UKRAINA mengambil langkah mengejutkan dunia dengan melakukan invasi balik ke wilayah Rusia. Sejak 6 Agustus 2024 puluhan ribu pasukan Ukraina dikomando untuk menyerbu teritori Rusia dengan mengerahkan ratusan armada tank, kendaraan lapis baja, dan peralatan tempur lainnya ke sejumlah wilayah di perbatasan Rusia, termasuk Provinsi Kursk.
Presiden Zelensky bahkan mengklaim pasukannya telah menguasai 82 permukiman di Kursk, sekitar 50-170 kilometer dari perbatasan Ukraina. Ia juga menyatakan pasukan Ukraina sudah menduduki Kota Sudzha, 105 kilometer dari barat daya Kursk. Sementara itu, Panglima militer Ukraina Oleksandr Syrskyi mengatakan pasukan Ukraina telah merangsek sejauh 35 kilometer masuk ke dalam wilayah Rusia sejak menduduki Kursk.
Hingga kini pasukan Ukraina terus coba merangsek maju sembari membangun pos kekuasaan di wilayah yang berhasil di duduki. Invasi balasan militer Ukraina ini merupakan serangan terbesar terhadap Rusia dan dianggap dapat mengubah dinamika perang kedua negara.
Pasukan Ukraina berhasil masuk dengan memanfaatkan lengahnya penjagaan perbatasan ketika pertempuran di garis depan sedang berlangsung. Ketika Rusia masih fokus mengerahkan kekuatan militernya di wilayah Donbass dan wilayah yang diduduki, Ukraina memutuskan untuk memanfaatkan situasi minimnya penjagaan wilayah perbatasan dengan Rusia.
Tujuan Ukraina serang wilayah Rusia
Sebagaimana diketahui posisi Ukraina semakin terdesak dalam perang dengan Rusia yang berkecamuk sejak 2022 lalu. Beberapa kali Zelensky meminta ada negosiasi namun hasilnya tidak menguntungkan karena posisi mereka yang lemah dalam perundingan.
Serangan balik ke wilayah Rusia dinilai sebagai salah satu upaya menguatkan posisi tawar dalam perundingan kedepannya. Salah satu pejabat senior Ukraina mengatakan bahwa serangan tersebut juga bertujuan memecah fokus Kremlin.
“Kami melakukan serangan. Tujuannya adalah untuk meregangkan posisi musuh, menimbulkan kerugian maksimum dan mengacaukan situasi di Rusia karena mereka tidak mampu melindungi perbatasannya sendiri.” ungkapnya.
Pada mulanya Ukraina tidak bersuara mengenai serangan ke wilayah Rusia, namun belakangan Zelensky secara tidak langsung membenarkan langkah tersebut. Pada 12 Agustus ia mengklaim bahwa pasukan Ukraina terus merangsek maju ke wilayah Rusia.
Sebelum keputusan menyerang Kursk, pasukan Ukraina dalam posisi terdesak menghadapi gempuran pasukan Rusia di wilayah timur Ukraina. Bahkan Rusia telah berhasil maju dengan mengambil alih kota strategis Chasiv Yar Juli lalu. Begitu pula di wilayah timur laut dan selatan pasukan Rusia menggempur habis kedudukan Ukraina.
Dalam posisi kalah jumlah pasukan dan persenjataan dari Rusia di banyak titik di garis depan sepanjang 1.100 km, Ukraina memutuskan untuk bertaruh dengan menciptakan titik pertempuran baru yang jaraknya ratusan kilometer dari garis depan. Langkah ini untuk memaksa Rusia menyebar konsentrasi pasukan dan mengalihkan sebagian tekanan dari Ukraina timur ke wilayah Kursk di Rusia.
