Koran Sulindo – TAN Malaka adalah tokoh yang kesepian dan misterius. Beberapa peneliti, termasuk Harry Poeze, menggambarkannya demikian. Sebagian orang, kata Poeze, yang mengabdikan dirinya meneliti Tan Malaka hingga puluhan tahun, tidak bisa menebak sosok yang bernama asli Sutan Ibrahim itu.
Beberapa waktu lalu, diskusi publik mengenai Tan Malaka kembali digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta. Tepatnya pada akhir Maret 2017. Menarik mengikuti kisah sosok misterius ini. Setidaknya ada beberapa peristiwa yang bisa kita ikuti mengenai Tan Malaka, antara lain mengenai perdebatannya dengan beberapa tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) tentang pemberontakan nasional pertama terhadap kekuasaan kolonialisme Belanda pada tahun 1926. Sejak penolakannya terhadap pemberontakan itu, Tan Malaka dianggap sebagai pengkhianat partai.
Berikut wawancara wartawan Koran Suluh Indonesia Kristian Ginting dengan Harry Poeze tentang berbagai hal terkait Tan Malaka. Sebagian jawabannya ada yang bertentangan dengan penelitian-penelitian yang dilakukan Ruth T. Mcvey (Universitas Cornell) dan Helen Jarvis, peneliti dari Australia.
Bagaimana awalnya Tan Malaka terlibat dalam pergerakan pra-kemerdekaan?
Tan Malaka terlibat dalam pergerakan sesudah pengalamannya mengajar sebagai guru anak-anak kuli kontrak di Deli, Sumatera Timur. Ia sangat terkesan dengan kesengsaraan kuli kontrak tu, dan karenanya ia juga mengalami radikalisasi. Ia mengakhiri pekerjaannya sebagai guru dan pergi ke Jawa. Ia bertemu dengan sejumlah tokoh nasional dari Sarekat Islam (SI), PKI, serta organisasi lain.
Ia memilih menjadi anggota PKI, partai kecil yang punya pengaruh cukup besar karena satu-satunya partai nasionalis kala itu. Belum ada Partai Nasionalis Indonesia (PNI), belum ada yang berasaskan keseluruhan Indonesia. Terlebih PKI juga satu-satunya partai yang menggunakan kata Indonesia ketika itu. Yang lain belum ada, termasuk SI dan Budi Utomo. Semuanya belum nasionalis. Karena itu, Tan Malaka bisa disebut sebagai komunis-nasionalis.
Alasannya memilih PKI?
Sebagai orang yang terpelajar, Tan Malaka sadar betul memilih menjadi anggota PKI. Juga karena dorongan besar dari Semaun. Ditambah pula pada waktu itu, partai ini kekurangan kader, sehingga Tan Malaka hanya hitungan bulan langsung menjadi pengurus. Sewaktu tokoh utama PKI, yakni Semaun, dibuang ke Belanda, Tan Malaka terpilih menjadi Ketua PKI. Gerak-geriknya karena itu acap diamati pemerintah. Pemerintah amat tidak senang dengan aktivitasnya, terutama ketika mendirikan sekolah SI. Dalam sekolah itu diajarkan bagaimana menjadi seorang yang mandiri, merdeka, menjadi orang yang melawan kolonialisme Belanda. Ini dianggap berbahaya bagi ketenteraman pemerintah kolonial. Tan Malaka kemudian ditahan dan dibuang dari Indonesia.
Tahun berapa Tan Malaka hijrah dari Deli ke Jawa?
Kira-kira tahun 1921. Sebab, Tan Malaka sempat mengajar di Deli lebih dari setahun. Ia kembali dari Belanda sekitar 1919 dan langsung mengajar ke Deli.
Tokoh siapa yang awalnya ditemui Tan Malaka di Jawa?
Tan Malaka bertemu dengan beberapa tokoh dari SI, tapi saya lupa namanya. Ia juga bertemu dengan Semaun. Hubungannya dengan Semaun memang cukup sering. (Berdasarkan buku Ruth T. Mcvey yang telah diterjemahkan ke Indonesia dengan judul Kemunculan Komunisme Indonesia di halaman 205, setelah tiba di Jawa, Tan Malaka pergi ke Yogyakarta untuk mengunjungi seorang temannya bernama Sutopo, salah satu pemimpin golongan muda dan progresif dari Budi Utomo. Kunjungannya itu bertepatan dengan Kongres SI dan Sutopo membawanya ke kongres itu serta memperkenalkannya dengan para pemimpin Indonesia yang berkumpul di sana. Tan Malaka seketika itu terkesan dengan Semaun yang senang karena telah didatangi oleh seorang terpelajar dan pengagum antusias Marx).
Siapa yang menggagas pendirian sekolah di Semarang?
Gagasan pendirian sekolah SI di Semarang murni dari Tan Malaka. Saya kira waktu itu SI khawatir pemerintah akan bereaksi jika itu menjadi sekolah PKI. Pemerintah tidak suka. (Menurut Ruth Mcvey, keterlibatan Tan Malaka dalam sekolah SI di Semarang berawal dari ajakan Semaun. Setelah berkenalan, Semaun menyarankan Tan Malaka bergabung dengan dia di Semarang dan di sana membantu mendirikan sekolah yang disponsori SI Semarang. Tan Malaka menerima tawaran itu dan gerakan komunis Indonesia mendapatkan salah seorang revolusioner besar paling berbakat).
