Ir. Joko Widodo (Jokowi) mengawali karier politik sebagai wali kota Solo, berlanjut menjabat gubernur DKI Jakarta, kemudian menjadi presiden Indonesia, Jokowi disebut sebagai sosok pembawa “harapan baru”.
Namun, di penghujung kekuasaan Jokowi sebagai presiden, banyak kalangan – termasuk dari pendukungnya – menuduh pengusaha mebel itu mengonsolidasikan “oligarki” dan sedang ingin melanggengkan kekuasaan dengan merancang putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, melaju ke Pilpres 2024.
Hal ini tak lain, karena wacana penundaan pemilu dan jabatan presiden tiga periode, kandas.
Akan tetapi, tuduhan politik dinasti ini dibantah Jokowi dengan mengatakan, “Ya, itu kan masyarakat yang menilai.”
Jokowi dulu dan sekarang
Pria dengan perawakan ramping itu lahir di Solo pada 1961 di tengah keluarga sederhana. Jokowi mulai karir politik dengan bergabung PDI Perjuangan pada 1998. Ia mendapat tiket dari partai berlambang banteng menjadi wali kota Solo pada 2005. Pada periode kedua sebagai walikota Jokowi ikut pilgub DKI Jakarta dan memenanginya pada 2012.
Dua tahun sebagai gubernur, Jokowi didukung PDI Perjuangan memenangi pilpres 2014.
Menjelang masa purnabakti sebagai presiden Indonesia, eksistensi Jokowi diwarnai tuduhan politik dinasti dan drama hubungan dengan PDIP.
Posisi politiknya makin kuat, Jokowi sedang merancang perpanjangan kekuasaan melalui keluarga dan kroninya.
Sejumlah gejalanya bisa dilihat dari momentum politik yang melibatkan anak-anak Jokowi jelang Pilpres 2024.
Pertama, putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi bakal calon wakil presiden setelah Mahkamah Konstitusi (MK) – salah satu hakimnya adik ipar Jokowi, Anwar Usman – memutuskan syarat capres-cawapres boleh berusia di bawah 40 tahun dengan catatan berpengalaman sebagai kepala daerah.
Gibran berpasangan dengan Prabowo Subianto dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) – rival PDIP dan koalisinya dalam Pilpres 2024.
Kedua, putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep ditempatkan sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), hanya tiga hari setelah memperoleh kartu tanda anggota (KTA) partai berlogo bunga mawar itu.
Ketiga, keluarga Jokowi ini disebut “politikus kutu loncat“ dan “pembangkang” karena tidak seirama dengan PDIP, partai yang mengusung Jokowi dari awal karir politik hingga menjadi presiden. PDIP mengusung Ganjar-Mahfud MD dalam Pilpres 2024.
Jokowi dan cawe-cawe Pemilu 2024
Cawe-cawe adalah bahasa Jawa yang artinya ikut campur tangan atau nimbrung.
4 Mei 2023: Jokowi mengatakan “Saya bukan cawe-cawe. Urusan capres, cawapres, itu urusannya partai atau gabungan partai. Sudah bolak-balik saya sampaikan kan?” merujuk pertemuan 2 Mei 2023 dengan enam ketua parpol di Istana.
29 Mei 2023: Jokowi mengatakan “saya harus cawe-cawe” dalam Pemilu 2024 dalam keterangan kepada pada pemimpin media massa.
Dulu bilang ‘Yang logis saja lah’, kemudian merestui Gibran
22 Oktober 2023: Jokowi berkata, “Orangtua itu tugasnya hanya mendoakan dan merestui”. Pernyataan ini disampaikan dalam situasi Gibran menjadi bakal cawapres.
4 Mei 2023: Memasangkan Gibran dengan Prabowo, menurut Jokowi kurang tepat. “Yang pertama umur [usia Gibran belum memenuhi syarat]. Yang kedua, [Gibran] baru dua tahun jadi wali kota. Yang logis saja lah,” katanya.
Isu penundaan pemilu dan tiga periode
2 Desember 2019: “Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga [motif] menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja,” kata Jokowi di Istana Merdeka, sebagaimana dilaporkan Kompas.
4 Mei 2022: Tiga tahun kemudian, Jokowi sedikit lebih lunak menanggapinya, karena penundaan pemilu atau tiga periode tidak bisa dilarang saat sejumlah elit politik mewacanakan hal ini. Itu bagian dari demokrasi.
“Karena ini kan demokrasi. Bebas saja berpendapat. Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan, semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi,” kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat.
Dulu kritik program bantuan langsung tunai SBY, sekarang beda
28 Maret 2012: “Kalau diberikan langsung tunai begitu, itu namanya kita mendidik masyarakat hanya menjadi tangan di bawah, menengadahkan tangan saja,” kata Jokowi mengkritik kebijakan pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono terkait BLT.
