Sri Sultan Hamengkubuwana III lahir pada tanggal 20 Februari 1769 dengan nama asli Raden Mas Surojo. Ia menjadi raja ketiga Kesultanan Yogyakarta dan memerintah dalam dua periode, yaitu tahun 1810–1811 dan 1812–1814. Selain dikenal sebagai seorang penguasa, Hamengkubuwana III juga merupakan ayah dari tokoh berpengaruh dalam sejarah Indonesia, Pangeran Diponegoro, yang memimpin Perang Jawa pada tahun 1825-1830.

Penobatan yang Mengesankan
Di tengah-tengah kekacauan penjarahan Keraton Yogyakarta, upacara penobatan Hamengkubuwana III diadakan dengan penuh kemegahan. Upacara ini dimulai dengan parade militer yang mengesankan, melibatkan infanteri, pasukan berkuda, dan artileri medan berkuda dari Madras. Lima belas barisan pasukan disusun rapi, membentang antara Benteng Vredeburg dan kediaman residen.

Sebelum parade dimulai, sembilan belas tembakan senapan menggelegar sebagai salut dari arah benteng, menambahkan kesan militer pada penobatan sultan yang baru. Kapten William Colebrooke RA, seorang saksi mata, menggambarkan upacara ini sebagai “sangat mengesankan” dalam suratnya kepada ayahnya, Kolonel Paulet Colebrooke RA di Kent, Inggris.

Riwayat Pemerintahan yang Penuh Tantangan
Nama lahirnya adalah Raden Mas Surojo, dan pada bulan Desember 1810, terjadi serbuan tentara Belanda terhadap Keraton Yogyakarta. Hal ini merupakan kelanjutan dari permusuhan antara Hamengkubuwana II dan Herman Daendels. Setelah peristiwa pemberontakan Raden Ronggo, Hamengkubuwana II dipaksa turun takhta, dan Raden Mas Surojo diangkat sebagai Hamengkubuwana III dengan pangkat regent atau wakil raja. Pangeran Notokusumo, saudara Hamengkubuwana II, juga ditangkap dan ditahan di Cirebon.

Namun, pada tahun 1811, Inggris merebut wilayah Jawa dari tangan Belanda. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Hamengkubuwana II untuk naik takhta kembali dan menurunkan Hamengkubuwana III sebagai putra mahkota. Namun, pertempuran antara Hamengkubuwana II dan Thomas Raffles, kepala pemerintahan Inggris di Jawa, menyebabkan pembuangan Hamengkubuwana II ke Pulau Penang. Hamengkubuwana III pun dipulihkan sebagai raja.

Konsekuensi dari Pertempuran
Pertempuran tersebut membawa konsekuensi serius bagi Kesultanan Yogyakarta. Yogyakarta harus melepaskan sejumlah wilayah kepada Inggris, termasuk daerah Kedu, separuh Pacitan, Japan, Jipang, dan Grobogan. Sebagai ganti, Yogyakarta harus membayar kerugian sebesar 100.000 real setiap tahunnya. Angkatan perang Yogyakarta juga dikurangi, hanya tersisa beberapa tentara keamanan keraton.

Sebagai hasil dari pertempuran tersebut, Pangeran Notokusumo yang mendukung Thomas Raffles diangkat sebagai Paku Alam I dan diberi sebagian wilayah kekuasaan keraton.

Akhir Pemerintahan Hamengkubuwana III
Hamengkubuwana III meninggal pada tanggal 3 November 1814. Putranya yang masih sangat muda, Hamengkubuwana IV, menjadi penguasa berikutnya. Karena usianya yang baru 10 tahun, Paku Alam I ditunjuk sebagai wali raja.

Pangeran Diponegoro, putra tertua Hamengkubuwana III dari selir, nantinya akan memainkan peran yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Ia memimpin perlawanan sengit terhadap pemerintahan Belanda dalam Perang Jawa pada tahun 1825-1830, menciptakan babak baru dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Kehidupan Pribadi
Permaisuri

1. Gusti Kanjeng Ratu Kencana
putri Kanjeng Raden Tumenggung Sasradiningrat I dan Bendara Raden Ayu Saradiningrat. Ia adalah cucu Hamengkubuwana I dari pihak ibu.
2. Gusti Kanjeng Ratu Hemas
putri Ki Tumenggung Wirasantika atau Raden Rangga Prawiradirja I, Bupati Madiun.
3. Gusti Kanjeng Ratu Wandhan
putri Raden Tumenggung Yudhakusuma dan Bendara Raden Ayu Yudhakusuma. Ia adalah cucu Hamengkubuwana I dari pihak ibu.