Selain menggunakan serangan taktis, Ukraina juga mencoba menciptakan krisis baru dengan mengincar instalasi nuklir di berbagai tempat. Belum lama ini Badan Energi Atom Internasional IAEA, telah memperingatkan bahwa situasi keamanan instalasi nuklir di Zaporozhe memburuk. Direktur jenderal IAEA, Rafael Grossi, mengatakan bahwa aktifitas militer di wilayah itu meningkat dengan intesitas ledakan dan tembakan semakin intensif.
Tak lama setelah serangan di Zaporozhe, sebuah drone Ukraina yang membawa granat anti-tank menyerang pembangkit listrik tenaga nuklir Kursk (22/8). Para pejabat Rusia mengecam serangan terhadap fasilitas nuklir tersebut.
“Pasukan Ukraina telah berusaha menyerang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Kursk Rusia”, kata Presiden Vladimir Putin dalam rapat kabinet.
Putin menyatakan serangan itu sebagai tindakan terorisme dan telah mengerahkan pasukan tambahan untuk menangani serangan di wilayah Kursk.
Atas serangan terhadap PLTN Kursk tersebut, Rusia berjanji akan melancarkan serangan balasan cepat. Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pihaknya menanggapi dengan sangat serius laporan tentang rencana Kiev untuk menyerang PLTN Kursk, yang terletak sekitar 90 km dari perbatasan Ukraina-Rusia.
Besar kemungkinan krisis nuklir akan digunakan Ukraina untuk menyudutkan Rusia yang akan dituding sebagai penyebabnya. Selain itu krisis nuklir akan memungkinkan negara-negara anggota NATO melakukan intervensi lebih jauh dalam mendukung posisi militer Ukraina.
Misi Bunuh diri
Upaya Kiev menyerang wilayah Rusia tampaknya tak sesuai dengan harapan Zelensky. Serangan bersifat spekulasi tersebut justru memperlemah posisi militer Ukraina yang sudah terdesak di berbagai front peperangan.
Selama tanggal 14 Agustus saja sudah lebih dari 500 pasukan Ukraina tewas di Kursk, puluhan persenjataan lapis baja juga berhasil dilumpuhkan pasukan Rusia. Begitu pula pada tanggal 22 Agustus sekitar 400 orang pasukan Ukraina di Kursk gugur termasuk 31 kendaraan tempur mereka berhasil dimusnahkan.
Jika dicatat sejak serbuan ke Rusia pada 6 Agustus lalu, sudah lebih dari 5.000 tentara Ukraina tewas. Selain itu ratusan persenjataan berat Ukraina berhasil dilumpuhkan diantaranya 69 tank, 350 kendaraan tempur lapis baja, 55 APC, 3 peluncur roket HIMARS, 34 unit artileri dan 27 kendaraan infanteri.
Serangan ke wilayah Kursk juga mendapat kecaman dari berbagai negara termasuk Hungaria salah satu anggota NATO. Hungaria menyebut tindakan Ukraina telah memudarkan upaya perdamaian yang telah dirintis sebelumnya.
“Hungaria menentang serangan Ukraina ke Wilayah Kursk Rusia karena pemerintah di Budapest tetap menginginkan perdamaian,” kata Gergely Gulyas, kepala kantor perdana menteri Hongaria.
Perkataan Gulyas memang berdasar, karena langkah Ukraina akan memicu reaksi lebih keras dari Rusia. Sebelumnya Moskow telah berulang kali menyatakan kesiapannya untuk berdialog dengan Kiev selama konflik berlangsung. Namun, tak lama setelah dimulainya serangan ke Wilayah Kursk, Presiden Rusia Vladimir Putin menekankan bahwa tidak ada pembicaraan tentang negosiasi damai dengan Ukraina.
Serangan pasukan Ukraina ke berbagai wilayah Rusia kali ini dikhawatirkan akan meningkatkan skala perang yang dilancarkan Rusia. Dengan kemampuan yang tidak berimbang, posisi Ukraina jelas akan semakin lemah. Maka taktik Zelensky untuk memperluas front pertempuran ke wilayah Kursk bagaikan misi bunuh diri yang akan padam sebelum mencapai tujuannya. [PAR]