Serat Centhini Sebagai Ensiklopedia Budaya Jawa
Serat Centhini atau juga disebut Suluk Tambang Laras atau Suluk Tambangraras-Amongraga, merupakan salah satu karya sastra terbesar dalam kesusastraan Jawa Baru. Serat ini menghimpun segala macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Jawa, yang disampaikan dalam bentuk tembang, dan penulisannya dikelompokkan menurut jenis lagunya.
Serat Centhini yang terdiri atas 722 tembang (lagu Jawa) ini walaupun memang bicara soal seks dan seksualitas, namun dijuluki pula sebagai ensiklopedi budaya Jawa, karena sebagian isinya mengungkapkan wacana dan praksis budaya Jawa yang dipadu dengan ajaran Islam. Karena itulah serat ini menjadi termasyhur, bahkan di kalangan para pakar dunia.
Serat Centhini ada 6 versi. Salah satunya dinamakan Serat Centhini Pisungsung, kini berada di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Serat Centhini Pisungsung dipersembahkan oleh Raja Pakubuwana VII untuk Ratu Belanda, pada tahun 1912. Untuk catatan, Centhini adalah nama abdi (pembantu) Tambangraras, isteri Amongraga, tokoh utama dalam buku ini.
Baca juga Dewa Ruci, Manuskrip Jawa yang Tersesat di Belanda
Memang pendidikan seks bagi sebagian besar orang Jawa masih dianggap tabu. Apalagi pada akhir abad 19, ketika Serat Centhini beredar di masyarakat. Namun karena teks pendidikan seks tersebut disajikan dalam bentuk sastra yang dirangkum dalam tembang, maka sesuatu yang pada dasarnya bersifat pornografis menjadi tidak terlihat pornografis.
Otto Sukatno CR dalam bukunya “Seks Para Pangeran: Tradisi dan Ritualisasi Hedonisme Jawa” (Bentang, 2002); “Meski kebudayaan Jawa di masa kejayaan keraton bersifat represif-feodalistik, dalam bidang seksual ternyata sangat jauh dari apa yang kita bayangkan, masalah seksualitas muncul dalam ekspresi seni, terutama sastra dan tari. Namun dalam Serat Centhini, misalnya, masalah seksual ternyata menjadi tema sentral yang diungkap secara verbal dan terbuka, tanpa tedeng aling-aling. Ini sangat berlawanan dengan etika sosial Jawa yang bersifat puritan dan ortodoks,” tulis Sukatno.
Agus Wahyudin, seorang penulis yang fokus pada ilmu tasawuf. Mengatakan ajaran yang ada dalam Serat Centhini tidak hanya terbatas pada ajaran Islam saja namun juga ada ajaran animisme-dinamisme, Hindu, dan Budha. “Namun, karena Serat Centhini adalah produk santri, ditambah lagi dengan kondisi masyarakat Jawa yang mayoritas berstatus muslim, maka ajaran Islam lebih mendominasi.”
Di balik kontroversi yang terjadi, ada satu kesepakatan yaitu bahwa Serat Centhini adalah sebuah maha karya pujangga Jawa yang tidak akan habis ditelaah dan dikaji ulang untuk menggali kebijaksanaan yang ada didalamnya. [Nora E]