Setengah Optimistis Melangkah di Tahun Baru

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi /Sindonews

Koran Sulindo – Bisnis belum benar-benar pulih pada 2021. Soalnya, vaksinasi yang akan menjadi game changer pada tahun depan, bila berjalan sesuai harapan, baru bisa dilakukan secara masif pada semester kedua. Karena itulah, para pebisnis meramalkan kondisi ekonomi baru akan kembali sepenuhnya normal pada 2022 dan seterusnya.

Pesawat Garuda jenis Boeing 777-300 ER dengan nomor registrasi PK-GIC mendarat dengan selamat di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta pada Minggu (6/12) malam, lalu. Pesawat dengan nomor penerbangan GA890 itu terbang dari Beijing, Tiongkok, mengangkut 1,2 juta dosis vaksin buatan Sinovac.

Kedatangan vaksin tersebut disambut dengan antusias di Tanah Air. Presiden Joko Widodo malam itu juga melalui tayangan video di YouTube menyampaikan pernyataan kepada publik. “Saya ingin meyampaikan suatu kabar baik bahwa hari ini pemerintah sudah menerima 1,2 juta dosis vaksin Covid-19,” ujar Jokowi dengn wajah sumringah.

Vaksin buatan Sinovac itu, jelas Jokowi, sudah diuji secara klinis sejak Agustus lalu di Bandung. “Kita masih mengupayakan 1,8 juta dosis vaksin yang akan tiba di awal Januari 2021,” tambah Jokowi.

Selain vaksin dalam bentuk jadi, pada Desember 2020 ini, Indonesia juga menerima 15 juta dosis vaksin dan pada Januari 2020 sebanyak 30 juta dosis dalam bahan baku curah yang akan diproses lebih lanjut oleh perusahaan farmasi plat merah PT Bio Farma.

Meski untuk memulai proses vaksinasi masih harus menunggu persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), tetapi tibanya vaksin ini setidaknya semakin menguatkan harapan pandemi ini akan berlalu dan ekonomi kembali pulih.

Investor saham di pasar modal pun meyambut dengan gembira hadirnya vaksin ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Senin (7/12) menguat 120,27 poin atau 2,07% ke 5.934,28.  Sepanjang Desember 2020, hingga Jumat  (11/12), IHSG sudah menguat sebesar 5,81% dari 5.612.41 pada Senin (30/11) menjadi 5.938,39 pada Jumat 11 Desember lalu.

IHSG sebagai salah satu leading indicator untuk melihat kondisi perekonomian Indonesia sudah mengalami pemulihan (recovery) setelah turun ke level terendah pada 24 Maret lalu di level 3.937,63. Jadi, dari level terendah tersebut IHSG sudah mengalami kenaikan sebesar 50,81%.

Meski sudah mengalami recovery, namun IHSG belum kembali ke level tertinggi yang pernah dicapainya yaitu di sekitar 6.600-an yang terjadi pada Januari 2018 silam. Tentu penguatan indeks ke depan sangat tergantung pada vaksinasi dan pemulihan ekonomi. Bila vaksinasi berjalan sesuai dengan ekspektasi, maka Indeks diperkirakan akan terus melaju melanjutkan penguatan.

Tetapi ekonomi sektor riil tampaknya tak akan langsung tancap gas pada tahun 2021 nanti. Sektor perhotelan misalnya. Alexander Nayoan, Ketua Bidang Pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengatakan memang pada tahun 2021 sektor perhotelan diperkirakan akan lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2020 ini. Tetapi, ia mengatakan kondisiya belum langsung mencapai kondisi seperti sebelum Covid-19. “Baru akan mencapai posisi seperti sebelum Covid-19 itu di atas 2022,” ujar Alexander dalam sebuah webinar pada 10 Desember lalu.

Pada 2020 ini okupansi hotel bintang mencapai titik nadirnya pada kuartal kedua lalu yaitu rata-rata hanya 15,4%. Padahal pada kuartal kedua tahun 2019 lalu, rata-rata okupansi hotel bintang mencapai 49,9%. Merosotnya okupansi hotel pada kuartal kedua disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang menerapakan Pembatasan Sosial Beskala Besar (PSBB) pada peridoe tersebut. Seiring dengan pelonggran PSBB, tingkat okupansi hotel pada kuartal ketiga kembali naik menjadi rata-rata 31,02%. Diperkirakan okupansi hotel ini akan terus membaik seperti terlihat pada Oktober lalu yang sudah berada di level 37,48%.

Pemulihan
Alexander mengatakan hotel-hotel di kota besar diperkirakan akan lebih cepat pemulihan tingkat okupansinya. Tetapi untuk hotel-hotel di daerah tujuan wisata, seperti Bali, diperkirakan akan lebih lambat karena sejumlah negara masih membatasi warganya untuk keluar negeri. “Perkiraan kami, kalau misalnya semua border di negara-negara lain sudah dibuka, itu setelah bulan Mei 2021 mulai ada peningkatan dan sudah lebih baik itu di bulan Agustus,” ujar Alexander.

Industri makanan dan minuman juga diperkirakan akan membaik pada tahun 2021. Namun, pertumbuhannya belum kembali seperti kondisi sebelum Covid-19. Menurut data Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) pada kuartal kedua dan ketiga lalu, industri makanan dan minuman hanya tumbuh masing-masing 0,22% dan 0,67%. Sebelumnya pada kuartal pertama 2020 masih tumbuh cukup tinggi yaitu sebesar 3,9%.

Ketua GAPMMI, Adhi S Lukman memperkirakan tahun 2021, industri makanan dan minuman diperkirakan akan tumbuh 5% hingga 7%. Meski lebih baik daripada tahun 2020 ini, tetapi Adhi mengatakan pertumbuhan tersebut belum sepenuhnya normal. “Karena kalau normal itu industri makanan dan minuman itu tumbuhnya sekitar 7-9%,” ujar Adhi pada 10 Desember lalu.

Adhi mengatakan, tantangan yang dihadapi industri makanan dan minuman adalah daya beli masyarakat. Pada saat ini, masyarkat kelas bawah mengalami penurunan daya beli karena banyak yang kehilangan pekerjaan atau penghasilannya berkurang akibat pandemi. Sedangkan kelas menengah dan atas, meskipun masih memiliki daya beli, tetapi enggan untuk membelanjakan uangnya karena masih khawatir dengan pandemi.

Karena itu, kata Adhi, agar daya beli masyarakat kelas bawah menguat pada tahun 2021, program bantuan sosial dari pemerintah diharapkan untuk terus dilanjutkan. Sementara untuk agar masyarakat kelas menengah dan atas melakukan konsumsi, harapannya adalah pada program vaksinasi karena hanya dengan itu kepercayaan mereka untuk melakukan konusmi kembali muncul.

Sejalan dengan belum benar-benar pulihnya sektor makanan dan minuman, sektor retail modern juga diperkirakan belum tumbuh normal pada tahun 2021. Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) mengungkapkan tahun 2020 ini omzet peretail modern anjlok hingga 80% akibat penutupan pusat perbelanjaan karena adanya PSBB.

Ketua Umum Aprindo Fernando Repi mengatakan, sektor retail ini baru akan membaik pada akhir semester pertama 2021. Tentu masih dengan asumsi vaksinasi berjalan sesuai rencana. Meski akan membaik, Fernando mengatakan kondisi sektor retail pada tahun depan belum sepenuhnya pulih. “Perkiraan kami untuk recovery mungkin tiga tahun ke depan. Perkiraaan 2 hingga 3 tahun,” ujar Fernando pada 10 Desember lalu. [Julian A]