Koran Sulindo – Sikap fasisme seseorang rupanya tidak ditentukan latar belakangnya: militer atau sipil. Sikap Hary Tanoesoedibjo, Ketua Umum Partai Indonesia (Perindo) hari ini mencerminkan hal tersebut.
Pasalnya, melalui Ketua Bidang Hukum dan Advokasi DPP Perindo Christophorus Taufik, Hary Tanoe melaporkan situs berita Tirto.id ke Markas Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya karena menerbitkan tulisan Allan Nairn, wartawan investigasi Amerika Serikat (AS) yang mengkaitkannya dengan dugaan makar. Hary disebut tidak terima dengan tuduhan tersebut.
Sebagai “raja” media dan pemilik MNC Grup, Hary Tanoe tentunya tahu mekanisme keberatan akan sebuah berita. Berdasarkan Undang Undang Pers Tahun 1999, ia memiliki hak jawab untuk menolak tuduhan tersebut. Ketika Hary Tanoe belum puas atas hak jawab itu, ia bisa mengajukan keberatannya ke Dewan Pers.
Tulisan Allan Nairn yang dimuat Tirto yang merupakan terjemahan dari The Intercept menyebut Hary sebagai salah satu penyandang dana konspirasi makar untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Nairn menggunakan istilah kudeta dalam tulisannya itu. Hary kemudian mempersoalkan tulisan Nairn itu. Akan tetapi, ia hanya melaporkan Tirto bukan Nairn sebagai penulis artikel.
Christophorus mengatakan, isi tulisan tersebut merupakan fitnah dan pencemaran nama baik. Keterlibatan Hary Tanoe dalam dugaan makar tersebut ia katakan sebagai tuduhan berat. Padahal, Hary tanoe disebut pendukung pemerintahan Joko Widodo. Christhoporus pun – tanpa proses pengujian di Dewan Pers – menyebut artikel Nairn itu tidak memenuhi aidah jurnalistik karena tak memenuhi unsur cover both side.
Dibanding Hary Tanoe, sikap Panglima TNI Gatot Nurmantyo – yang juga disebut-sebut terlibat dalam dugaan makar – justru lebih “moderat”. Ia bahkan tidak terlalu ambil pusing terhadap tulisan Nairn yang dimuat Tirto itu. Gatot karena itu menepis bahwa ia akan melaporkan Tirto ke polisi.
Gatot memilih tidak bereaksi atas tulisan Nairn itu. Apalagi tulisan tersebut dianggap masalah “kecil” sehingga tidak perlu dipikirkan. Ia karenanya tidak akan mengikuti langkah Hary Tanoe yang melaporkan Tirto ke polisi.
“Paling omong-omong saja ke Dewan Pers,” kata Gatot.
Aliansi Trump di Indonesia
Tulisan Nairn berjudul Trump’s Indonesian Allies In Bed With ISIS-Backed Militia Seeking to Oust Elected President yang dimuat The Intercept diterjemahkan menjadi Investigasi Allan Nairn: Ahok Hanyalah Dalih untuk Makar oleh Tirto. Tulisan ini, terutama selepas kekalahan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta menyedot perhatian masyarakat.
Pasalnya, tulisan itu menyebutkan rekan-rekan Donald Trump di Indonesia telah bergabung bersama para tentara dan preman jalanan yang terindikasi berhubungan dengan ISIS dalam sebuah kampanye yang tujuan akhirnya menjatuhkan Presiden Joko Widodo. Menurut beberapa tokoh senior dan perwira militer dan intelijen yang terlibat dalam aksi yang mereka sebut sebagai “makar”, gerakan melawan Presiden Jokowi diorkestrasi dari belakang layar oleh beberapa jenderal aktif dan pensiunan.
Pendukung utama gerakan makar ini termasuk Fadli Zon, Wakil Ketua DPR dan salah satu penyokong politik Donald Trump; dan Hary Tanoesoedibjo, rekan bisnis Trump yang membangun dua Trump Resort, satu di Bali dan satu di dekat Jakarta (Lido, Jawa Barat).
Nairn menyusun laporan itu berdasarkan sejumlah wawancara dan dilengkapi dokumen dari internal tentara, kepolisian, dan intelijen yang saya baca dan peroleh di Indonesia, juga dokumen Badan Keamanan Nasional AS (NSA) yang dibocorkan Edward Snowden. Banyak sumber dari dua belah pihak yang berbicara tanpa mau disebutkan namanya. Dua dari mereka mengungkapkan kekhawatiran atas keselamatan mereka. Dalam tulisan itu, Gatot disebut setuju atas tindakan makar tersebut. [KRG]