Koran Sulindo – Setelah mendengar vonis yang dibacakan majelis hakim, pria dengan sorban hitam itu langsung bersujud ke lantai. Barangkali hanya ia terdakwa yang bersujud setelah mendapat vonis hukuman mati.
Itulah yang dilakukan terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman alias Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarman ketika mendengar putusan yang dibacakan majelis hakim Pengadilan Jakarta Selatan pada Jumat (22/6). Ketua Majelis Hakim Akhmad Jaini menetapkan hukuman mati kepada pria kelahiran Sumedang, Jawa Barat 5 Januari 1972 itu.
Jaini menyatakan terdakwa Aman Abdurrahman terbukti bersalah melakukan tindak pidana terorisme. “Terdakwa Aman Abdurrahman terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana mati,” ujar hakim ketua Akhmad Jaini.
Majelis hakim menyebut, Aman terbukti menggerakkan teror bom Gereja Oikumene di Samarinda pada 13 November 2016, bom Thamrin pada Januari 2016, bom Kampung Melayu pada 24 Mei 2017, penusukan polisi di Sumut pada 25 Juni 2017, serta penembakan polisi di Bima pada 11 September 2017.
Pengaruh Aman menggerakkan teror dimulai dari terbentuknya Jamaah Ansharut Daulah (JAD). JAD punya struktur wilayah, di antaranya Kalimantan, Ambon, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jabodetabek, dan Sulawesi, yang punya kegiatan mendukung daulah islamiyah dan mempersiapkan kegiatan amaliah jihad.
Aman terbukti melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana Pasal 14 jo Pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dalam vonis itu Aman tidak mengajukan banding ketika diminta atas putusan yang disematkan kepada pemimpin JAD.
Kuasa hukum Aman Abdurrahman, Asrudin Hatjani mengatakan, kliennya tidak menerima atau pun menolak vonis hakim karena tidak menerima hukum berlaku di Indonesia.
“Ustad Aman hanya mengakui hukum Allah, “ ujar Asrudin.
Asrudin mengatakan, sebelum sidang dia sempat berbicara dengan Aman. “Memang sebelum divonis dia sempat berbicara tidak akan banding bila divonis mati,” Asrudin menambahkan.
Namun, lanjut Asrudin, dia akan berkomunikasi lagi agar Aman mau merubah pikirannya, dan mau banding atas vonis yang diterima Aman.
“Moga-moga beliau berubah pikiran dan mau banding atas putusan tersebut, nanti saya akan berbicara sama ustad Aman, ”kata Asrudin.
Heran
Asrudin heran, dalam vonis hakim tidak ada yang meringankan kliennya. Padahal, Aman selama ini kooperatif. “Masak Ustad Aman kooperatif tidak ada yang meringankan dalam bacaan hakim, malah memberatkan, padahal selama persidangan kooperatif,” ujarnya.
Persidangan yang digelar sekitar pukul 09.00 WIB dijaga secara ketat. Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Indra Jafar dan Komandan Kodim 0500 Letnan Kolonel Aji A.N, dan sejumlah perwira menengah polisi hadir dalam persidangan itu.
Sejumlah polisi dengan senjata laras panjang, Tim Gegana, dan polisi berpakaian preman menjaga ketat sidang Aman.
Kapolres mengatakan, sebanyak 450 personel TNI dan Polri dikerahkan untuk menjaga persidangan pentolan JAD itu. Berdasarkan pengamatan Koran Suluh Indonesia, untuk memasuki ruangan persidangan Aman, seluruh pengunjung diperiksa ketat.
Pemeriksaan ketat dilakukan selama persidangan Aman, termasuk kepada kalangan wartawan. Dalam sidang vonis Aman, pengunjung pengunjung tumpah ruah memadati ruang persidangan. Dan karena itu, sebagian wartawan harus menyaksikan pembacaan putusan itu dari luar ruang sidang. [RLJ]