Selir
(dan lainnya)

1. Bendara Raden Ayu Mangkarawati
2. Bendara Raden Ayu Puspitalangen
3. Bendara Raden Ayu Kalpikawati
4. Bendara Raden Ayu Surtikawati
putri Ki Tumenggung Jayadirja dari Kulon Progo.
5. Bendara Raden Ayu Panukmawati
6. Bendara Raden Ayu Kusumadiningrum
7. Bendara Raden Ayu Lesmanawati
8. Bendara Raden Ayu Dayapurnama
juga dikenal sebagai Bendara Raden Ayu Ngrayung Asmara
9. Bendara Raden Ayu Mindarsih
10. Bendara Raden Ayu Dewaningrum
11. Bendara Raden Ayu Puspawati
12. Bendara Raden Ayu Widya
13. Bendara Raden Ayu Padmawati
14. Bendara Raden Ayu Madarsih
15. Bendara Raden Ayu Puspitaningsih
16. Bendara Raden Ayu Mulyasari
17. Bendara Raden Ayu Puspitasari
18. Bendara Raden Ayu Mulyaningsih
19. Bendara Raden Ayu Sasmitaningsih
20. Bendara Raden Ayu Rangasmara
21. Bendara Raden Ayu Murtiningrum
22. Bendara Raden Ayu Adiningdia
putri Bendara Pangeran Harya Panular.
23. Bendara Raden Ayu Adiningsih
24. Bendara Raden Ayu Suryaningalogo

Anak
(dan lainnya)

1. Bendara Raden Mas Mustahar/Bendara Raden Mas Antawirya
lahir dari BRAy. Mangkarawati, bergelar Bendara Pangeran Harya Dipanegara. Ia adalah Pahlawan Nasional RI.
2. Bendara Raden Mas Samawijaya
lahir dari BRAy. Puspitalangen, bergelar Bendara Pangeran Harya Hadinegara. Ia membantu Pangeran Dipanegara sebagai Patih.
3. Bendara Pangeran Harya Surya Brangta
lahir dari BRAy. Kalpikawati, juga bergelar Bendara Pangeran Harya Purbadiningrat.
4. Bendara Raden Mas Ambiya
lahir dari BRAy. Dayapurnama, bergelar Bendara Pangeran Harya Hadisurya.
5. Bendara Pangeran Harya Hadisurya II
lahir dari BRAy. Puspawati, juga dikenal sebagai Pangeran Ngah’Abdu’l Rahim.
6. Bendara Pangeran Harya Suryawijaya
lahir dari BRAy. Widya.
7. Bendara Raden Mas Gerantul
lahir dari BRAy. Madarsih, bergelar Bendara Pangeran Harya Natabrata dan Bendara Pangeran Harya Suryadipura. Ia dibuang ke Ternate tahun 1849.
8. Bendara Pangeran Harya Suryadipura II
lahir dari BRAy. Sasmitaningsih. Ia ikut dalam pemberontakan Pangeran Dipanegara.
9. Gusti Raden Mas Ibnu Jarot
lahir dari GKR. Kencana, naik takhta sebagai Hamengkubuwana IV.
10. Bendara Pangeran Harya Suryadi
lahir dari BRAy. Rangasmara.
11. Bendara Pangeran Harya Tepasana
lahir dari BRAy. Mulyaningsih.
12. Bendara Raden Ajeng Murtinah
lahir dari BRAy. Surtikawati. Menikah dengan Kanjeng Raden Tumenggung Dhanudiningrat, cucu Hamengkubuwana I dari pihak ibu.
13. Bendara Raden Ayu Wiranegara
lahir dari GKR. Kencana. Menikah dengan Kanjeng Raden Tumenggung Wiranegara, putra Raden Tumenggung Jayaningrat, Bupati Rename.

Sri Sultan Hamengkubuwana III meninggalkan warisan yang kompleks, penuh tantangan, dan memainkan peran penting dalam perkembangan sejarah Indonesia pada abad ke-19. [UN]