KPK RI.
KPK saat ini telah menetapkan 8 orang tersangka yakni sebagai pemberi antara lain, Ade Yasin (AY) Bupati Kab. Bogor periode 2018-2023; Maulana Adam (MA) Sekdis Dinas PUPR Kab. Bogor; Ihsan Ayatullah (IA) Kasubid Kas Daerah BPKAD Kab. Bogor; dan Rizki Taufik (RT), PPK pada Dinas PUPR Kab. Bogor.
Sedangkan, tersangka sebagai tersangka sebagai penerima antara lain Anthon Merdiansyah (ATM) Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat / Kasub Auditorat Jabar III / Pengendali Teknis; Arko Mulawan (AM) pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat / Ketua Tim Audit Interim Kab. Bogor; Hendra Nur Rahmatullah Karwita (HNRK), pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat / Pemeriksa; dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah (GGTR) pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat / Pemeriksa.
Buntut dari kasus suap ini, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Isma Yatun mengatakan sudah menonaktifkan anak buahnya yang terlibat kasus.
“Kami sudah menonaktifkan Kepala Perwakilan BPK Provinsi Jawa Barat, demikian juga dengan beberapa staf yang menjadi tim pemeriksa untuk kasus terkait ini,” ujar Isma.
BPK RI juga menyatakan mendukung penuh upaya KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. BPK dan KPK selalu bersinergi dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan lebih akuntabel.
Hasil penyidikan
Ketua KPK Firli Bahuri menerangkan konstruksi perkara diduga telah terjadi. Bupati Kabupaten Bogor berkeinginan agar Pemerintah Kabupaten Bogor kembali mendapatkan predikat WTP untuk TA 2021 dari BPK Perwakilan Jawa Barat.
Kemudian BPK Perwakilan Jawa Barat menugaskan Tim Pemeriksa untuk melakukan audit pemeriksaan interim (pendahuluan) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) TA 2021 Pemkab Bogor.
Tim Pemeriksa yang terdiri dari ATM, AM, HNRK, GGTR dan Winda Rizmayani ditugaskan sepenuhnya mengaudit berbagai pelaksanaan proyek diantaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor.
Pada Januari 2022, diduga ada kesepakatan pemberian sejumlah uang antara HNRK dengan IA dan MA dengan tujuan mengkondisikan susunan Tim audit interim.
“AY (Bupati Bogor) menerima laporan dari IA bahwa laporan keuangan Pemkab Bogor jelek dan jika diaudit BPK Perwakilan Jawa Barat akan berakibat opini disclaimer. Selanjutnya AY merespon dengan mengatakan diusahakan agar WTP,” ucap Firli.
Sebagai realisasi kesepakatan, IA dan MA diduga memberikan uang sejumlah sekitar Rp100 juta dalam bentuk tunai kepada ATM di salah satu tempat di Bandung. ATM kemudian mengkondisikan susunan Tim sesuai dengan permintaan IA dimana nantinya obyek audit hanya untuk SKPD tertentu.
Proses audit dilaksanakan mulai bulan Februari 2022 sampai dengan April 2022 dengan hasil rekomendasi diantaranya bahwa tindak lanjut rekomendasi tahun 2020 sudah dilaksanakan dan program audit laporan keuangan tidak menyentuh area yang mempengaruhi opini.
Dalam temuan fakta Tim Audit ada di Dinas PUPR, salah satunya pekerjaan proyek peningkatan jalan Kandang Roda – Pakan Sari dengan nilai proyek Rp 94,6 miliar yang pelaksanaannya diduga tidak sesuai dengan kontrak.
“Selama proses audit, diduga ada beberapa kali pemberian uang kembali oleh AY melalui IA dan MA pada Tim Pemeriksa di antaranya dalam bentuk uang mingguan dengan besaran minimal Rp 10 juta hingga total selama pemeriksaan telah diberikan sekitar sejumlah Rp 1,9 miliar,” ungkap Firli.
Para Tersangka Sebagai Pemberi yakni AY, MA, IA, RT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan para tersangka sebagai Penerima yakni ATM, AM, HNRK, GGTR disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. [PAR]