Koran Sulindo – Beberapa hari setelah pertahanan ISIS di Suriah dan Irak runtuh pada awal November lalu, serangkaian peristiwa luar biasa justru berpotensi memicu bahaya perang baru. Potensi perang bergeser ke Lebanon.
Tak puas hanya memaksa Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri mengundurkan diri, Arab Saudi membuat klaim palsu bahwa negara itu “mengumumkan perang” melawan mereka.
Lebanon menjadi sasaran karena dianggap membiarkan Hizbullah yang syiah tumbuh besar dan mengancam hegemoni Saudi.
Provokasi didahului sebuah latihan militer Israel, yang menyimulasikan invasi ke Lebanon. Latihan itu merupakan yang terbesar dalam 20 tahun terakhir dan melibatkan semua cabang militer Israel.
Targetnya jelas, mereka mengincar Hizbullah. Di sisi lain, pengunduran diri Hariri di bawah paksaan orang-orang Saudi itu sukses membuat kacau pemerintah Lebanon sekaligus memicu perselisihan dan membuat Lebanon rentan diserang Israel.
Sementara Amerika Serikat menganggap Hizbullah sebagai kelompok teroris, kaum progresif di Timur Tengah justru melihat kelompok itu sebagai penjaga utama kedaulatan Lebanon. Mereka setidaknya dua kali memukul mundur serangan Israel pada tahun 2000 dan 2006.
Dalam perang Suriah, selain bertempur bersama tentara pemerintah Hizbullah sukses mencegah penetrasi ISIS ke Lebanon dengan dukungan politik, material dan militer Iran.
Menurut dokumen rahasia yang dibocorkan Channel 10 News yang berbasis di Tel Aviv, skenario dikoordinasikan Arab Saudi dan sekutu barunya, Israel. Kawat berbahasa Ibrani itu menunjukkan Tel Aviv dan Riyadh berkoordinasi untuk meningkatkan eskalasi di Timur Tengah. Dokumen-dokumen ini menjadi bukti pertama kolaborasi langsung antara kedua “klien” Amerika Serikat itu.
Barak Ravid, koresponden Channel 10 News, menyebut kawat itu dikirim dari Kementerian Luar Negeri Israel di Yerusalem pada 6 November 2017, yang menginstruksikan diplomat Israel melakukan segala kemungkinan meningkatkan tekanan diplomatik pada Hizbullah dan Iran.
Selain memaparkan dukungan Saudi di Yaman, kawat itu memerintahkan semua diplomat Israel mendesak pejabat tertinggi di negara tuan rumah untuk mengusir perwakilan politik Hizbullah.
Untuk konsumsi publik, media-media yang dikontrol pemerintah memosisikan Israel dan Arab Saudi berada di sisi yang berlawanan. Padahal, kedua rezim sama-sama menyandarkan haluan politik dan pasokan persenjataan oleh sumber yang sama: Washington.
Amerika Serikat berkepentingan menjaga kawasan kaya minyak ini tetap aman bagi pemodal, seperti Exxon Mobil dan JP Morgan Chase & Co. [Teguh Nugroho]
Baca juga:
Arab Saudi yang Salah Berhitung
Tur ke Asia, Saudi Mencari Pijakan