Silang Sengketa Pulau Pasir di Nusa Tenggara Timur

PERKARA dimulai dari  pernyataan Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Timor, Rote, Sabu dan Alor di Laut Timor, Ferdi Tanoni.  Ferdi juga merupakan Peraih Penghargaan Civil Justice Award Nasional dari President Australian Lawyers Alliance-ALA dan mantan agen imigrasi, yang menyebut bahwa, Pulau Pasir sejatinya bagian dari NKRI

Dicuplik dari Kata NTT, Ferdi mencuatkan sengketa tersebut dengan mengirimkan surat terbuka kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) RI, Sakti Wahyu Trenggono. Surat ini turut dikirimkan kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Menurut Ferdi, Australia mengklaim pulau tersebut sebagai miliknya sejak ada nota kesepahaman (MoU) antara kedua negara pada 1974. Padahal, Pulau Pasir adalah hak mutlak milik masyarakat adat Timor, Rote, Sabu, dan Alor.   Ferdi adalah juga ketua yayasan yang memperjuangkan hak rakyat NTT atas Laut Timor, yakni Yayasan Peduli Timor Barat.

Pulau Pasir yang juga disebut bagian Ashmore Reef & Cartier Island berada di sebelah selatan Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Wilayah kepulauan ini meliputi pulau berpasir, berkarang, dan ditutupi oleh rumput.

Sejarah

Pertama kali Pulau Pasir ditemukan oleh Samuel Ashmore pada 1811. Berkat penemuannya ini, wilayah tersebut kini disebut dengan nama penemunya, yakni Ashmore Reef. Empat puluh tahun berikutnya, sekitar 1850-an, wilayah sekitaran Pulau Pasir dijadikan sebagai tempat menangkap ikan paus. Kala itu, pihak yang meluncurkan perburuan tersebut adalah kapal-kapal dari Amerika. Mulai dari tahun tersebut hingga 1900-an, Pulau Pasir di sebelah baratnya dijadikan sebagai tempat penambangan. Di sana, ternyata ada sumber daya berupa fosfat.

Pada 1933, Pulau tersebut disahkan sebagai wilayah kekuasaan Inggris berdasarkan Ashmore and Cartier Acceptance Act. Sembilan tahun kemudian, 1942, wilayah ini diserahkan kedaulatannya kepada Negara Bagian Australia Barat.

Wilayahnya yang berada dekat Pulau Rote ternyata menyebabkan nelayan masa lalu masih aktif di sekitar sana. Bahkan, ada beberapa makam orang Indonesia yang dikuburkan di sana. Demi menyikapi hal tersebut, Australia mentolerir kedatangan para nelayan tradisional. Mereka diperbolehkan untuk beristirahat atau sekadar berkunjung ke makam pendahulunya. Hal ini diatur melalui MOU (Memorandum of Understanding) yang ditandatangani pada 1974.

Berlanjut setelah kejadian itu, pada 1983, wilayah laut Pulau Pasir dijadikan sebagai cagar alam lantaran punya terumbu karang yang melimpah. Selanjutnya, masalah administrasi ditandatangani oleh Indonesia dan Australia pada 1997. Hal itu dilakukan demi menetapkan batas wilayah administrasi laut kedua negara. Di sekitaran Pulau Pasir, Australia hanya punya daerah berjarak 12 mil.

Argumen Warga Nusa Tenggara Timur

Disadur dari Kata NTT, Ferdi membangkitkan sengketa tersebut dengan mengirimkan surat terbuka kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) RI, Sakti Wahyu Trenggono. Surat ini turut dikirimkan kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTT.

Menurut Ferdi, Australia mengklaim pulau tersebut sebagai miliknya sejak ada nota kesepahaman (MoU) antara kedua negara pada 1974. Padahal, Pulau Pasir adalah hak mutlak milik masyarakat adat Timor, Rote, Sabu, dan Alor.

“Kawasan tersebut adalah mutlak milik masyarakat adat Timor, Rote, dan Alor,” tegas Ferdi, dikutip dari Antara, Sabtu (29/10/2022).

Ada sejumlah hal yang mendasari argumen Ferdi. Ketua Yayasan Peduli Timor Barat ini menjelaskan, Pulau Pasir kerap digunakan sebagai tempat transit nelayan Indonesia ketika mereka berlayar jauh ke selatan, seperti ke perairan Pulau Rote.

Ferdi turut menyinggung perubahan geopolitik yang melahirkan Timor Timur sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat pada awal 2000an. Alhasil, perjanjian yang dibuat antara Australia-Indonesia di Laut Timor sejak 1974-2022 secara otomatis tidak berlaku.

Penjelasan Pemerintah RI dan Australia

Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemlu RI, Abdul Kadir Jailani, menanggapi seruan Ferdi. Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu RI, Laurentius Amrih Jinangkung, turut mengeluarkan pernyataan serupa.

Mereka merujuk pada asas uti possidetis juris. Prinsip dalam hukum internasional tersebut menyatakan, batas-batas negara yang baru merdeka mengikuti batas-batas penjajahnya. Artinya, wilayah NKRI merupakan bekas wilayah Hindia Belanda.

Pulau Pasir tidak pernah dijajah Belanda, melainkan Inggris. Alhasil, pulau tersebut tidak menjadi bagian dari Indonesia ketika merebut kemerdekaannya dari Belanda. Pun pemerintah Hindia Belanda tidak pernah menentang klaim Inggris atas Pulau Pasir sejak 1878.

“Pulau Pasir atau Ashmore Reef tidak pernah menjadi bagian dari wilayah Hindia Belanda,” tegas Amrih saat konferensi pers luring Kemlu RI pada Kamis (27/10/2022).

“Dengan demikian, ketika Indonesia merdeka, Ashmore Reef tidak pernah menjadi bagian dari wilayah NKRI,” lanjut dia.

“Pulau Pasir merupakan pulau yang dimiliki Australia berdasarkan warisan dari Inggris. Pulau tersebut dimiliki oleh Inggris berdasarkan Ashmore and Cartier Acceptance Act, 1933, dan dimasukkan ke dalam wilayah administrasi Negara Bagian Australia Barat pada tahun 1942,” demikian menurut Abdul Kadir Jailani. [S21]