Setop Demo di MK dan Jangan Bawa Istilah Agama

Koran Sulindo – Cendikiawan Muslim, Azyumardi Azra meminta tidak ada lagi kegiatan demonstrasi yang membawa embel-embel agama.

Ia menyembut imbauannya itu berkaca pada demonstrasi menggugat hasil Pemilihan Presiden di Bawaslu pada Mei yang membuat jatuh korban jiwa baik dari pihak sipil maupun kepolisian.

Mantan Rektor Universitas UIN Syarif Hidayatullah itu meminta semua pihak menunggu hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurutnya tidak perlu lagi memobilisasi massa untuk unjuk rasa yang bisa menimbulkan kegaduhan dan kekerasan.

“Rakyat sudah capek dengan kegaduhan politik, apalagi dengan membawa agama,” kata Azyumardi kepada wartawan, Kamis (20/6).

Mengenai aksi lanjutan yang dibalut kegiatan agama yakni Halal Bihalal Akbar 212 di depan MK pada 25-28 Juni, menurutnya itu bukan bentuk silaturahmi, melainkan demonstrasi untuk kepentingan politik dan kekuasaan.

“Aksi massa itu, bukan Halal Bihalal atau silaturahmi. Sebaiknya berhenti memelintir istilah-istilah acara keagamaan untuk politik dan kekuasaan,” kata dia.

Sementara dari pihak kepolisian, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo menegaskan bahwa di depan MK merupakan wilayah steril. Dirinya mengimbau tidak perlu ada mobilisasi massa.

“Kita mengacu kepada kejadian 21-22 Mei kemarin. Dari Polri juga memberikan solusi menyampaikan aspirasi di Patung Kuda,” kata dia.

Beberapa waktu sebelum sidang perselisihan hasil pemilihan umum digelar oleh MK, berbagai elemen masyarakat di Jawa Timur justru mendeklarasikan menolak rusuh selama sidang berlangsung.

Mereka bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Jawa Timur mendeklarasikan diri dengan judul “Jogo Jawa Timur Tolak Rusuh”.

Soal ini, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Timur Kombes Pol Frans Barung mengatakan, deklarasi ini bertujuan untuk menguatkan komitmen masyarakat Jawa Timur akan rasa aman dan damai.

Deklarasi ini dikemas, kata Barung, untuk menolak kegiatan rusuh dalam menghadapi sidang MK terutama di Jawa Timur.

Meski terpusat Surabaya, deklarasi ini disebut juga dilakukan jajaran Forkopimda di tiap-tiap daerah. Seluruhnya ada 39 Polres se-Jawa Timur melaksanakan kegiatan tersebut. Di Malang, misalnya, ada kegiatan serupa bertajuk “Jogo Kabupaten Malang, Tolak Rusuh Indonesia Damai”.

Sementara di Surabaya, tiap-tiap sudut kota dihiasi spanduk yang mengajak warga untuk menjaga Surabaya dan Jawa Timur untuk menolak segala bentuk kerusuhan. Beberapa contoh tulisan dalam spanduk seperti #JogoJawaTimur #JogoSurabaya #TolakKerusuhan #UntukIndonesiaDamai, “Jogo Jawa Timur untuk Indonesia” dan “Masyarakat Jawa Timur Menolak Kerusuhan”.

Mengenai spanduk tersebut, Kapolda Jawa Timur Irjen Luki Hermawan mengatakan, itu sebagai bentuk upaya pencegahan agar situasi aman dan damai tetap terjaga. Meski demikian, situasi Jawa Timur dipastikan masih kondusif.

Untuk itu, kata Luki, pihaknya dalam rangka memeriahkan hari ulang tahun ke-73 Polri dan masih dalam suasana Lebaran, pihaknya mengadakan olahraga bersama untuk jogo Jawa Timur untuk Indonesia damai.

Dikatakan Luki, warga Jawa Timur tidak terlibat dalam aksi massa yang akan terjadi sepanjang sidang perselisihan hasil pemilu digelar di MK. Itu tampak dari tidak adanya mobilisasi massa di sekitar Jawa Timur.

Kepolisian juga dibantu oleh para pemangku kepentingan dan tokoh masyarakat untuk mencegah aksi mobilisasi massa Jawa Timur untuk ikut berdemonstrasi mengawal sidang perselisihan pemilihan presiden di MK. “Tidak ada yang turun ke Jakarta,” kata Luki.

