Setya Novanto/Reuters

Koran Sulindo – Setelah ditetapkan menjadi tersangka, sejumlah pihak mendesak Setya Novanto mundur dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selain dikhawatirkan menyalahgunakan kewenangannya, Novanto diminta untuk fokus menghadapi proses hukum.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (17/7) menetapkan Novanto sebagai tersangka keempat dalam kasus pengadaan proyek KTP elektronik (e-KTP). KPK menduga Novanto telah mengkondisikan peserta dan pemenang proyek e-KTP.

“Berdasarkan fakta persidangan, korupsi proyek ini telah direncanakan dalam dua tahap yakni penganggaran dan pelaksanaannya,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam keterangan resminya di gedung KPK, Jakarta, Senin (17/7).

Indonesia Corruption Watch (ICW) salah satu pihak yang mendesak Novanto agar segera mundur dari jabatannya. ICW mengkhawatirkan akan ada konflik kepentingan jika Novanto tetap menjadi Ketua DPR sekaligus tersangka dalam kasus e-KTP.

Koordinator ICW Donal Fariz juga mengingatkan jabatan Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Jika tak ingin terbenam, maka partai tersebut harus segera membenahi internalnya. Semisal, mengganti pimpinannya yang bermasalah.

Seperti Donal, pengurus pusat Partai Golkar Yorrys Raweyai mendesak partainya agar segera mengambil tindakan setelah Novanto menjadi tersangka. Apalagi, ia khawatir penetapan tersangka ini akan membawa dampak tidak baik terhadap Golkar.

Golkar, kata Yorrys, akan melakukan rapat untuk mengambil keputusan tentang nasib Novanto. Tindakan ini semata-mata sebagai respons atas penetapan Novanto sebagai tersangka di KPK. Ia mengingatkan kader agar tidak reaktif dalam menghadapi keputusan KPK itu.

Dalam keterangannya itu, Agus menyebut Novanto melakukan perbuatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun dari nilai paket proyek Rp 5,9 triliun.

Tindakan Novanto itu melalui Andi Agustinus yang diduga berperan dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR dan proses pengadaan barang dan jasa KTP elektronik. Melalui orang yang sama, Novanto mendanai awal pembiayaan pembahasan anggaran proyek tersebut, diduga mengkondisikan peserta dan pemenang tender. [KRG]