Koran Sulindo – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 2 orang tersangka baru dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Mereka adalah pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim.
BDNI diduga tidak memenuhi kewajiban selaku obligor BLBI kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
“Setelah penyelidikan, ditemukan bukti permulaan yang cukup, KPK membuka penyidikan baru dugaan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Kepala BPPN dalam pemenuhan kewajiban pemegang saham BDNI selaku obligor BLBI kepada BPPN,” kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (10/6/2019).
Seperti dikutip kpk.go.id, setelah melakukan proses Penyelidikan dan ditemukan bukti permulaan yang cukup, KPK membuka penyidikan baru dugaan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Syafruddin Arsyad Tumenggung selaku Kepala BPPN.
Sjamsul dan Itjih diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun. Misrepresentasi tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun. Saat dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih sebesar Rp220 miliar.
Atas perbuatan tersebut, Sjamsul dan Itjih disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya KPK telah memproses Syafruddin Arsyad Tumenggung. Kepala BPPN itu dijatuhi hukuman 13 tahun penjara, dan ditambah menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar dalam pengadilan banding di Pengadilan Tinggi.
Dalam putusan tingkat pertama di Pengadilan Negeri, hakim menyatakan Sjafruddin melakukan perbuatan haram itu bersama-sama Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih S Nursalim, serta Dorojatun Kuntjoro Jakti selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dalam penerbitan SKL itu.
Sjafruddin disebut menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira serta surat pemenuhan kewajiban pemegang saham meski Sjamsul belum menyelesaikan kewajibannya yang seolah-olah piutang lancar atau misrepresentasi.
BDNI disebut hakim ditetapkan sebagai Bank Beku Operasi (BBO) yang pengelolaannya dilakukan oleh Tim Pemberesan yang ditunjuk BPPN dan didampingi oleh Group Head Bank Restrukturisasi. BDNI pun dikategorikan sebagai bank yang melakukan pelanggaran hukum atau transaksi yang tidak wajar yang menguntungkan Sjamsul Nursalim.
Atas perbuatan itu, Sjafruddin merugikan negara sebesar Rp4,5 triliun terkait BLBI. Karena menguntungkan Sjamsul sebesar Rp 4,5 triliun.
Sementara dalam putusan tingkat banding majelis hakim meningkatkan lama hukuman terhadap terdakwa dengan pertimbangan yang pada pokoknya menyebutkan tindakan terdakwa selaku Kepala BPPN telah melukai secara psikologis masyarakat dan bangsa Indonesia yang baru saja mengalami trauma akibat krisis moneter yang menimpa bangsa Indonesia pada Tahun 1998, dan kerugian keuangan negara yang diakibatkan sangat besar di tengah situasi ekonomi yang sulit.
Terkait dengan pihak yang diperkaya, pada pertimbangan putusan Pengadilan Tipikor No. 39/Pid.5us/Tpk/2018/PN.Jkt.Pst disebutkan secara tegas bahwa tindakan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung telah memperkaya Sjamsul Nursalim sebesar Rp4,58 triliun.
“Secara paralel karena diduga terdapat pihak lain yang juga harus bertanggung jawab secara pidana dalam perkara ini, KPK melakukan serangkaian kegiatan penyelidikan sejak Agustus 2018, termasuk di antaranya permintaan keterangan terhadap sejumlah pihak,” kata Saut. [Didit Sidarta]