Bagaimana sebetulnya menggambarkan sosok Tan Malaka?
Ia sosok yang cerdas. Itu tergambar dari banyaknya karya yang ditulis Tan Malaka. Ia menguasai banyak bahasa. Itu sebabnya, ketika ia dalam pelarian bisa beradaptasi di berbagai negara dan mampu menggunakan bahasa negara tersebut dengan baik. Penyamarannya sebagai pelarian pun tak ketahuan. Tapi, Tan Malaka tidak punya cukup waktu untuk mewujudkan ide-ide pendidikannya.
Ia juga tidak terlalu suka muncul ke permukaan. Ia lebih suka menjadi mahaguru, mengurus beberapa hal dan memberi petunjuk kepada pengikutnya. Ia suka bertemu dengan orang muda, untuk dididik dan menanamkan gagasan revolusioner. Pun begitu ketika membangun Partai Murba, Tan hanya menjadi pelopor.
Sebagian orang juga tidak tahu persis mengenai sosok ini, apakah komunis atau bukan; nasionalis atau bukan—tapi ia berada di barisan Soekarno dan Hatta ketika peristiwa 1948 meletus. Itu sebabnya, masih banyak orang meragukan Tan Malaka. (Alimin, mantan kawan sejalan Tan Malaka, dalam sebuah tulisannya berjudul “Analysis” yang diterbitkan pertama kalinya pada 1947 menjuluki Tan Malaka sebagai adventurer atau avonturir [orang yang suka berpetualang]).
Kapan Tan Malaka menjadi Ketua PKI?
Setelah Semaun ke Moskow. Itu berarti sekitar 1921 dan ia dibuang ke luar negeri sekitar 1922.
Berselang empat tahun kemudian, tahun 1926, pemimpin PKI memutuskan mengadakan pemberontakan bersenjata terhadap pemerintahan kolonialisme Belanda. Sebelum pemberontakan, terjadi perdebatan di antara mereka. Tan Malaka adalah salah satu pemimpin yang menolak rencana pemberontakan, dengan berbagai alasan, antara lain situasi obyektif saat itu tidak memungkinkan sehingga akan mematikan semua gerakan rakyat.
Tan Malaka beranggapan pemberontakan itu akan gagal. Tan Malaka juga protes soal itu ke Moskow (Komunis Internasional, Komintern). Apalagi, ia merupakan perwakilan Komintern Asia Timur Jauh. Tan Malaka tidak senang dengan itu. Moskow tidak peduli protes tersebut karena Stalin sedang terlibat konflik dengan Trotsky. Saya punya dokumen yang merupakan surat-surat Tan Malaka ke Komintern. Karena penolakannya itu dan karena membentuk Pari pada 1927, ia dicap sebagai pengkhianat dan pengikut Trotsky.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, pada Juli 1946, Tan Malaka ditangkap karena disebut memberontak pemerintahan sah di bawah Bung Karno?
Di masa revolusi, Tan Malaka banyak melakukan kesalahan. Itu mungkin karena selama 20 tahun hidup dalam pelarian. Hanya enam bulan menjadi orang bebas. Sisanya sekitar 24 tahun menjadi buronan. Soal peristiwa 3 Juli 1946 itu, Tan Malaka tidak terlibat. Ia ditangkap karena dianggap berbahaya bagi Bung Karno, Hatta, Sjahrir, dan Amir Sjarifuddin.
Setelah merdeka, Tan Malaka sempat terlibat perdebatan dengan Alimin. Bagaimana sesungguhnya perdebatan itu?
Tan Malaka ketika itu menanggapi tulisan Alimin yang berjudul “Analysis”. Perdebatan itu antara lain berkaitan dengan trotskyisme. Saya kira mereka sama-sama awam tentang itu. Karena itu, saya kira Tan Malaka memang sama sekali tidak mengerti tentang trotskyisme. Itu sebabnya menjadi heran ia dituduh sebagai pengikut Trotsky.
Dalam “Analysis”, Alimin sebetulnya menanggapi tulisan Tan Malaka berjudul “Thesis”. Apalagi, tulisan Alimin itu diterbitkan pada 1947 dan ia menjelaskan dengan baik soal trotskyisme. Itu bagaimana?
Saya kira awalnya Alimin yang menuliskan “Analysis”. Beberapa bulan kemudian Tan Malaka muncul dengan tulisannya “Thesis” itu. Atau saya yang bingung? Mungkin saya keliru, saya harus cek dulu. Soal penjelasan Alimin tentang trotskyisme itu salah. Ini harus saya cek. Saya banyak lupa.
Mengapa Tan Malaka dalam berbagai karyanya jarang menyebutkan nama-nama tokoh, seperti Semaun?
Saya tidak tahu persis. Tapi, dalam karyanya Dari Penjara ke Penjara, apa Tan Malaka tidak menyinggung nama Semaun? Jika tidak, saya tidak tahu soal itu. (Helen Jarvis, peneliti dari Australia, menyatakan Tan Malaka adalah seorang yang tak memiliki keyakinan, apalagi tokoh ini disebut sebagai avonturir atau petualang politik. Kelemahan yang paling mendasar dari Tan Malaka, kata Helen, adalah kegagalannya untuk memahami teori partai dari mana ia berasal). []