Kemudian,
September 2022: “Agar daya beli masyarakat, konsumsi masyarakat menjadi lebih baik,” kata Jokowi setelah BBM bersubsidi dinaikkan harganya. Saat itu penerima BLT subsidi BBM di seluruh Indonesia mencapai 20,6 juta.
Petisi para guru besar dan pendukung yang berbalik arah
Presiden Joko Widodo menuai banyak kritikan dari sejumlah sivitas akademika dan guru besar dari berbagai universitas di Indonesia. Kritik yang disampaikan makin marak menjelang pelaksanaan Pemilu 2024.
Kritik itu dimulai dari guru besar dan sivitas akademika almamater Jokowi,Univeristas Gadjah Mada (UGM), pada Rabu, 31 Januari 2024, yang kemudian dikenal dengan Petisi Bulaksumur.
Langkah itu kemudian dilakukan pula oleh sivitas akademika dari Universitas Islam Indonesia (UII), Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI), serta sivitas akademika Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Riau (Unri), Universitas Hasanuddin (Unhas) dan kemudian diikuti puluhan universitas lainnya.
Kalangan sivitas akademika dari puluhan perguruan tinggi di Indonesia mengeluarkan pernyataan sikap mengkritik kondisi demokrasi di era Jokowi yang dinilai mengalami kemunduran.
Mereka mengingatkan Jokowi untuk bertindak sesuai koridor demokrasi dalam menghadapi Pemilu 2024. Menyerukan agar pemilu bisa digelar dengan jujur dan adil.
Politikus PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira mengaku kecewa dengan sikap Jokowi yang seolah ingin meninggalakn partai yang menaunginya selama ini.
“Kalau mau bilang kekecewaan kami, itu yang kami rasakan, tapi yang pasti kami akan move on,” ujarnya.
Andreas mengatakan, PDI-P telah memberi banyak hal kepada Jokowi dengan mengantarkannya menjadi presiden Indonesia dua periode. Namun, kini Jokowi justru memberi restu kepada putra sulungnya menjadi calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto yang notabene berada di kubu lawan.
Selain Andreas, elite PDI Perjuangan yang turut merasa kecewa dengan Jokowi adalah Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Hasto mengatakan, partainya tengah merasa sedih dan terluka karena ditinggalkan Jokowi. Hal itu disampaikan Hasto sehubungan dengan manuver Jokowi merestui Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto, pesaing capres PDI-P, Ganjar Pranowo.
“Kami begitu mencintai dan memberikan privilege yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranata kebaikan dan konstitusi,” ujar Hasto.
Pakar politik Ikrar Nusa Bhakti mengaku menangis saat menulis sebuah tulisan opini yang diberi judul “Kuasa Memanggul Lupa” di Harian Kompas. Sebab, ia tidak menyangka Presiden Jokowi sangat berubah dari yang telah dikenalnya selama ini. Ikrar mengatakan, ia sudah mendukung Jokowi saat ayah Gibran Rakabuming tersebut masih menjadi calon Gubernur DKI Jakarta.
Bahkan, Ikrar tetap mendukung Jokowi ketika dirinya sudah menjadi Duta Besar (Dubes) RI di Tunisia, “walau tidak boleh kampanye sama Bu Menlu,” ujar Ikrar dalam program Gaspol! yang disiarkan akun YouTube Kompas.com, Sabtu (4/11/2023).
“Kemudian, kok bisa berubah 180 derajat dari yang seorang tadinya ‘Jokowi adalah kita’ itu menjadi seorang yang seperti ‘raja Jawa kecil’ yang ingin membangun lewat dinasti,” kata Ikrar.
Menurut Ikrar, apa yang terjadi kepada Jokowi itu sulit dipercaya. Oleh karena itu, ia pun menuangkan pikirannya melalui tulisan berjudul “Kuasa Memanggul Lupa”.
Ikrar lantas mengatakan, kritik yang paling baik adalah kritikan yang berasal dari teman sendiri. Sebab, menurutnya, kritikan itu pasti sifatnya membangun, bukan untuk menjatuhkan. Saya juga seorang Muslim. Dan dalam Islam itu ada istilahnya Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Mengajak kebenaran dan menghindari suatu yang buruk. Sebenarnya intinya itu,” ujar Ikrar.
Sastrawan Goenawan Mohamad menanggapi fenomena akademisi dari berbagai perguruan tinggi yang mengkritik manuver politik Presiden Jokowi. Menurutnya, hal tersebut belum pernah terjadi sebelumnya dan mencerminkan kegawatan situasi demokrasi di Indonesia saat ini, beberapa hari menjelang berlangsungnya Pemilu 2024.
“Bahwa sekarang muncul dari universitas suara-suara memprotes, yang belum pernah terjadi. Itu suatu tanda bahwa kemerdekaan tidak pernah mati sendirian. Kalau dia mati, yang lain ikut mati,” katanya Goenawan di Komunitas Utan Kayu, Matraman, Jakarta Timur, Jumat (9/2/2024).
