Koran Sulindo – Tindakan pasif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meski mengetahui adanya pertemuan antara Deputi Penindakan KPK Firli dengan mantan Gubernur NTB TGH Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB) amat disayangkan. Posisi pasif itu bahkan dinilai bisa menggerus martabat KPK.
Mantan Ketua KPK M. Busyro Muqoddas mengatakan, apa yang dilakukan KPK itu merupakan contoh yang tidak baik. Seharusnya yang mendorong adanya pembentukan komite etik berasal dari pegawai bukan dari pimpinan KPK. “Seharusnya tidak mengandalkan otoritasnya melekat pada pimpinan KPK,” kata Busyro seperti dikutip detik.com pada Selasa (25/9).
Pertemuan antara Firli dan TGB diduga terjadi pada acara perpisahan Komando Resor Militer 162 di Mataram pada Mei 2018. Padahal, berdasarkan keterangan Korem 162, tidak ada undangan resmi untuk keduanya. Firli dilantik menjadi Deputi Penindakan KPK pada April 2018. Itu setelah Firli meninggalkan jabatannya sebagai Kapolda NTB.
Karena kedekatan kedua orang itu, kehadiran mereka dinilai tidak menjadi masalah dalam acara perpisahan Komandan Komando Resor Militer 162/Wira Bhakti di Kota Mataram. KPK saat ini sedang menyelidiki dugaan penyimpangan divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara. Pengusutan itu menyebut nama TGB. Namun, penyelidikan KPK ini “tercoreng” karena adanya pertemuan antara TGB dengan Brigjen Firli.
Soal pertemuan dengan TGB tersebut, pimpinan KPK membela Firli. Menurut pimpinan KPK, pertemuan itu wajar mengingat Firli sebelumnya merupakan Kapolda NTB. Dikatakan Busyro, jika pimpinan KPK menilai pertemuan kedua orang itu wajar dan tidak perlu pembentukan komite etik, maka kasusnya selesai.
Ia akan tetapi mendorong masyarakat untuk mendesak pembentukan komite etik untuk memeriksa semua pimpinan KPK. Soalnya amat disayangkan keputusan pimpinan KPK yang menolak membentuk komite etik untuk memeriksa Firli. Dorongan itu berasal dari internal pegawai KPK dan elemen masyarakat sipil yang tidak terpisahkan dari KPK.
Selama ini, kata Busyro, KPK punya kekuatan moral, sosial, politik berasal dari elemen masyarakat sipil ketimbang dari pemerintah dan DPR. Itu sebabnya, kekuatan masyarakat sipil perlu mendorong segera dibentuknya komite etik. Dan asumsinya semua pimpinan patut untuk diperiksa.
Martabat KPK juga tegerus jika benar pimpinan KPK membenarkan tindakan deputi penindakan itu, kata Busyro. Bahkan mengatakan pertemuan demikian tidak ada masalah dan ditambah lagi atas seizin pimpinan KPK. Menjaga martabat KPK itu, kata Busyro, sangat mahal harganya.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, pertemuan antara Firli dan TGB sangat wajar karena deputi penindakan tersebut merupakan mantan Kapolda NTB. Terlebih dalam pertemuan itu ada Danrem dalam rangka perpisahan. Kepada pimpinan, Firli sudah menyampaikan, bahwa dalam pertemuan itu tidak pembicaraan apapun dengan TGB. [KRG]