Koran Sulindo – Pengaturan tarif taksi berbasis aplikasi atau online dinilai kurang tepat. Seharusnya, peran pemerintah adalah meningkatkan upaya kerja sama antara taksi online dan konvensional.
Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan menuturkan, penerbitan aturan mengenai tarif untuk taksi online semesinya tidak perlu. Biarkan saja apa yang sudah berjalan selama ini, dengan begitu akan menguntungkan semua pihak terutama penumpang.
Azas khawatir ketika tarif terhadap taksi online diatur, maka akan berdampak pada layanan. Penumpang pada umumnya memang akan memilih transportasi yang murah dan nyaman. Mekanisme yang berjalan selama ini adalah hukum pasar.
Ia karena itu optimistis kerja sama taksi online dan konvensional menjadi jalan keluar atas situasi saat ini. Kerja sama itu disebut akan mendorong peningkatan pendapatan sopir taksi konvensional.
Beberapa taksi konvensional yang telah menjalin kerja sama dengan perusahaan aplikasi taksi online adalah Go-Jek dan BlueBird yang melakukan kerja sama dalam lini bisnis Gocar. Ada pula Taksi Express yang berduet dengan Uber.
Sosialisasi Aturan
Di sisi lain, pemerintah mulai gencar memasyarakatkan aturan terhadap taksi online. Salah satu upaya itu adalah dengan memasang stiker khusus bagi taksi online.
Menurut Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Elly Adriani Sinaga, upaya pemasangan stiker itu sebagai cara untuk mengawasi operasional taksi online. Itu juga yang akan membedakan kendaraan pribadi dan taksi online.
Stiker yang ditempel pada taksi online akan dilengkapi cip khusus untuk memantau operasionalnya. Kendati demikian, Elly belum bisa menjelaskan cip seperti apa yang akan ditempel pada stiker. Di luar itu, pemerintah juga akan mewajibkan taksi online untuk memakai pelat nomor uji berkala yang akan ditempelkan pada rangka mobil.
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Perhubungan tentang Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek tahun 2016 mengatur keberadaan taksi online mulai dari tarif hingga kuota. Kendati menuai pro dan kontra, aturan ini efektif berlaku mulai 1 April 2017.
Berdasarkan catatan pemerintah sebanyak 13.828 unit taksi online beredar di Jakarta. Itulah yang akan diawasi melalui aturan baru tersebut. Dari jumlah itu, 89,13 persen atau 12.324 disebut beroperasional tanpa izin. [KRG]