Softbank, perusahaan milik taipan Jepang/The New York Times

Koran Sulindo – Rencana pembangunan ibu kota baru Indonesia memantik investor dari berbagai negara untuk ikut masuk. Pemerintah pun memberikan karpet merah bagi investor manapun untuk bisa masuk dan segera menanaman uang untuk proyek ibukota yang rencananya terletak di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Permasalahan pendanaan dari proyek ini menjadi salah satu masalah bagi Indonesia. Anggaran negara tak cukup untuk mendanai proyek super mega ini. Anggaran yang dibutuhkan membangun ibukota baru sekitar Rp 600 triliun lebih. Skemanya cuma 19,2% yang akan memakai APBN. Sisanya akan diserahkan ke swasta baik langsung maupun bentuk kerja sama.

Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan menyebutkan setidaknya ada tiga nama yang digadang-gadang bakalan masuk memberikan pendanaan dalam proyek ibukota. Ketiga orang tersebut yaitu putra mahkota Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Mohamed bin Zayed (MBZ), Founder & CEO SoftBank Masayoshi Son, dan Perdana Menteri Inggris periode 1997-2007 Tony Blair.

Dari tiga nama itu, salah satu yang digadang-gadang serius masuk adalah Softbank Group. Perusahaan asal Jepang ini terlihat tidak main-main dalam proyek ibukota ini. Awal Januari kemarin, Son bos Softbank bersama petinggi perusahaan investasi asal Jepang ini mendatangi istana merdeka. Mereka langsung bertemu dengan Jokowi.

“Saya rasa terdapat peluang yang menarik untuk dibahas ide yang potensial,” ujar Masayoshi Son saat mau bertemu Jokowi. Masih belum jelas sektor mana yang akan diincar oleh Softbank. Son cuma menyebutkan beberapa sektor yang bisa diambil oleh Softbank.

Softbank punya ketertarikan dengan membangun kota pintar dengan teknologi terbaru, kota hijau, dan juga pengembangan artificial intelligence. Son belum mau menyebutkan nilai investasi yang bakalan digelontorkan perusahaan ini.

Namun proyek di ibu kota memang jelas menjadi gula bagi investor manapun. Jokowi menyebutkan ibu kota baru akan berbeda dari Jakarta. Luasan lahan untuk ibu kota baru akan jauh lebih luas dari Jakarta saat ini.

“Luas Jakarta 66 ribu hektare, kalau kita bandingkan luas ibu kota baru 256 ribu hektare dan lahan yang tersedia 410 ribu hektare dan pada tahap pertama akan dimanfaatkan 5.600 hektare,” kata Jokowi.

Siapa Softbank?
SoftBank merupakan perusahaan telekomunikasi berbasis Tokyo yang didirikan pada tahun 1981 oleh Son yang merupakan orang terkaya ke-43 dunia dalam daftar Forbes World’s Billionaires 2019.

Softbank merupakan perusahaan investasi yang banyak mendanai berbagai proyek dan perusahaan lintas negara. Mereka merupakan perusahaan terbesar kedua di Negeri Sakura dengan nilai pasar mencapai Rp 1.594 triliunan.

Nama Softbank juga bukanlah nama baru bagi Indonesia. Perusahaan ini tercatat memiliki beberapa investasi juga di Indonesia. Misalnya Softbank masuk di perusahaan e-commerce Tokopedia dengan nilai pendanaan US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 16 triliun. Softbank juga ikut mendanai Grab di Indonesia dan menjadikannya unicorn kelima, dan juga menginvestasikan US$ 2 miliar.

Softbank juga mendanai lima perusahaan rintisan atau startup lokal yang mendapatkan sokongan modal seperti Alodokter, Shopback, Modalku, Moka dan CoHive.

Lalu, Softbank juga merupakan perusahaan yang mengakuisis Fortress Investment Group. Akuisisi ini mengejutkan, tentu saja. Sebabnya, Softbank dikenal sebagai perusahaan yang fokus berinvetasi di perusahaan berbasis teknologi. Sementara Fortress merupakan salah satu manajer aset terbesar di dunia dan berbasis di Amerika Serikat.

Akuisisi Softbank terhadap juga tidak mudah. Sebagai perusahaan asing, Softbank harus membuat kesepakatan dengan otoritas AS semacam badan penanaman modal. Soalnya investasi asing di AS masuk kategori masalah keamanan nasional. Lalu, langkah Softbank itu juga disebut hanya sebagai cara untuk menjadi salah satu perusahaan investasi terbesar tidak hanya di Amerika Serikat tapi juga di dunia. Softbank merasa butuh pengakuan internasional untuk itu.

Namun catatan uang yang begitu banyak dikeluarkan Softbank di Indonesia dan berbagai negara ternyata cuma sekadar bisa mendapatkan decak kagum karena nilai jumlah uang yang banyak digelontorkan. Namun Bisnis Softbank tak terlalu bagus. Malahan Softbank di tahun lalu merugi.

Softbank melaporkan laba operasional sebesar JP¥ 2.59 miliar atau sekitar Rp 323 miliar. Nilai itu turun selama Oktober-November 2019 turun 99 persen dibanding periode sama di 2018. Penurunan tersebut sebagian besar disebabkan oleh kegagalan Softbank dalam mendanai perusahaan startup.

Sejak mengalami kerugian Softbank banyak mengevaluasi investasinya di banyak perusahaan. Ada beberapa yang dijual karena ternyata tak berprospek.

Kegagalan Softbank berbisnis selama setahun kemarin ini seharusnya bisa menjadi catatan bagi Indonesia untuk melihat keinginan perusahaan ini masuk ke ibukota. Kalaupun nantinya Softbank berhasil membangun dan ikut dalam proyek di ibukota, siapa yang bisa menjamin Softbank bisa memberikan kemakmuran bagi masyarakat Indonesia.

Persoalan mencari untung yang sebesar-besarnya menjadi perhatian bagi siapapun yang menginginkan ada kemakmuran bagi rakyat.

Siapa yang bisa menjamin kalau proyek di Ibukota nantinya bakalan dinikmati oleh masyarakat? Berbicara proyek swasta di Indonesia sudah banyak cerita kalau tak ada yang bicara kesejahteraan. Swasta pasti mencari untung, namun peranan negara juga menjadi hal yang dinanti. Bayangkan, kalau ibu kota baru nanti akan dikuasai oleh swasta, tanpa ada campur tangan pemerintah? [Kenourios Navidad]