Koran Sulindo – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Mahyuddin, membenarkan adanya usulan pergantian jabatan Wakil Ketua MPR ke Siti Hediati Haryadi (Titiek Soeharto) di Rapat Pleno, Minggu malam (18/3/2018). Namun, politisi Partai Golkar itu meyakini pimpinan MPR tidak akan menindak lanjuti permintaan tersebut.
“Saya kira biasa ya di dalam partai ada aspirasi, ada keputusan rotasi pimpinan seperti itu. Namun demikian apakah nanti keputusan itu bisa ditindaklanjuti, itu soal lain,” kata Mahyudin, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/3/2018).
Menurut Mahyudin, untuk mengganti pimpinan, harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3). Dalam UU itu, pergantian pimpinan harus merujuk pada beberapa alasan mulai dari meninggal dunia, mengundurkan diri, ataupun berhalangan menjalankan tugas dalam waktu yang lama.
“Saya kira di pimpinan MPR akan taat azas dan taat hukum dan undang-undang. Saya sangat percaya di MPR tidak melanggar itu. Tidak akan ditindaklanjuti,” katanya.
Mahyuddin menduga pergantian itu didasari pada masalah pribadi. Selain kesepakatan terkait jabatan Titiek usai digelarnya Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar Desember lalu. Menurutnya, Titiek Soeharto itu tak maju Munaslub melawan Airlangga Hartarto karena akan diberi jabatan pimpinan MPR.
“Bisa jadi ini karena masalah suka dan tidak suka, tapi memang semenjak Munas kemarin sudah ada gaungnya. Karena memang ada kesepakatan Mbak Titiek enggak maju caketum dipromosikan jadi Wakil Ketua MPR. Dalam politik itu biasa saja,” bebernya.
Mahyuddin juga mengklaim pergantian itu tidak direstui oleh Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie (ARB), karena Golkar harusnya fokus pada pemenangan Pemilu 2019.
“Saya sudah menghadap ke Pak ARB, dan beliau menyatakan tidak menyetujui untuk adanya rotasi. Karena apa urgensinya sudah tinggal setahun. Semestinya kita berfokus ke pemenangan pemilu. Bukan mengurusi ke hal-hal yang bisa memunculkan potensi perpecahan ke internal partai,” katanya.
Terpisah, Wakil Ketua MMPR Hidayat Nurwahid, mengaku hingga kini MPR belum menerima surat pemberitahuan pergantian pimpinan itu. Politisi PKS itu juga mengaku tidak mengetahui alasan di balik pergantian pimpinan MPR dari Fraksi Golkar.
“Bila kemudian itu dirujuk, saya belum tahu apa yang dijadikan alasan oleh Golkar untuk buat keputusan, tapi yang jelas kami belum menerima surat pemberiyahuan itu. Sekarang ya keputusan apapun dari Partai Golkar terkait masalah ini,” ujar Hidayat.
Dijelaskan, untuk melakukan pergantian pimpinan harus didasari beberapa alasan sesuai dengan Undang-Undang MPR DPR, DPD dan DPRD (UU MD3). Mulai dari alasan mengundurkan diri, meninggal dunia, hingga terjerat masalah hukum di atas lima tahun.
“Pertama pimpinannya mengundurkan diri, meninggal dunia, terjerat masalah hukum di atas lima tahun,” ungkapnya.
Namun ia menyerahkan seluruh keputusan ke internal Partai Golkar.
“Tentu semuanya akan dikaji ya, karena di Partai Golkar ada aturan internal mereka sendiri juga tentu semuanya karena MPR adalah lembaga konstitusi maka harus menyesuaikan aturan-aturan yang ada di MPR,” kata Hidayat. [CHA]