Koran Sulindo – Sepanjang tahun 2020, sekiranya ada sebanyak 251 pekerja di wilayah Jakarta Timur terkena pemutusan hubungan kerja.
Jumlah PHK kembali meningkat pada kurun Juli hingga November 2020 seiring dengan pandemi Covid-19 melanda Jakarta.
Jumlah pekerja yang mengalami PHK pada September 2020 saja ada sebanyak 52 pekerja dan Oktober sebanyak 36 pekerja. PHK tersebut didominasi pekerja di sektor formal.
“Totalnya 251 pekerja yang kena PHK sepanjang 2020 lalu,” kata Kepala Sudin Nakertrans dan Energi Jakarya Timur Galuh Prasiwi, Rabu (3/2).
“Pada awal tahun, angkanya berkisar 22 hingga 49 pekerja. Lalu menurun pada Maret hingga Juni rata-rata dua hingga delapan pekerja,” kata Galuh menambahkan.
Galuh mengatakan, pada tahun yang sama, Sudin Nakertrans dan Energi Jakarta Timur juga menangani total 69 kasus perselisihan hubungan industrial di Jakarta Timur.
Nah, jumlah kasus tertinggi berlangsung pada September 2020 mencapai 12 kasus perselisihan antara manajemen perusahaan dengan pekerja.
“Dalam kurun setahun terakhir, jumlahnya rata-rata masih di bawah sepuluh kasus, tertinggi pada September 12 kasus dan Januari sebanyak sepuluh kasus,” ungkap Galuh.
Meskipun peristiwa PHK dan perselisihan perusahaan dengan pekerja berlangsung saat pandemi Covid-19 melanda Jakarta, namun Galuh belum mendapatkan laporan spesifik yang mengaitkan situasi itu dengan pandemi Covid-19.
“Kita hanya punya data PHK di perselisihan secara umum, dan belum jelas apakah akibat pandemi atau tidak. Kita masih dalami,” jelas Galuh.
Secara terpisah Koordinator Forum Buruh Kawasan Pulogadung Hilman Firmansyah menilai, PHK pekerja sepanjang 2020 dipengaruhi pandemi Covid-19.
“Justru saya melihatnya ada pengaruh pandemi. Namun data yang dilaporkan Sudin Nakertrans dan Energi ini sifatnya seperti fenomena ‘gunung es’ yang perlu ditelusuri lebih jauh lagi. Banyak perusahaan yang belum berinisiatif melapor ke pemerintah,” kata Hilman.
Hilman adalah salah satu dari total 150 karyawan PT Tiga Berlian Elektrik yang terkena dampak PHK pada Maret 2020.
Perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang produksi mesin pendingin di Kawasan Industri Pulogadung itu mulai terdampak pada Desember 2019.
“Saat itu 70 persen produksi kami sudah menurun. Puncaknya saat pandemi Covid-19 di bulan Maret 2020 perusahaan kami gulung tikar,” pungkas Hilman. [WIS]