Studi Menunjukkan ‘Long-COVID’ Lebih Mempengaruhi Penyintas Wanita

Surveleins Covid-19 di Sulawesi Utara (Liputan6)

Berdasarkan penelitian kaum wanita 33% lebih kecil kemungkinannya untuk sembuh total dari Covid-19 dibandingkan pria. Yang juga cenderung tidak pulih adalah orang gemuk dan mereka yang menggunakan ventilasi mekanis.

Para peneliti di Inggris memeriksa 2.320 orang yang didiagnosis dengan COVID-19 dan dipulangkan dari rumah sakit antara 7 Maret 2020, hingga 18 April 2021. Peneliti memeriksa kembali dengan peserta penelitian lima bulan dan satu tahun setelah pulang, meskipun jumlah pasien yang berpartisipasi turun setelah lima bulan.

Hanya 25,5% dari peserta penelitian yang telah dirawat di rumah sakit dengan masa menderita COVID yang panjang, melaporkan pemulihan penuh dalam lima bulan setelah keluar, dan hanya 28,9% melaporkan pemulihan penuh selama setahun setelah keluar, demikian menurut penelitian yang diterbitkan dalam The Lancet: Respiratory Medicine.

Gejala persisten dalam satu tahun berupa kelelahan, nyeri otot, fisik melambat, kurang tidur, sesak nafas, nyeri sendi atau bengkak, menjadi lambat dalam berpikir, kehilangan memori jangka pendek, dan melemahnya anggota badan.

Para peneliti mengatakan mereka tidak tahu alasan kenapa gejala berlangsung lama. Sebuah hipotesis adalah bahwa hiper inflamasi pada COVID akut mengarah ke “keadaan inflamasi persisten” setelah COVID-19.

“Studi kami menyoroti kebutuhan mendesak akan pelayanan perawatan kesehatan untuk mendukung populasi pasien yang besar dan meningkat pesat ini di mana terdapat beban gejala yang substansial, termasuk pengurangan kapasitas olahraga dan penurunan besar dalam kualitas hidup terkait kesehatan satu tahun setelah keluar dari rumah sakit. Tanpa perawatan yang efektif, Long-COVID bisa menjadi kondisi baru yang sangat lazim,” kata salah satu pemimpin studi Christopher Brightling dari University of Leicester.

Sebuah studi berbeda, yang diterbitkan pada akhir Maret oleh Journal of Women’s Health, menemukan bahwa wanita dengan Long-COVID lebih mungkin untuk melaporkan gejala, baik selama fase akut penyakit dan lima bulan setelahnya, dibandingkan kaum pria.

Para peneliti memeriksa 89 pasien wanita dan 134 pria yang didiagnosis dengan COVID-19. Wanita lebih mungkin dibandingkan pria untuk mengalami gejala seperti kesulitan menelan, kelelahan, nyeri dada, dan jantung berdebar, kata penelitian tersebut.

“Kami mendapati bahwa perempuan lebih bergejala daripada laki-laki tidak hanya pada fase akut tetapi juga pada tindak lanjut. Jenis kelamin ditemukan menjadi penentu penting sindrom Long-COVID-19 karena merupakan prediktor signifikan dari gejala persisten pada (wanita) seperti dispnea, kelelahan, nyeri dada, dan jantung berdebar. Hasil kami menunjukkan perlunya tindak lanjut jangka panjang dari pasien ini dari perspektif jenis kelamin untuk menerapkan strategi pencegahan dini dan terapi yang dipersonalisasi, ” demikian penelitian menyimpulkan. [S21/WebMD]