Siapa Cawapres Jokowi?

Ilustrasi: Presiden Jokowi dan 6 Ketua Umum Partai koalisi pendukung pemerintah/biro pers istana

Koran Sulindo – Koalisi partai pengusung Joko Widodo pada Pemilihan Presiden 2019 menyatakan menyepakati satu nama sebagai calon wakil presiden. Pengumuman nama cawapres diserahkan kepada Jokowi, baik waktu maupun tempatnya

“Koalisi juga menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi untuk menentukan waktu pendaftaran ke KPU pada hari-hari terakhir pendaftaran Pilpres 4-10 Agustus 2018. Menyesuaikan juga dengan kesibukan tugas-tugas negara yang beliau emban,” kata Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), M Romahurmuziy, di Jakarta, Selasa (24/7/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Sebelumnya, Senin (23/7/2018) malam bertempat di Istana Bogor, Presiden Jokowi bertemu dengan 6 ketua umum partai anggota koalisi, yaitu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum Hanura Oesman Sapta Odang, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum PPP Romahurmuziy.

Di antara nama ketua umum di atas, nama Airlangga, Rommy, dan Muhaimin menyorongkan diri sebagai cawapres Jokowi, beberapa bulan belakangan.

Selain nama itu, beberapa tokoh di luar partai juga disorong-sorongkan media, antara lain Susi Pudjiastuti, Mahfud MD, Ma’ruf Amin, Chairul Tanjung, dan Moeldoko.

“Koalisi sepakat akan bertemu kembali selambat-lambatnya pekan depan untuk membicarakan langkah-langkah lanjutan yang dianggap perlu dalam rangka pemenangan Presiden Jokowi dalam Pilpres 2019,” kata Rommy.

Awal Agustus

Jokowi dinyatakan mengumumkan nama cawapres pada awal Agustus nanti.

“Sekitar pekan depan ditambah dua atau tiga hari. Menunggu waktu yang tepat,” kata Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang, di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (24/7/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Menurut Oesman, pada pertemuan yang berlangsung lebih dari dua jam itu, semua ketua umum partai politik mitra koalisi sepakat mendukung Joko Widodo sebagai calon presiden. “Semua ketua umum parpol juga sepakat menyerahkan penentuan nama cawapres kepada Jokowi,” katanya.

“Pada saat semua ketua umum parpol menyerahkan kesepakatan itu, Pak Jokowi tertawa sampai bahunya terguncang-guncang. Ya, kalau sudah begitu berarti dia terima.”

Dikabarkan  koalisi pemerintah menunggu hasil gugatan syarat cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK). Jika gugatan yang diajukan Perindo itu dikabulkan, pasangan Jokowi-Jusuf Kalla akan lanjut dua periode. Namun, jika gugatan itu kalah, nama baru akan dipilih.

6 Kesepakatan

Selain nama cawapres, pertemuan itu juga menyepakati 6 keputusan lain.

Kesepakatan pertama, koalisi partai sepakat mengusung kembali Jokowi sebagai Capres 2019 tanpa reserve.

Kedua, oalisi menyepakati 6 parpol sebagai formasi solid pengusungan. Koalisi tidak membatasi hanya pada enam parpol saja. Namun demikian, tambahan anggota koalisi harus disepakati seluruh anggota yang enam secara mufakat.

Ketiga, koalisi sepakat bahwa dukungan parpol-parpol kepada pemerintahan Jokowi harus dilandasi itikad baik, mengedepankan disiplin berkoalisi, konsistensi dalam berkomunikasi di dalam dan di luar ruang rembug koalisi, dan prinsip saling memahami kelebihan dan kekurangan setiap pemerintahan yang harus dikawal dan dikoreksi terus-menerus secara santun, terukur, dan menjunjung tinggi etika politik.

Keempat, koalisi menyepakati secara bulat satu nama cawapres warga terbaik Indonesia untuk mendampingi Jokowi. Adapun kapan penyampaian namanya kepada publik, koalisi memberikan kehormatan tertinggi kepada Presiden Jokowi untuk mengumumkan pada saatnya.

Kelima, koalisi juga menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Jokowi untuk menentukan hari baik pendaftaran pada hari-hari terakhir pendaftaran Pilpres 4 hingga 10 Agustus 2018, menyesuaikan juga dengan kesibukan tugas-tugas negara yang beliau emban.

Keenam, koalisi sepakat untuk memerangi digunakannya hoax, fitnah dan insinuasi kebencian berlatar SARA sebagai sarana pemenangan kontestasi politik. Seraya mengingatkan penegakan hukum tanpa pandang bulu atas digunakannya hal-hal tersebut dalam Pilkada yang telah berlalu maupun Pilpres dan Pileg tahun depan. Mengingat hal tersebut berpotensi memecah-belah sesama anak bangsa dan mengusik kerukunan umat beragama yang mencederai nasionalisme kita. [DAS]