Studi Perkiraan Tsunami Selat Sunda Sudah Ada Sejak 2012

Ilustrasi/Antara Foto-HO-Susi Air

Koran Sulindo – Sebuah studi yang dilakukan 6 tahun lalu memperkirakan tentang adanya bencana tsunami di Selat Sunda akibat erupsi Gunung Anak Krakatau. Studi yang dilakukan Geological Society of London secara akurat memperkirakan bencana itu.

Dalam laporannya, bencana tsunami akan terjadi di Selat Sunda disebabkan longsor kawah Gunung Anak Krakatau. Gunung ini muncul setelah Krakatau meletus pada 1883. Dan benar, bencana itu terjadi pada 22 Desember lalu. Akibatnya lebih dari 400 orang tewas dan ribuan orang terluka.

Menurut Straits Times pada Minggu (30/12), dengan berbagai metode yang menguji coba longsor kawah Anak Krakatau sehingga memunculkan tsunami Selat Sunda, maka gelombangnya akan menghantam berbagai daerah seperti Partai Sumur, Carita, Labuan dan Anyer. Juga menghantam Lampung.

Ketika bencana tsunami Selat Sunda terjadi pada 22 Desember lalu, wilayah-wilayah yang menjadi sorotan studi itu mengalami kehancuran dengan tingkat tertinggi. Longsor lereng Anak Krakatau akibat erupsi masuk ke laut sehingga menciptakan gelombang tsunami setinggi 5 meter.

Kabupaten Sumur, yang terdiri atas 7 desa pesisir disebut paling parah dan para penyelamat masih berupaya mencari mayat korban yang tertimpa puing rumah serta pohon-pohon yang tumbang diterjang tsunami. Studi yang dilakukan Geological Society of London terdiri atas T. Giachetti, R. Paris, K. Kelfoun, dan B. Ontowirjo.

Poin utama dari studi mereka ini adalah memperingatkan tentang longsor lereng Anak Krakatau yang bisa menyebabkan tsunami. Bahkan disebutkan tsunami akan mencapai daerah-daerah di pantai barat Pulau Jawa sekitar 35 hingga 45 menit setelah longsor lereng Anak Krakatau itu.

Risiko akibat tsunami ini disebut tidak boleh diabaikan. Itu sebabnya, studi itu merekomendasikan untuk melakukan deteksi atas potensi longsor lereng Anak Krakatau. Dengan demikian, peringatan dini bisa segera dilakukan sehingga meminimalisir korban. Bencana tsunami pada 22 Desember lalu sama sekali tanpa peringatan. Otoritas Indonesia menyebutkan, sistem peringatan dini tsunami hanya bisa diaktifkan apabila lebih dulu disertai gempa. [KRG]