Koran Sulindo – Sidang praperadilan yang diajukan Setya Novanto atas status tersangka yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabulkan hakim tunggal Cepi Iskandar, hari ini. Dengan kemenangan ini, status tersangka dalam kasus korupsi pengadaan kartu penduduk elektronik (e-KTP) Setya otomatis hapus.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Cepi, membacakan amar putusan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Jumat (29/9).
Menurut hakim, penetapan tersangka harus dilakukan di akhir tahap penyidikan suatu perkara agar hak-hak tersangka dilindungi.
Hakim menyatakan surat perintah penyidikan dengan nomor Sprin.Dik-56/01/07/2017 tertanggal 17 Juli 2017 tidak sah. Selain itu, bukti yang digunakan dalam perkara sebelumnya tidak bisa digunakan untuk menangani perkara selanjutnya.
“Menimbang setelah diperiksa, bukti-bukti merupakan hasil pengembangan dari perkara orang lain yaitu Irman dan Sugiharto,” kata Cepi.
Latar Belakang
KPK menetapkan Ketua DPR RI itu sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) kartu tanda penduduk elektronik (KTP-E), pada 17 Juli 2017 lalu. Setya mengajukan praperadilan atas status tersangka itu 4 September lalu.
Setya diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korproasi dengan menyalahgunakan kewenangan sarana dalam jabatannya sehingga diduga merugikan negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan.
Dalam persidangan kasus e-KTP, Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman mengaku Setya adalah kunci dalam melancarkan proyek pengadaan KTP Elektronik (KTP-e).
Dalam dakwaan yang disusun JPU KPK, Setnov adalah salah satu pihak yang berperan dalam pengadaan KTP-E dengan total anggaran Rp5,95 triliun itu.
Sejumlah peran Setnov antara lain, menghadiri pertemuan di hotel Gran Melia pada 2010 yang dihadiri Irman, Sugiharto, Andi Agustinus alias Andi Narogong, mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraini dan Setnov. Dalam pertemuan itu Setnov menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek penerapan KTP-E.
Selanjutnya pada Juli-Agustus 2010, DPR mulai melakukan pembahasan Rencana APBN 2011, Andi Agustinus beberapa kali bertemu Setnov, Anas Urbaningrum, Nazaruddin karena dianggap representasi Partai Demokrat dan Golkar yang dapat mendorong Komisi II menyetujui KTP-E.
Proses pembahasan akan dikawal fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan kompensasi Andi memberikan fee kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri. Sebagai imbalan, Setya Novanto dan Andi Agustinus mendapat sebesar 11 persen atau sejumlah Rp574,2 miliar sedangkan Partai Golkar mendapat Rp150 miliar.
Selain Irman, terdakwa dalam perkara ini adalah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto; Miryam Hariani, dan Markus Nauri. [DAS]