Dirinya menilai, pengaruh Jokowi dalam putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 yang dinilai meloloskan sang putra Gibran Rakabuming Raka menuju kontestasi Pilpres 2024 ibarat wasit yang ikut bermain dan berpihak pada satu sisi dalam suatu pertandingan sepak bola.
Dalam cuitannya, jurnalis senior Goenawan Mohamad meragukan kepatutan Gibran sebagai cawapres “bukanlah karena usianya, melainkan karena soal nepotisme”.
Nepotisme adalah tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan – kebiasaan yang terjadi di era Soeharto berkuasa.
“Nepotisme itu tidak adil. Gibran naik ke atas, bukan melalui persaingan terbuka,” kata Goenawan Mohamad.
Analis militer dan pertahanan Connie Rahakundini Bakrie mengkritik pernyataan Presiden Jokowi terkait keberpihakan politik di Pilpres 2024. Jokowi dianggap melakukan kejahatan politik melalui pernyataannya. Hal itu disampaikan Connie dalam diskusi “Pemilu Curang Menyoal Netralitas Presiden hingga Laporan Kemhan ke Bawaslu” yang digelar PBHI di Tebet , Jakarta, Kamis (25/1/24)
“Ini yang saya bilang gawat. Gambar kemarin membuat saya merasa presiden sudah tidak mau cuti, tidak mau mundur tapi malah melakukan kejahatan politik. Ini kejahatan terbesar politik. Apa kejahatan terbesar di politik itu? High treason. Dia mengkhianati negara dan sistem demokrasi karena fungsi dia sudah campuradukan sendiri antara posisi sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dan kepala rumah tangga,” kata Connie.
“Jika presiden bersikeras maka menurut saya presiden wajib mengundurkan diri. Ini bukti dia tidak bisa pisahkan antara menjadi Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan? Dua fungsi dalam satu individu hanya bisa dipisahkan dengan paham etika,” kata Connie.
Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla atau JK menilai Presiden Joko Widodo saat ini telah berubah, tidak seperti yang dikenalnya pada saat memimpin negara di periode pertamanya, 2014 lalu.
Perubahan pada Jokowi yang dimaksud JK adalah soal keinginan berkuasa. JK mencontohkan bagaimana isu liar yang beredar bahwa Jokowi ingin masa jabatannya sebagai presiden ditambah menjadi tiga periode.
“Saya kira begitu, berubah. Contohnya tiba-tiba ingin tiga kali, ya kan. Padahal konstitusi hanya 2 kali, seperti itu. Jadi, perubahan-perubahan itu, terjadi,” kata JK dalam acara Gaspol! dikutip Rabu (24/1/2024).
“Jadi ya memang kalau orang sudah pegang kekuasaan, kadang-kadang terlena menikmati kekuasaan. Lupa,” sambungnya.
JK berpandangan, bisa saja Jokowi berniat ingin tetap berkuasa melalui majunya Gibran. Pandangan-pandangan seperti itu diyakini JK pasti tetap muncul karena terlena akan kekuasaan.
“Ya faktor lain ingin tetap berkuasa. Ya mungkin ada rencana kalau mendukung 02 dia masih bisa mungkin memberikan arahan. Saya tidak tahu, tapi seperti itu kira-kira,” tutur politikus senior Partai Golkar ini.
Mantan Gubernur Lemhanas Andi Widjajanto dan sekarang Deputi Politik TPN Ganjar-Mahfud membongkar isi pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo alias Jokowi dua hari sebelum Gibran Rakabuming Raka dideklarasikan sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Dalam dialog di political show podcast yang ditayangkan di Youtube CNN Indonesia, Rivana Pratiwi, pembawa acara, menanyakan kebenaran kabar Andi Widjajanto dipanggil Jokowi sebelum deklarasi Gibran.
“Jokowi sempat memanggil anda dan beberapa orang terdekatnya dan menyampaikan bahwa gak ada yang bisa mengalahkan Prabowo-Gibran, anda-anda semua ini gak bisa mengalahkan Prabowo-Gibran,” ujar Rivana.
Andi Widjajanto membenarkan adanya pertemuan itu. Ia mengatakan, ada tiga poin yang disampaikan Jokowi saat itu.
“Jadi kira-kira Prabowo pasti menang, PSI akan masuk parlemen, nomor tiga, suara PDIP akan turun. Itu yang dinyatakan Pak Jokowi. Di situ Pak Jokowi mengatakan, kalian hebat kalau bisa mengalahkan saya,” tutur Andi.
Andi dikenal sebagai ‘orang Jokowi’ sejak lama. Andi hampir tidak pernah berada jauh dari Jokowi sejak menjadi Presiden RI. Namun, keduanya kini bisa dibilang berseberangan. [KS]