Koran Sulindo – Mohon jangan tertawa dulu, Partai Berkarya bentukan Hutomo Mandala Putra (Tommy), anak lelaki terkecil mantan Presiden Soeharto dan konon putra kesayangannya, mematok target jauh di awan: peringkat tiga pemilihan legislatif 2019 nanti.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) merilis Partai Berkarya memiliki 409.022 anggota dengan tingkat keterwakilan perempuan mencapai 36,36%. Sekadar perbandingan, jumlah anggota itu jauh di atas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), misalnya, yang hanya punya 339.224 orang memiliki kartu anggota resmi.
Namun hingga akhirnya partai itu lolos menjadi peserta Pileg 2019 nanti, tak ada kabar tiada cerita soal program politik partai, yang seolah-olah tumbuh dari dasar bumi itu. Nampaknya, partai dengan lambang dan warna seperti Partai Golkar itu hanya menggantungkan nasib pada mas Tommy, orang yang pernah dijatuhi pidana penjara 15 tahun karena menyuruh membunuh seorang hakim agung dan baru bebas bersyarat pada 2011 lalu. Tommy sebelumnya mencoba berkecimpung di Golkar, partai bentukan bapaknya, namun tak pernah menjadi tokoh penting dalam internal partai.
Situs resmi partai itu, berkarya.id, menulis misi mereka adalah meningkatkan partisipasi politik dan memperjuangkan kepentingan masyarakat serta memperjuangkan ideologi partai.
Ideologi? Pertarungan antara parpol sepanjang pemilu di Indonesia, sejak Reformasi 1998, hanyalah antara Pancasila versus agama (Islam); nasionalis segala bentuk melawan Islam politik. Berarti mereka sejajar dengan PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, Hanura, kita sebut 5 besar saja. Dan Partai Tommy itu mau tak mau harus berebut kue suara dengan para raksasa itu.
Pada Pileg 2019 nanti satu partai beraroma Soeharto lagi adalah Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda). Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana adalah bekas Presiden Direktur PT Cipta Televisi Indonesia (TPI), stasiun televisi milik Siti Herdfiyanti Rukmana (Tutut). Jadi bisa dirunut kemana aliran dana bermuara.
Partai yang didirikan pada 16 April 2015 itu mendapat nomor urut 6 pada pengundian di KPU pertengahan Februari lalu ini, sama seperti partai bentukan sisa-sisa laskar Cendana lainnya, tak pernah mewartakan ideologinya, tapi jelas sama seperti partai milik Tommy, mau tak mau harus berebut kue suara dengan para raksasa itu.
Pada Pemilu 2004, partai beraroma Cendana—mengacu alamat rumah Presiden RI ke-2 yang berkuasa selama 33 tahun itu di Menteng, Jakarta, adalah Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB). Pada 2004 PKPB meraih 2 kursi, dan mengkampanyekan Tutut menjadi presiden. Pada Pemilu 2009 PKPB tak mempunyai satu orangpun wakil di Senayan.
Dua partai lain yang pernah didirikan anggota keluarga Cendana adalah Partai Karya Republik dan Partai Nasional Republik. Keduanya tak pernah lolos sebagai peserta pemilu.
Target pemilih yang disasar Partai Berkarya dan Partai Garuda adalah mereka yang pernah merasakan pemerintahan Soeharto. Jumlah yang kecil bersama berlalunya waktu. Apalagi Pileg 2019 nanti para pemilih muda mendominasi, sebagian besar tak tahu Soeharto, Orde Baru, dan bagaimana cara mereka berkuasa.
Data lembaga survei Saiful Mujani Research & Consulting mengatakan Pileg nanti sekitar 55% pemilih berada dalam rentang usia antara 17-38 tahun, dari total jumlah pemilih yang sebanyak 196,5 juta orang.
Dengan hanya memainkan narasi perbandingan zaman sekarang dengan masa pemerintahan Mbah Harto yang dikampanyekan “enak”, tapi dijatuhkan dari kekuasaan 20 tahun lalu, partai-partai cendana ini nampaknya akan gagal lagi seperti 2004 dan 2009 lalu.
Ini mungkin permainan terakhir mereka menggunakan demokrasi elektoral. Tapi mohon jangan tertawa dulu, mereka mungkin belum akan mati dalam waktu dekat. Sebagian besar raksasa politik dan ekonomi yang berkuasa saat ini, paling tidak di belakang layar, adalah mereka yang berhutang budi pada sosok Soeharto, diakui atau tidak. [Didit Sidarta]