Koran Sulindo – Meski Rusia memulai reformasi militernya sejak periode pasca-Soviet, namun hanya dalam sepuluh tahun terakhir saja serangkaian reformasi itu berhasil.
Rerestrukturisasi dan modernisasi memproyeksikan angkatan bersenjata mereka menjadi kekuatan utama dunia di abad ke-21.
Pembaruan-pembaruan itu terbukti langsung berhasil begitu diuji dalam konflik Suriah dan Ukraina.
Tentara Rusia sekarang bukanlah tentara Soviet yang kuno dan berkarat. Setidaknya itu yang selalu dikesankan kepada dunia dalam parade, dekat perbatasan NATO, Suriah dan outlet-outlet media.
Sayangnya, sedikit orang yang paham bahwa reformasi militer Rusia tak merata dan menyisakan lubang besar dalam pertahanan negara dan tetap belum siap untuk sebuah perang skala besar.
Menurut VPK, sebuah koran militer yang berpengaruh kerentanan yang akut terjadi di Distrik Militer Pusat dan Distrik Timur yang mencakup sebagian besar Rusia. Wilayah itu membentang dari di sisi timur Moskow, melewati Ural hingga ke Pasifik sampai perbatasan selatan Rusia.
VPK menyebut Distrik Militer Timur khususnya telah menjadi pajangan alat perang sekaligus ‘museum barang antik’.
Distrik yang membentang seluas 2,7 juta mil persegi termasuk Kepulauan Kuril, Pulau Sakhalin, hingga Semenanjung Kamchatka itu sangat bergantung pada peralatan lama dari era 1960-an seperti BMP-1 dan rudal anti-tank era 1970-an era Konkurs.
Di sisi lain, sistem anti-pesawat sangat bergantung pada Shilkas model meriam anti-pesawat bergerak tidak efektif terhadap pesawat yang terbang tinggi.
“Lubang spasial besar ‘ada di pertahanan udara berbasis darat, yang juga diperbarui jauh lebih lambat daripada di wilayah barat negara itu,” tulis Alexander Khramchikhin dari Institut Politik dan Militer yang berbasis di Moskow di VPK.
“Bakal sangat sulit untuk melawan Angkatan Udara dan Angkatan Laut AS dan Jepang, tetapi ini bukan yang terburuk. Jauh lebih sulit untuk bagian-bagian di daratan sejak Danau Baikal ke Vladivostok untuk memerangi PLA yang dimodernisasi secara radikal selama dua dekade terakhir.”
Memperkuat pertahanan bagian timur, Rusia membutuhkan persenjataan lengkap unit-unit yang ada dan pengiriman senjata baru. Rupanya, konsep penyimpanan dan perbaikan senjata dan peralatan yang telah bertahan sejak zaman Soviet, benar-benar membutuhkan revisi lengkap.
Persenjataan di perbatasan di Cina sangat ketinggalan jaman dan posisinya sangat dekat dengan perbatasan Cina. Jika terjadi perang menjadi nyata, mereka bakal menjadi dasar untuk pembentukan unit baru dengan mengorbankan kontingen yang dimobilisasi, tetapi hanya sampai ke Cina.
Di sisi lain, fokus yang menjadi keprihatinan Khramchikhin adalah tentara cadangan Rusia.
Sementara Rusia memiliki ribuan tank dengan 2.700 tank pada kesatuan aktif saja dan ribuan lainnya menjadi cadangan –konflik masa depan kemungkinan akan segera melumat kendaraan-kendaraan ini pada tingkat yang mengkhawatirkan.
Sejauh yang terjadi di perbatasan Ukraina ratusan tank dari kedua belah pihak telah hilang dan jumlah yang sama hancur di Suriah.
Khramchikhin menyarankan Rusia membeli ribuan tank T-14 Armata, yang dilengkapi banyak fitur modern termasuk sistem counter-measure yang reaktif yang dirancang menangkal rudal anti-tank.
Sejauh ini Rusia hanya memiliki 100 Armatas yang direncanakan bakal operasional tahun 2020.
“Praktek Eropa saat ini membeli peralatan baru dalam jumlah mikroskopis adalah pemborosan uang dalam ketidakberdayaannya,” tulis Khramchikhin. “Perlu membeli banyak, atau tidak membeli sama sekali.”
Di sisi lain, Angkatan Udara Rusia juga memiliki kendala mendasar pada pengisian bahan bakar, pesawat perang elektronik dan pesawat angkut.
Sementara Rusia kehilangan beberapa pesawat tempur, pesawat tambahan ini sangat diperlukan, dan kerugian akan menciptakan efek knock-on di seluruh kemampuan militer Rusia untuk berperang.(TGU)