Koran Sulindo – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memamerkan pencapaian Indonesia setelah 20 tahun krisis ekonomi 1998, terutama di sektor fiskal dan moneter.
“Contoh reformasi institusi Indonesia yaitu menempatkan Bank Sentral menjadi independen dari pemerintahan. Sebelumnya bagian dari Kementerian Keuangan yang saya bayangkan Menterinya sangat punya kekuatan untuk menekan kebijakan ke mereka,” kata Menkeu, dalam Gala Dinner US Indonesia Society (USINDO) di Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (18/4/2018) waktu setempat, seperti dikutip kemenkeu.go.id.
Acara itu dihadiri investor, pembuat kebijakan, maupun para pemimpin-pemimpin di Washington DC, baik dari sektor publik pemerintahan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun kelompok swasta. Acara ini termasuk rangkaian kegiatan IMF-World Bank Group Spring Meetings 2018.
Capaian lainnya adalah terbentuknya lembaga pengawas sektor finansial Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Yang menguatkan pengawasan pertumbuhan makro, kebijakan fiskal, moneter, perbankan, sistem, dan regulasi keuangan,” katanya.
Dalam hal reformasi pengelolaan anggaran, Indonesia kini sudah memiliki pencatatan aset yang lebih baik.
“Anda tidak akan percaya bahwa Indonesia baru punya pencatatan aset induk setelah 10 tahun lalu, ketika saya menjadi Menteri Keuangan. Balance sheet (neraca keuangan) dulu adalah disclaimer karena kami tidak tahu berapa aset sesungguhnya dari pemerintah Indonesia karena tidak terdaftar dan diinventarisir,” katanya.
Indonesia kini juga menerapkan I-account agar keuangan negara berdasarkan data yang riil. Sebelumnya menggunakan T-account yang membuat asumsi APBN selalu dalam keadaan seimbang.
“Kami mengadopsi praktek yang lebih global dalam mengelola fiskal. Di masa lalu Indonesia mengklaim bahwa APBN selalu balance karena kami menggunakan T-account dalam menyajikan data. Sisi kiri adalah pendapatan termasuk pinjaman. Pinjaman dianggap pendapatan. Di sisi kanan adalah belanja, kemudian mengklaimnya seimbang.”
Sri juga mengatakan Indonesia disiplin menerapkan defisit dan rasio terhadap utang, masing-masing dijaga di angka maksimal 3% dan 60% dari pendapatan domestik bruto (PDB).
“Defisit kami tahun ini adalah 2,19% dan rasio utang 29% terhadap PDB, jauh lebih sehat dari ekonomi Amerika. Kemudian kami juga punya audit independen untuk menjaga akuntabilitas kami,” kata Sri.
Memelihara Demokrasi
Sri Mulyani juga mengatakan Indonesia konsisten memelihara demokrasi dan melakukan reformasi perpajakan.
“Hal lain yang berubah dari Indonesia adalah demokrasi. Bukan berarti dulu kita tidak berdemokrasi, namun tidak seperti sekarang. Pengalaman saya sebagai World Bank COO, setelah Arab Spring dan pengalaman Indonesia pasca krisis finansial, saya pikir Indonesia makin memiliki demokrasi dan perkembangan yang kuat dan stabil,” katanya.
Menurut Menkeu mempertahankan demokrasi dalam situasi yang dikelilingi kekuatan sosial media seperti dipantau oleh publik setiap saat tidaklah gampang.
“Seperti memiliki full-body contact selama 24 jam, 7 hari seminggu. Karena publik bisa mengkomentari apapun. Jadi, kami harus bisa membaca apa yang ada di pikiran mereka termasuk merespon mereka agar kami dapat melanjutkan stabilitas, confidence dan trust kepada pemerintahan,” katanya.
Desentralisasi juga ikut memperumit demokrasi di Indonesia karena luasnya wilayah dan besarnya ketimpangan antar daerah.
“Indonesia juga demokratis, terdesentralisasi dan transparan. Jadi, bisa dibayangkan betapa sulitnya menjalankan pemerintahan di Indonesia,” katanya.
Di sisi lain, Indonesia harus memperbaiki kondisi ekonominya pascakrisis dengan investasi dan ekspor. Caranya adalah dengan menciptakan lingkungan yang bersahabat bagi investor termasuk reformasi perpajakan. Setelah memperbaiki kemudahan berusaha (ease of doing business), Indonesia termasuk top reformer dengan peringkat dari ranking 120 ke peringkat 72 dalam waktu kurang dari 2 tahun.
Untuk membangun kembali investasi dan ekspor, pemerintah membaginya dalam tiga area, yaitu menciptakan lingkungan yang bersahabat bagi investor. Lalu mereformasi regulasi dengan memberi insentif seperti reformasi perpajakan dengan rate yang rendah. Diikuti simplifikasi pembayaran pajak, penyederhanaan regulasi fiskal untuk mendukung investasi dan bisnis seperti pemberian tax holiday, tax allowance serta mengurangi tarif untuk UKM Indonesia.
“Ketiga, reformasi memperbaiki bisnis proses dengan berinvestasi dalam sistem IT dan database,” kata Menkeu. [DAS]