Menimpali pemaparan Luki, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pihaknya memang mengimbau masyarakat lewat berbagai cara. Pihaknya ingin pesan tersebut bisa sampai kepada masyarakat. Pesan utamanya adalah warga Jawa Timur ingin menyampaikan bahwa mereka cinta kepada Indonesia, cinta damai dan menolak kerusuhan.

Seperti yang sudah disebutkan, aksi menjaga keamanan dan ketertiban tersebut dilakukan secara bersamaan di tiap-tiap daerah di Jawa Timur oleh Forkopimda. Di Probolinggo, seluruh jajaran Polres Probolinggo bersama masyarakat melakukan longmarch sejauh sekitar 7 kilometer sambil berkampanye menolak kerusuhan selepas Pemilihan Umum 2019.

Sedangkan di Tuban, musyawarah pimpinan daerah bersama kaum milenial menyelenggarakan gowes bareng menyusuri jalanan kota sambil menyerukan Tuban sebagai “Bumi Wali yang Damai”. Di Gresik, aksi tolak kerusuhan digelar lewat kegiatan jalan sehat di Car Free Day di depan Wahana Ekspresi Pusponegoro.

Di Lamongan, sekitar seribuan masyarakat bersama Forkompinda satu suara mengkampanyekan tanda pagar #TolakKerusuhan di pusat Kota Lamongan.

Penolakan tersebut dikemas dalam acara jalan sehat bareng keliling sejumlah jalan di dalam Kota Lamongan. Di Madiun, aksi serupa juga digelar dan langsung dipimpin Bupati H. Ahmad Dawami.

Sementara itu, sekitar 3.500 warga Ponorogo mengikuti senam massal sekaligus deklarasi tolak kerusuhan yang diselenggarakan Polres Ponorogo. Masyarakat antusias mengikuti acara ini. Aksi jalan sehat ini juga diselenggarakan di Pacitan bersama ribuan orang hasil kerja sama Forkompinda dan Polres Pacitan.

Di Banyuwangi, ribuan orang tampak mengikuti olahraga bersama yang dikemas dengan deklarasi tolak kerusuhan selepas Pemilu 2019. Di samping itu, tokoh masyarakat, tokoh partai politik dan ulama Banyuwangi menandatangani komitmen menjaga keamanan dan kerukunan selepas Pemilu 2019.

Di Sidoarjo, sekitar 5 ribu orang menghadiri deklarasi tolak kerusuhan yang dikemas dalam kegiatan jalan sehat dan senam pagi bersama. Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol Zain Dwi Nugroho bersama Bupati Sidoarjo Saiful Ilah.

Di Kediri, aksi tolak kerusuhan dilaksanakan dengan membuat bazar murah. Sebelum kegiatan ini, Polresta Kediri melakukan acara jalan sehat dan deklarasi damai.

Aksi serupa juga dilakukan di Jember. Sedikitnya 15 ribu warga mengikuti jalan sehat dalam rangka memeriahkan hari ulang tahun ke-73 Polri. Acara jalan sehat ini, selain ajang silaturahmi juga menjadi momentum deklarasi menolak kerusuhan selepas Pemilu 2019.

Di Bondowoso, aksi menolak kerusuhan selepas Pemilu 2019 dihadiri sekitar 3.000-an orang. Mereka mendeklarasikan diri menolak kerusuhan menjelang putusan MK. Di Bojonegoro, deklarasi menolak kerusuhan dilakukan dalam acara “Jalan Santai dan Senam Bersama” dalam rangka memeriahkan hari ulang tahun ke-73 Polri.

Pun di Nganjuk. Aksi menolak kerusuhan selepas Pemilu 2019 diikuti seitar 3.000-an warga yang memadati alun-alun dan Pendopo Kabupaten Nganjuk.

Imbauan agar masyarakat tak perlu berdemonstrasi juga datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Ikhsan Abdullah mengatakan, masyarakat tidak perlu turun ke jalan dalam menyikapi proses sidang perselisihan hasil pemilu 2019 di MK.

Semua pihak diminta untuk yakin dan percaya kepada MK yang akan mengambil keputusan sesuai dengan konsitusi.

Oleh karena itu, kata Ikhsan, pemantauan dan pengawalan sidang hanya perlu dilakukan dengan menonton siaran langsung lewat televisi. Pasalnya, sidang MK dibuka untuk umum dan disiarkan secara langsung oleh semua saluran televise nasional.

“Kita harus yakin dan percaya MK sebagai the guardian of constitution. MK akan fokus memeriksa permohonan dan alat bukti pemohon sesuai hukum acara dan peraturan demi keadilan dan kepastian hukum,” kata Ikhsan. [YMA/KRG]