Setya Novanto Dihukum 15 Tahun Penjara dan Dicabut Hak Politiknya

Ilustrasi: Setya Novanto/Reuters

Koran Sulindo – Mantan Ketua DPR Setya Novanto divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan KTP-elektronik tahun anggaran 2011-2012. Selain itu Setya juga dicabut hak politiknya untuk menduduki jabatan tertentu selama 5 tahun setelah menjalani hukuman.

“Terdakwa Setya Novanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama seperti dakwaan kedua. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 15 tahun dan denda Rp500 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan kurungan,” kata ketua majelis hakim Yanto di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (24/4/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Vonis itu berdasarkan dakwaan kedua dari Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Setya juga dipidana tambahan membayar uang pengganti sebesar 7,3 juta dolar AS dikurangi dengan uang yang dikembalikan sebesar Rp5 miliar selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

Jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dalam hal terdakwa tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama 2 tahun.

Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sejumlah 7,435 juta dolar AS dan dikurangi Rp5 miliar subsider 3 tahun penjara.

Baca juga: Setya Novanto Sampai di Sini?

Majelis hakim yang terdiri atas Yanto sebagai ketua majelis hakim dengan anggota majelis Frangki Tambuwun, Emilia Djajasubagja, Anwar dan Sukartono juga menolak permohonan Setya Novanto sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator) seperti dalam tuntutan JPU KPK.

“Karena jaksa penuntut umum menilai tedakwa belum memenuhi syarat untuk dijadikan saksi pelaku yang bekerja sama maka majelis hakim tidak dapat mempertimbangkan permohonan terdakwa,” kata hakim Anwar.

Atas putusan itu, Setnov dan JPU KPK menyatakan pikir-pikir.

Unjuk Rasa

Selama persidangan massa yang menamakan diri mereka Jaringan Aliansi Mahasiswa Anti Korupsi berunjuk rasa di luar gedung persidangan. Mereka mengenakan mengenakan topeng wajah Setya Novanto dan meminta Mantan Ketua DPR itu dihukum seberat-beratnya.

“Hukum Setnov seberat-beratnya. Miskinkan dan sita semua harta Setnov,” tulis spanduk yang mereka bawa.

Ruang sidang terisi penuh.

Kunci

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) kartu tanda penduduk elektronik (KTP-E), pada 17 Juli 2017.

Dalam persidangan kasus ini, Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman mengaku Ketua Fraksi Partai Golkar pada 2010 itu adalah kunci dalam melancarkan proyek pengadaan KTP Elektronik (KTP-e).

Dalam dakwaan yang disusun JPU KPK, Setnov adalah salah satu pihak yang berperan dalam pengadaan KTP-E dengan total anggaran Rp5,95 triliun itu.

Sejumlah peran Setnov antara lain, menghadiri pertemuan di hotel Gran Melia pada 2010 yang dihadiri Irman, Sugiharto, Andi Agustinus alias Andi Narogong, mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraini dan Setnov. Dalam pertemuan itu Setnov menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek penerapan KTP-E.

Selanjutnya pada Juli-Agustus 2010, DPR mulai melakukan pembahasan Rencana APBN 2011, Andi Agustinus beberapa kali bertemu Setnov, Anas Urbaningrum, Nazaruddin karena dianggap representasi Partai Demokrat dan Golkar yang dapat mendorong Komisi II menyetujui KTP-E.

Proses pembahasan akan dikawal fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan kompensasi Andi memberikan fee kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri. Sebagai imbalan, Setya Novanto dan Andi Agustinus mendapat sebesar 11 persen atau sejumlah Rp574,2 miliar sedangkan Partai Golkar mendapat Rp150 miliar. [DAS]